Ruang Kerja FORWAKA Di Kejaksaan Agung Digusur, Dijadikan Stodio Radio Streaming.



JAKARTA, BERITAONE.CO.ID--Ruang kerja wartawan atau Presroom Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) yang selama ini keberadaannya dibutuhkan para wartawan yang betugas di Kejaksaan Agung digusur.

Pasalnya ruangan tersebut kini dijadikan Stodio radio streaming sound of justice milik Kejaksaan Agung dan diresmikan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, (2/8/2024). 

Direncanakan sejak awal, radio streaming ini nantinya akan berfungsi sebagai penyampaian informasi publik atas segala bentuk pelaksanaan tugas dan pengabdian masyarakat, akses transparansi dan akuntabilitas kegiatan Kejaksaan, pendidikan dan sosialisasi hukum serta program Kejaksaan, sekaligus sebagai wadah interaksi dan partisipasi masyarakat dengan Kejaksaan.

“Keberadaan radio streaming sound of justice juga sebagai perwujudan pemberian layanan keterbukaan informasi kepada publik dengan cepat, tepat, biaya ringan dan sederhana sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,”ujar Jaksa Agung Terkait CSR Bank BCA, 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan tentamg terkait CRS Bank BCA, pengadaan radio streaming “Sound of Justice” dari CSR (Corporate Social Responsibility) Bank BCA. Termasuk Bank Mandiri.

“Benar pembangunan infrastruktur radio Sound of Justice itu memang berasal dari dana CSR BCA,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjawab pertanyaan wartawan usai peresmian radio tersebut. 

Diduga BCA menggelontorkan bantuan ratusan juta hingga miliaran.

Sementara itu   mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menilai pembangunan infrastruktur radio streaming “Sound of Justice” tersebut sarat dugaan gratifikasi.

Artinya, pembuatan radio yang berbasis internet dengan menggunakan dana CSR Bank BCA terindikasi gratifikasi, karena semua anggaran di Kementerian dan Lembaga Negara telah ditentukan dalam APBN.

Kecuali dana tersebut dilaporkan kepada Kemenkeu sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Itu pun harus dengan persetujuan DPR,” jelas Abdullah yang dihubungi secara terpisah.

Untuk itu Abdullah menyarankan, Kejaksaan Agung sebaiknya melakukan konsultasi bersama KPK. Hal ini untuk menghindari kecurigaan dan citra negatif di masyarakat.

Sebab, berdasarkan Pasal 12B UU Tipikor, penerima gratifikasi harus melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja. Jika melewati batas waktu tersebut, maka penerimaan dana itu bukan lagi berstatus sebagai gratifikasi melainkan sudah terkategori sebagai penerima suap,” ungkapnya.

Gratifikasi, lanjut Abdullah, yang nilainya Rp10 juta ke atas si penerima harus membuktikan bahwa dana itu bukan suap, maka ia bisa menjadi milik penerima.

Disini berlaku kaidah pembuktian terbalik. Namun, jika penerima tidak bisa membuktikan bahwa dana itu bukan suap maka dana tersebut disita oleh KPK,” ujar Abdullah.

Sebaliknya, dia menambahkan jika nilai gratifikasi kurang dari Rp 10 juta maka KPK yang akan membuktikan bahwa dana itu suap atau bukan. Namun jika KPK bisa membuktikan bahwa dana itu termasuk suap maka dapat disita KPK.

Diduga karena alergi dengan kritik dari wartawan Forwaka ruang kerja wartawani diganti  dengan ruanv yang sangat kecil/sempit  yang  hanya bisa untuk 4-5 awak media untuk mengetik di komputer lama milik Kejaksaan. Ironisnya ruangan tersebut sangat kecil dan berdesak-desakan.

Memang tidak dipungkiri,  komputer dan jaringan internet tetap disediakan. Namun, ruangan tersebut tidak bisa lagi digunakan untuk berdiskusi antar wartawan dan lainnya. (SUR).


No comments

Powered by Blogger.