Gugatan Terhadap Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri Mulai Disidangkan di PN Jakpus.
Teks foto: Kuasa Hukum Penggugat Anggiat BM Manalu S.Pd, SH dihadapan majelis hakim. |
JAKARTA,BERITAONE.CO.ID--Sidang gugatan terhadap Ketua Umum (Ketum) PDI-P yang bernomor register NO: 540/Pdt.G/PN Jk.Pst mulai digelar hari ini oleh majelis hakim yang diketuai Dra Susanti SH.MH di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat .Rabu(18/9/2024).
Setelah persidangan dibuka majelis hakim menanyakan tentang surat kuasa dari Penggugat dan Tergugat, kemudian hakim menyatakan kalau majelis menerima surat 5 dari 10 penggugat yang mencabut surat kuasa dan gugatan ini.
Sambil menunggu panggilan tergugat II, apakah saudara akan tetap meneruskan gugatan ini, karena 5 penggugat yang terdiri Sapri, Suwali, Sumanto, Jupri dan Sutomo mencabut surat kuasa dan gugatannya" kata mejelis hakim kepada kuasa Penggugat Anggiat BM Manalu S.P,d, SH.
Saya baru tahu atau medengar pencabutan surat kuasa dan gugatan kepada saya itu melalui media, dan belum menerima surat yang dimaksut secara langsung jawab kuasa penggugat Anggiat BM Manalu S.Pd,SH.
Ini bukan berita dari media lho, ini surat yang diterima majelis hakim dari 5 orang yang memberikan kuasa kepada saudara", kata majelis hakim yang dijawab kuasa Penggugat bahwa sidang tetap dilanjutkan.
Kami akan rapat dulu, tentang gugatan ini. Sidang gugatan dilanjutkan dengan nomor yang telah ada atau dengan gugatan yang baru dengan nomor gugatan yang baru juga" kata hakim, dan sidangpun ditunda 2/10/2024 mendatang.
Usai sidang Anggiat BM Manalu kepada wartawan mengatakan, majelis hakim akan rapat dahulu dan nanti hasilnya akan diputuskan pada 2 /10/202, sidang berikutnya akan berlanjut dengan gugatan baru atau cukup dengan nomor perkara yang lama, katanya.
Seperti yang beredar dimedia masaa, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Gugatan dengan nomor perkara 540/Pdt.G/2024/PN.Jk.Pst, tanggal 5 September 2024, oleh sejumlah kader PDIP.
Megawati dinilai harus bertanggung jawab atas semua surat rekomendasi (SK) PDIP terkait pencalonan kepala daerah di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Dimana SK rekomendasi ketua partai tersebut diduga dinilai cacat hukum dan menimbulkan keadaan yang sulit dikembalikan kepada keadaan semula secara hukum terhadap para anggota PDIP dan masyarakat seluruh Indonesia," kata Anggiat BM Manalu, kuasa hukum kader PDIP Djufri dkk.
SK dinilai cacat hukum, lantaran kepemimpinan Megawati di kepengurusan sudah selesai pada Agustus lalu. Karena masa kepengurusan sudah selesai, seharusnya kongres PDIP digelar.
"Sehingga (Megawati) tidak lagi berwenang untuk mengangkat dan melantik pengurus baru PDIP untuk tahun 2019-2024 hingga 2025," kata Anggiat.
Ia menjelaskan, sebelumnya setiap penyusunan pengurus, DPP PDIP harus melakukan kongres sesuai AD/ART PDIP. Sehingga kepengurusan PDIP periode 2019-2024 hingga 2025, tidak sah dan cacat hukum yang harus dibatalkan.
Perbuatan Megawati yang menyusun dan melantik pengurus baru DPP PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, tanpa prosedur yang tidak benar.
Hal itu merupakan perbuatan melawan hukum yang harus diluruskan dengan membatalkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI sebagaimana Nomor M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, tentang Pengesahan Struktur, Komposisi dan Personalia DPP PDIP Masa Bakti 2024-2025.
Selain itu, penerbitan SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, adalah perbuatan melawan hukum (PMH), karena tidak sesuai prosedur AD/ART dan adanya dugaan conflict of interest atau konflik kepentingan pribadi dari menteri terkait, kala itu.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, dalam kabinet Presiden RI Joko Widodo, yang juga pengurus inti DPP PDIP, diduga mendapatkan perintah dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri selaku Tergugat I," kata Anggiat.
Dalam perkara ini, Tergugat II adalah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo Cq. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Tugas dan kewenangan Tergugat dua dinyatakan dalam Pasal 4 UUD 1945 yang berbunyi; Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintah menurut Undang Undang Dasar. Oleh karena itu, tidak terjaminnya hak hak konstitusional dan hak asasi warga negara merupakan pelanggaran kewajiban hukum Tergugat II.
Dalam petitum gugatannya, Penggugat memohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan PMH tersebut dikabulkan seluruhnya. Majelis hakim dimohon supaya menyatakan Tergugat I dan Tergugat II dinyatakan bersalah melawan hukum.
"Memohon majelis hakim supaya menyatakan penerbitan SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, batal demi hukum. (SUR).
No comments