Sudah Keluarkan Rp 1,5 Milyar, Eksekusi Sebidang Tanah Tidak Selesai.
Teks foto : Kuasa hukum PT BPS Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI. |
Tidak terlaksanakannya eksekusi pengosongan lanjutan tersebut dikarenakan adanya putusan perdata NO: 767/Pdt.G/2019/PN.Jkt Brt dimana majelis hakim yang diketuai Bambang Budi Mursito SH dengan anggota Robet Hendrik Pasumah SH.MH dan Agus Pambudi SH.MH mengabulkan gugatan penggugat. Dalam hal ini penggugat mengaku sebagai ahli waris lahan yang dalam sita eksekusi tersebut. Putusan ini oleh Hartono dinilai Aneh.
Kasus ini bermula dari adanya pihak PT BPS selaku pemenang lelang dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
(KPKLN) Jakarta IV dimana Hioe Pujabi sebagai kreditur PT Bank CNB Niaga dalam pembayaran kreditnya macet. Maka pada tanggal 22 November 2017 sebidang tanah Surtipikat Hak Milik (HM) NO: 808/Tegalalur seluas 1543 M2 yang berada di jalan Kayu Besar 12 Kapuk, Jakarta Barat tersebut dilelalang, dan pemenangnya PT. BPS Sebagai pihak yang sah sebagai pemenang lelang atas tanah tersebut maka mengajukan permohonan eksekusi Pengosongan terhadap lahan dimaksut ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
(KPKLN) Jakarta IV dimana Hioe Pujabi sebagai kreditur PT Bank CNB Niaga dalam pembayaran kreditnya macet. Maka pada tanggal 22 November 2017 sebidang tanah Surtipikat Hak Milik (HM) NO: 808/Tegalalur seluas 1543 M2 yang berada di jalan Kayu Besar 12 Kapuk, Jakarta Barat tersebut dilelalang, dan pemenangnya PT. BPS Sebagai pihak yang sah sebagai pemenang lelang atas tanah tersebut maka mengajukan permohonan eksekusi Pengosongan terhadap lahan dimaksut ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Setelah pemohon melakukan pembayaran biaya eksekusi pengosongan lanjutan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang jumlahnya mencapai Rp 1 milyar lebih, pada tanggal 24 Oktober 2018 eksekusi pengosongan lahan dilangsungkan dan berbasil, tapi tidak 100%, karena yang sebagian lagi, 273 M2 masih dikuasai masyarakat.
Atas dasar saran dari pihak Kepolisian Tegalalur, sebagian tanah yang dikuasai warga seluas 273 M2 tersebut ditunda eksekusinya untuk 1 bulan kemudian.
Obyek eksekusi lelang berupa tahah SHM itu semula milik 4 orang yang antara lain H. Katjing, H Sanan, H Sanen dan H. Bolot dan dikuasai selama 20 tahun sejak 1993 sampai dengan 2013 .
Pada tahun 2013 terbitlah Akta Jual Beli (AJB), tanah menjadi milik Hioe Pujabi dan olehnya dijaminkan ke Bank CNB Niaga.
Ketika pemohon eksekusi minta kepada pihak Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk melaksanakan eksekusi pengosongan lanjutan, dan telah pula membayar biaya ratusan juta rupiah, hingga seluruhnya kalau ditotal biaya yang dikeluarkan Pemohon mencapai Rp 1,5 milyar, eksekusi lanjutan ini tidak bisa dilaksanakan karena adanya gugtan yang masuk di pengadilan setempat dimana sebagai penggugat adalah orang yang mengaku sebagai cucu H. Sanen. Sang cucu ini mengaku sebagi ahli waris.
Yang menjadi pertanyaan dari Hartono selaku kuasa hukum pemenang lelang, adalah; orang yang mengaku cucu H. Sanen ini dari istri yang keberapa? Istri sah atau siri ? Sebab dia tidak pernah menunjukan Surat Keterangan Waris (SKW) tersebut, katanya.
Dan yang sangat aneh, menurut Hartono , majelis hakim Bambang Budi Mursito SH yang memproses gugatan dengan perkara NO: 767/Pdt.G/2019/PN. Jkt.Brt tersebut mengabulkan gugatan penggugat.
" Ini sangat mengerikan, karena hakim mengabulkan penggugat sebagai Legal Standing, padahal tidak ada Surat Keterangan Waris (SKW) bahwa penggugat sebagai pewaris. Selain itu pemilik asal dari tanah tersebut yang jumlahnya 4 orang yang mengusai lahan selama 20 tahun juga tidak pernah komplen," kata Hartono.
Dan SHM NO: 808/Tegalalur tersebut sedang disita untuk eksekusi pengosongan yang masih belum selesai dan belum dicabut berdasarkan berita acara sita eksekusi NO: 08/2028/Eks.Jo NO: 646 /28/2017 tqnggal 6 Agustus jo penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat NO: 08/2018 Eks.jo NO: 646/28/2027, tanggal 30 Agustus 2018 dan seterusnya.
" Ini juga dapat diartikan bahwa majelis hakim yang diketuai Bambang Budi Mursito SH tersebut tidak mengahargai Ketua Pengadilan Neheri Jakarta Barat yang telah mengeluarkan Surat Eksekusi Pengosongan lahan sebelumnya." kata Hartono kepada wartawan di Kantornya, Jumat kemarin.
Oleh karena itu majelis hakim dalam perkara perdata 767/Pdt.G/2018/PN.Jkt Brt tersebut oleh Hartono dilaporkan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung yang beralamat di jalan A Yani Cempaka Putih Timur dengan pengaduan dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim tanggal 20 Januari lalu.
Surat leporan tersebut mendapatkan tanggapan dari Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Dr Andriani Nurdin SH.MH melalui suratnya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 20 Februari lalu. Dalam suratnya Andriayani Nurdin meminta klarivikasi kepada Ketua pengadilan Negeri Jakarta Barat atas kasus ini. (SUR).
No comments