Gerbang Kejagung Dibakar Massa, Menuntut Agar Novel Baswedan Ditangkap Dan Diadili


Pintu gerbang Kejagung yang dibakar massa.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Ratusan orang demonstran yang menamakan diri Himpunan Aktivis Milenial HAM Indonesia menggeruduk Kejaksaan Agugung (Kejagung) dan  menuntut agar menangkap dan mengadili penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Novel Baswedan, Senin 30 Desember 2019.

Dalam aksinya para demontras yang semula tidak diijinkan masuk kedalam  gedung Kejagung, mengamuk dengan berbagai macam cara.
Mereka ada yang melakukan orasi diatas mobil komando, ada juga yang  melempari petugas polisi dan Kejaksaan dengan batu, telor ayam, gelas air mineral, kayu dan lain sebagainya. 

Massa pendemo sedang melakukan aksinya.
Mereka rupanya semakin beringas dalam aksinya, dan mengatakan   " Kita sudah minta baik baik untuk bertemu Jaksa Agung, tapi petugas tidak menggubris.
Ayo bakar, bakar dan bakar terus," kata  seorang aktifis diatas mobil komandonya.
Maka pintu gerbang Kejagung dibakar oleh mereka dengan tumpukan kerangka  kerenda mayat, kayu kayu dan bambu, ban mobil serta lainnya.

Dalam sekejap api membakar pintu gerbang Kejagung, yang semakin lama semakin besar, tapi berhasil dipadamkan oleh polisi dengan menyembrotkan isi cairan  alat pemadam kebakaran.

Para pendemo dalam melakukan aksinya
mereka menuntut tiga hal terkait kasus penganiayaan dan pembunuhan  yang dilakukan Novel Baswedan  terkait kasus pencurian sarang burung walet yang terjadi di Bengkulu beberapa tahun silam.

Tiga hal yang mereka tuntut yaitu agar Kejaksaan Agung  untuk segera menangkap dan mengadili Novel Baswedan, Demi kebenaran, segera limpahkan perkara Novel Baswedan ke Pengadilan,  demi keadilan, negara haram melindungi penganiaya dan pembunuh,” kata  Asep Irama  dalam keterangan persnya.

Asep mengatakan, Novel merupakan tersangka kasus “burung wallet” tahun 2004 silam di Bengkulu, yang menyebabkan terduga pelaku pencurian meregang nyawa sebelum diputus bersalah dan melanggar hukum oleh pengadilan.
“ Perbuatan Novel ini  merupakan tindakan keji dan sadis, serta  pelanggaran serius terhadap HAM.

Tapi aneh  kasus sampai saat ini belum tuntas. Pantas jika publik marah, pasalnya di mata konstitusi semua warga negara memiliki kedudukan yang sama rata,” ungkap Asep.

Dalam kasus ini, lanjutnya, Novel terbukti meminta anak buahnya membuat pengakuan jika dia yang melakukan penembakan, bukan dirinya. “Aksi cuci tangan yang keterlaluan,” sebutnya.
Hasil penyelidikan dan penyidikan polisi, Novel Baswedan terbukti melakukan penembakan kepada korban.

Begitu juga dengan kejaksaan yang sudah melimpahkan berkas perkara tersebut ke pengadilan.

“Namun Kejaksaan Agung tiba-tiba memutuskan untuk menghentikan penuntutan perkara Novel Baswedan.

Penghentian itu dituangkan dalam Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Nomor B-03/N.7.10/Ep.1/02/2016, yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu,” katanya.

“Publik marah dan geram, karena Novel selama ini dianggap sebagai sosok suci dan tak berdosa.

Padahal tidak lebih dari pembunuh yang menghabisi orang yang belum tentu bersalah,” jelas Asep.

Setelah mereka tetap  keras dalam aksinya, dan mendobrak pintu  gerbang Kejagung  akhirnya lima orang perwakilan demontras diterima pihak kejagung yaitu oleh Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono.

Kepada mereka  Hari Setiyono mengatakan, akan segera menyampaikan aspirasi para peserta aksi kepada Burhanuddin.

"Perwakilan pendemo sudah saya terima. Aspirasinya kita dengarkan dan akan dilakukan pendalaman untuk bahan laporan kepada pimpinan,” katanya. (SUR).



No comments

Powered by Blogger.