Prof Dr. OC Kaligis Persoalkan Perlakuan Istimewa Penegak Hukum Terhadap Tersangka Prof Denny Indrayana
Tersangka Prof Denny Indrayana |
Dalam surat terbuka tertanggal 11 November 2019 yang disampaikan kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 12/11/2019, Prof Dr Otto Cornelis Kaligis yang biasa disebut OCK, mempersoalkan tentang Prof Denny Indrayana yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Inplementasi/Pelaksanaan Payment Gateway pada Kemenkumham RI, namun yang bersangkutan mendapatkan perlakuan istimewa dari penegak hukum.
Karena yang bersangkutan Prof Denny Indrayana tidak dicekal seperti yang dilakukan Komisi Pemeberantasan Korupsi ( KPK) terhadap tersangka korupsi lainnya.
Prof Dr. OC Kaligis SH.MH.
|
Untuk itu juga, telah dilakukan tindakan tindakan hukum berupa pemanggilan dan pemeriksaan saksi saksi, Ahli dan tersangka.
Antara lain; telah melakukan pemeriksaan terhadap 93 orang saksi. Telah melakukan pemeriksaan terhadap 7 Saksi Ahli. Telah melakukan pemeriksan terhadap tersangka.
Dan telah pula melakukan penyitaan barang bukti dari saksi dan tersangka antara lain ; 13 bendel berkas Paymant Gateway Dirjen Imigrasi tahun 2014. 772 lembar surat, 77 print- out email, dan laporan keuangan hasil infestigasi dalam rangka penghitungan kerugian negara atas implementasi Paymant Gateway pada Kementrian Hukum dan Ham RI TA 2014 NO: 60/HP/XIV/07/2015 tanggal 9 Juli 2015.
Dari bukti bukti yang ditemukan polisi sejak dimulainya penyidikan tahun 2015, polisi menyimpulkan bahwa Prof Denny Indrayana disangka korupsi dengan melanggar pasal 2 dan 3 Undang Undang Tipikor.
Dan Mabes Polri telah melakukan gelar perkara dengan hasil akhir meningkatkan Prof Denny Indrayana memjadi tersangka. Namun yang bersangkutan tidak dicekal. Jika dibandingkan dengan suap Rp 5 sampai 10 Juta oleh kurang lebih 40 orang anggota DPRD Malang, mereka lansung dicekal dan diadili.
Sama halnya dengan kasus ex meneteri Jero Wancik, Surya Dharma Ali, Gubernur Barabas Sebu. Hasil pemeriksaan BPK mengenai kerugian negara, adalah nihil.
Dan masih banyak hasil pemeriksaan BPK tanpa bukti, hanya dengan kesaksian de auditu (kesaksian katanya) yang menyebapkan yang bersangkutan divonis bersalah, sekalipun kesaksian itu telah disangkal, tanpa adanya bukti uang suap yang disita.
Karena penyidik yang tidak progesional, menyebabkan Syaifudin Arsyad Tumenggung dan Sofyan Basir akhirnya divonis bebas. Sebaliknya oknum oknum KPK yang terlibat pidana perkaranya tidak berlanjut ke Pengadilan.
" Saya pernah melaporkan saudara Prof Denny Indrayana karena pernyataannya di Medsos, yang mengatakan bahwa Pengacara Hanya membela Kasus Korupsi karena uang.
Tapi laporan pidans itu tidak dilanjutkan oleh Polda Metro Jaya, sekalipun saya telah di BAP. Buktinya dia sendiri jadi pengacara Maikarta yang tersandung perkara korupsi", kata OCK.
Banyak yang menginginkan perkara korupsi Prof. Denny Indrayana lanjut ke pengadilan. Hanya mereka pessimis, apa hal ini mungkin terjadi, menimbang adanya tangan tangan siluman (invisible Hand) yang berperan agar baik polisi maupun kejaksaan, pasti berlama lama menyelesaikan perkara tersebut yang sudah berjalan kurang lebih 4 tahun.
Walaupun polisi menyatakan berkas perkara lengkap, pasti kejaksaan mengembalikan berkas itu, dengan sejuta petunjuk.
Sampai sekarang kasus Prof. Denny Indrayana, tidak jelas nasibnya, karena untuk kasus ini tidak terjadi transparansi untuk diketahui masyarakat.
Mudah mudahan sangkaan saya bahwa polisi ikut melindungi Prof. Denny, atau kejaksaan ikut berkonspirasi untuk tidak melanjutkan perkara Prof. Denny, adalah assumsi yang keliru.
" Saya sendiri pessimis perkara Prof. Denny akan bisa berlanjut ke pengadilan. Hanya Bapak Presiden yang bisa melanjutkan perkara korupsi Denny ke pengadilan," tambahnya.
Prof. Denny tersangka koruptor, yang di Mahkamah Konstitusi menghendaki agar Pilpres Jokowi-Ma'ruf Amin dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.
" Semoga surat terbuka ini mendapatkan perhatian yang serius baik dari Bapak Kapol maupun dari Bapak Jaksa Agung yang baru dilantik, dengan sumpah akan menegakkan hukum tanpa tebang pilih", harap OCK diakhir surat terbuka ini. (SUR).
No comments