Sejumlah Alasan Prof Dr. OC Kaligis SH. MH Menggugat Gubernur DKI Jakarta.

Teks foto: Prof Dr OC Kaligis SH.MH.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Tentang langkah  pengacara senior Prof Dr. Otto Cornelis Kaligis SH.MH memggugat Gubernur DKI Jakarta Anied Rasyid Baswedan,  memang bukan tanpa alasan yang mendasar, melainkan memiliki sejumlah penyebab yang melatar belakanginya.

Prof Dr.  Otto Cornelis Kaligis SH.MH yang juga akrap disebut  OC Kaligis, mengatakan, menggugat
Bambang Widjojanto (BW) karena dia merupakan  komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) . BW  diberhentikan  dari KPK  tidak dengan hormat. Kemudian  yang bersangkutan BW,  tidak mendapatkan gaji karena persoalan pidana di KPK. Dia menggugat ke MK juga kalah," kata OC Kaligis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kepada wartawan usai sidang , kemarin.

Ditempat yang baru, di Pemda DKI Jakarta, dia mendapatkan tempat yang basah,  Sekarang dia  (BW),  kabarnya menangani masalah masalah tanah di  Pemda DKI Jakarta.

"Yang jadi masalah,  katakanlah gaji pegawai negeri,  dibandingkan dengan gaji dia Rp 40 juta/bulan,  itu dari APBD. Sementara  orang yang didalam itu kasihan, yang di bagian hukum itu paling paling  gaji pokoknya Rp 5 jutaan," kata OC Kaligis.

Mengapa dia ambil tempat itu,  karena disitu banyak perkara soal tanah. Diborong semua sama dia. Padahal kalau dia buka kantor pengacara, belum tentu  akan  laku," tandas Kaligis.

Dikabarkan sekarang ini dia beada/menempati  lantai 16 gedung  Balaikota. Sedangkan misi Gubernur   pemerintahan yang bersih atau bebas dari KKN. 

Pengacara kondang ini jadi bertanya, pernah gak namanya (BW)  direhabilitir? Kasus diponeering tidak penah direhabilitasi. Kalau di SP3 atau memenangkan pra pradilan, direhabilitir.
Untuk itu OC Kaligis ingin lihat, sejauh mana gubernur yang baru ini bersih dari KKN. 

Tapi kenapa dia pakai BW untuk kepentingannya. Supaya  dekat dengan Novel Baswedan? Kita tidak bisa berpendapat," katanya.

Sebenarnya kalau dia bersih, OC Kaligis mau beritahukan bahwa BW itu tidak pernah direhabiliter namanya. Mestinya dia diberhentikan karena gajinya dari negara, atau dari APBD.

Ada Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangungan  (TGUPP) dinaikan semua gajinya. Bagaimana menurut Prof?  "Itu uang negara semua. Itu namanya pemborosan. 

Makanya saya bilang waktu jaman Ahok, barang kali angggaran kan cuma Rp1 miliar. Sekarang naik menjadi Rp 20 miliar. Ada apa itu? Waktu Ahok transparan. Kalau pemerintahan yang bersih,  ya kaya Ahok lah. Kalau ini ditanya, tidak transparan," ujarnya lagi.

Ini mediasi terakhir? "Iya, saya mau lihat tertulisnya dari Gubernur. Dia mau menyelesaikan secara mediasi atau terus. Kalau mau terus, saya akan membuktikan itu adalah anggaran dari APBD," paparnya.
Apa tanggapan dari kuasa Gubernur tentang mediasi terahir ini, kejar wartawan. 

"Gubernur kesulitan  menjawab gugatan saya," imbuhnya.
Sehubungan  tidak terjadi perdamaian antara Penggugat dengan Tergugat dalam tahap mediasi yang dlakukan  hakim Sukereni, SH, MH maka,  sidang berikutnya  dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara (membacakan gugatan Penggugat) dihadapan majelis hakim perdata  pimpinan Rosmina, SH, MH.

Dalam  perkara menggugat terhadap  Gubernur DKI Jakarta ini, OC Kaligis sebagai  prinsipal tampil sendiri ke persidangan. Padahal puluhan asistennya berikut staf di kantornya datang menemani advokat senior Indonesia ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pada kesempat ini OC Kaligis bisa bertemu dengan sahabat sahabat lamanya sesana  advokat senior, musalnya  Rudy Lontoh, Maqdir Ismail dan lainnya  datang menyalaminya  sebelum bersidang. 

Selain itu OC Kaligis dapat berjupa dengan   mantan Ketum Partai Golkar dan Ketua DPR, Setya Novanto. 

Maka tak heran kalau mereka  terlihat ngobrol serius  di lantai dua gedung pengadilan itu, karena sama sama warga binaan di LP Sukamiskin Bandung Jawa Barat.

OC Kaligis menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies lantaran mengangkat BW sebagai Ketua Komite Pencegahan Korupsi (KPK)  di Pemda  DKI, padahal diketahui yang bersangkuta merupakan tersanka dalam kasus tindak pidana yang dideponering oleh Kejaksaan Agung.

OC Kaligis menggugat agar BW diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK di Pemda DKI Jakarta dan minta   ganti rugi  senilai Rp 1 juta (satu juta), kepada Gubernur DKI Jakarta, karena Tergugat melakukan PMH (Perbuatan Melawan Hukum).

Sedangkan untuk kerugian immaterril  akibat perbuatan Tergugat tersebut Penggugat telah dirugikan baik waktu, tenaga dan pikiran yang semuanya tidak dapat diukur dengan uang akan tetapi dalam perkara a quo untuk memberikan kepastian hukum atas perbuatan Tergugat, maka Penggugat menuntut ganti rugi immateriil sebesar Rp 10 juta.

Padahal pada masa kampanye menjadi Gubernur, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mengkritik berat perbuatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para birokrat. 

Tapi kenyataannya Gubernur Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mengangkat BW yang menyandang status tersangka deponeering.

Hal ini menurut Kaligis, tentu harus dilawan melalui gugatan pengadilan sekalipun Penggugat sadar bahwa para hakimpun ketika memutus perkara melawan kelompok KPK, akan dirusak atau dicari cari kesalahannya melalui media pendukung KPK.

Contohnya hakim yang mengalahkan KPK dalam perkara Praperadilan Jenderal Polisi Budi Gunawan atau hakim Praperadilan yang menangani Setya Novanto.

Gugatan terhadap Gubernur dilayangkan Penggugat karena mengangkat BW yang berstatus tersangka sebagai Ketua Komite Pencegahan Korupsi. 

"Atas perbuatan Tergugat dinilai menciderai tujuan Gubernur DKI Jakarta dalam menjaga pemerintahan yang bersih hukum, tambah Kaligis.

Sebagaimana diamanatkan  oleh Undang Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Faktanya  BW yang diangkat sebagai Ketua Konite Pencegahan Korupsi memiliki rekam jejak yang negatif, ungkap Kaligis dalam gugatannya.

Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas, Penggugat Kaligis dalam petitum gugatannya meminta juga kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini supaya menghukum Tergugat untuk memecat  BW sebagai ketua KPK di Pemda  DKI Jakarta. (SUR).




No comments

Powered by Blogger.