Meganya HUT PTBA Ke 38 Tahun, Ada Warga Bukit Munggu Korban Relokasi PTBA Hidup Digaris Kemiskinan
MUARA ENIM, BERITA-ONE. COM-Dihari HUT PTBA ke-38 tahun dan 100 tahun penambangan, yang katanya memecahkan Record Dunia dan pecahnya Rekor Muri serta kegembiraan peserta panjat pinang dan para pengujung dalam memeriahkan Hari Ulang Tahun Ke 38 tahun tersebut, terdapat seseorang lelaki berusia sekitar 56 tahun, asyik seakan tak perduli dan mencari mengambil bekas botol air mineral.
Kalau kita dibandingkan dengan kemewahan juga kemegahan dan kekayaan PT Bukit Asam(perseroh)Tbk ini, yang sudah lama mengeksploitasi kekayaan alam di wilaya Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim,selama puluhan tahun,Sementara ada seorang warga yang hidup di lingkungannya didera kemiskinan, dengan cara mengais rizki dengan cara mencari mengambil botol plastik bekas air mineral yang banyak dibuang di sekitar panggung kegiatan lomba panjat pinang tersebut.
“Inilah pekerjaan saya, Pak. Yah, kalau tidak mencari barang bekas dan botol air mineral kosong, bagaimana saya bisa memperoleh uang untuk membeli beras bagi istri dan anak-anakkku, ” ujar Somad, Sabtu (2/3/2019).
Pekerjaan Somad sehari-hari memang mencari barang-barang bekas yang dijualnya ke pengepul. Sebab sejak direlokasi dari kampungnya di Bukit Munggu kelurahan Pasar Tanjung Enim, ia sudah tidak memiliki pekerjaan tetap.
“Dulu, sebelum direlokasi PT Bukit Asam, saya bekerja sebagai petani. Sekarang saya sudah tidak ada lagi lahan setelah diambil alih perusahaan tambang terbesar di Indonesia tersebut, ” tukasnya.
Sebenarnya, sebelum Somad melepaskan tanah dan tempat tinggalnya, ia sudah berpikir jauh terkait masa depan anak-anaknya. Karena sebagian warga sudah melepaskan tanah dan tempat tinggalnya ke PT Bukit Asam, akhirnya Somad ikut-ikutan melepaskan lahan tempat tinggal yang sudah dihuninya selama lima generasi.
Sebelum melepas lahan perkebunan dan tempat tinggalnya, mereka selalu mendapat intimidasi dari oknum tertentu. Dari tahun ke tahun, tanah dan jalan tempat tinggalnya mulai bergerak dan bergetar. Bahkan tanah jalan yang berada sekitar 15 meter dari bibir tambang, sudah mulai retak. Bahkan mereka hingga 50 sentimeter.
“Saat itu saya takut bukan main. Setelah berkoordinasi dengan istriku, akhirnya kami melepas tanah perkebunan dan rumah tempat tinggal yang kami cintai itu ke PT Bukit Asam, ” urai Somad sempat menitikkan air mata.
Setelah dua tahun ia tak ke kebun lagi, akhirnya Somad memutuskan untuk bekerja sebagai pemulung. Meski pada awalnya ada perasaan malu, tapi karena kebutuhan hidup lebih mendesak, akhirnya Somad menyandang karung plastik untuk mengumpulkan barang-barang bekas dari satu tumbunan sampah ke timbunan sampah lainnya.
Sementara usaha PT Bukit Asam menggali mutiara hitam di kandungan bumi Tanjung Enim semakin menggemukkan keuntungan perusahan tambang batu bara nasional yang tak mempedulikan kemiskinan dan kesengsaraan warga di sekitarnya.
Berapa penghasilan yang diperoleh dari barang-barang bekas hasil pengumpulannya dari timbunan sampah?
Somad mengatakan tidak menentu. Bahkan semakin banyak pengumpul barang bekas, penghasilannya saat ini semakin sulit. “Sulit sekali, Pak. Mencari uang Rp 20 ribu sehari, saya harus membanting tulang ke sana-sini, ” kata Somad sembari menyeka keringat yang mengucur di dahinya.
Daripada tidak bekerja dan tak memiliki penghasilan, ada baiknya ke luar rumah, mengais sampah yang ditemui untuk mencari botol plastik bekas air mineral dan barang lain yang bisa dijual ke agen pengepul barang daur ulang.
Melihat ada keramaian dalam lomba panjat pinang, Somad pun mencoba mengais rezeki dari cangkir dan botol plastik bekas air mineral. “Yah siapa tahu mendapat barang bekas yang lumayan. Hasilnya bisa untuk menapkahi anak isteriku, ” ujar Somad seraya mengambil botol bekas yang dibuang penonton panjat pinang.(Tas)
No comments