Kajati Maluku Chuck Suryo Sumpeno Dan Rekanya Mulai Diadili Dipengadilan Tipikor Jakarta

Terdakwa Chuck Suryo Sumpeno SH
Jakarta BERITA-ONE. COM-Tim Jaksa dari Kejaksan Agung (Kejagung)  dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan mulai  menyidangkan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Chuck Suryo Sumpeno SH  dan rekannya di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 6 Maret 2019.

Kuasa Hukum Terdakwa
Dengan majelis hakim yang diketuai Iim Nurohmat SH, tim jaksa yang dikomandoi  Sugeng Riyanta SH dalam dakwaannya secara global antara lain mengatakan,  para terdakwa, Chuck Suryo Sumpeno SH , Ngalimun SH , dan notaris Zaenal Abidin SH (disidang secara terpisah)  baik bersama-sama atau sendiri-sendiri telah melakukan tindak pidana korupsi yang  menguntungkan diri sendiri, orang lain
atau suatu koorperasi hingga negara memderita kerugian sekitar Rp 32 milyar lebih.

Perbutan yang  mereka lakukan antara tahun 209 sampai dengan 2015 tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut; terdakwa  Ngalimun yang waktu itu sebagai Kasi Datun Kejari Jakarta Pusat telah mendapatka naskah Vonis dari Pengadilan negeri Jalarta Pusat terhadap Hendra Raharja (HR)  yang dihukum seumur hidup dan diwajibkan mebayar uang penggari Rp 1,9 triliun lebih. Dan Putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Untuk mempercepat dipenuhinya uang pengganti  Hendra Raharja kepada negara yang jumlahnya Rp 1,9 triliun lebih itu pihak kejaksaan mencari aset aset HR yang belum disita oleh negara.

Setelah dilakukan pencarian, ditemukan tanah seluas 29 ribu M2 lebih di Pulojahe, Cakung Jalarta Timur atas nama istri HR yang bernama Sri Swastuti yang kala itu sedang dilakukan pembangunan komplek  perumahan " Jatinegara Baru " oleh PT Pembangunan Jaya yang bekerja sama dengan PT Cakra Laras Asri.

Selanjutnya pada sekitar tahun 2011, mereka, Kepala Pelaksana Harian Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Chuck, Kasi Datus Kejaksan Negeri Jakarta Pusat Ngalimun,   dan Adi Kusumah keluarga HR, serta Sri Swastuti sebagai istri HR dan lainnya,  menyeyepakati kalau tanah itu dijual saja.

Sebagai penjual Sri Swatuti/istri HR, dan Adi Kusumah sebagai pembeli, dengan harga Rp RP 500 ribu/M2, padahal tanah dilokasi itu  harganya Rp 1100 ribu/M2-nya.

Tapi kemudian oleh Adi Kusumah tanah tersebut  dijual kembali kepada PT Cakra Laras Asri, pengembang lokasi tersebut.
Jual beli antara Sri Swastuti dengan  Adi Kusumah  dilakukan dihadapan notaris Zaenal Abinin SH  (juga sebagai terdakwa) diwilayah Jalarta Barat. 

Dan hasil jual beli tanah tersebut, Adi Kusumah  mendapat
Rp 300 ribu/M2 dan Sri Swastuti mendapat Rp 200 ribu/M2-nya. 

Uang milik Sri Swatuti/istri HR tersebut diserahkan ke Kejaksaan sebagai pembayaran uang pengganti HR.

Katanya, jumlah penjualan objek tanah tersebut berjumlah Rp 12 milyar, tapi yang disetorkan kekas negar/kejaksaan hanya 2 milyar. 

Dan yang Rp 10 milyar dibagi bagikan kepada mereka yang berperan dalam  proses penjualan tanah tersebut. Pada tahun 2015 kasus ini mulai teruangkap.

Perbuatan  mereka menimbulkan kerugian megara sekitar Rp 32 milyar lebih. Mereka
disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selama persidangan, khususnya Ngalimun didampingi penasehat hukum Yulianto PakpahanAH.MH dan  Mangapul  Sitorus SH akan menmpaikan eksepsi terhadap dakwaan Jaksa minggu depan (SUR).


No comments

Powered by Blogger.