Kajagung Serahkan Barang Rampasan Kapal Kepada Kementerian Perikanan Dan Kelautan

Penyerahan Kapal Secara simbolik
Jakarta,BERITA-ONE.COM.
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melakukan serah Terima Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara Hasil Tindak Pidana Perikanan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI di Jakarta,  Kamis 14 Februari 2018

"Penyerahan Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Rampasan Negara ini tentunya didasari atas pertimbangan untuk mengoptimalisasikan pengelolaan aset yang baik sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam menunjang kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian atau lembaga yang membutuhkan, yang dalam hal ini bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI" kata Jaksa Agung H.M Prasetyo SH.

Dan Jaksa Agung menambahkan, saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Menteri Keuangan, atau yang mewakili, dimana atas sepersetujuan Kementerian Keuangan maka barang rampasan negara berupa 1 (satu) unit kapal MV Silver Sea 2 GT 2285 beserta isinya dan dokumen-dokumen kapal dengan nilai sebesar Rp 11,7 milyar lebih yang berasal dari perkara Tindak Pidana Perikanan atas nama YOTIN KUARABIAB, sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Sabang Nomor: 21/PID.Sus/2017/ PN. SAB tanggal 19 Oktober 2017, telah ditetapkan status penggunaannya, sehingga dapat diserahkan dan dimanfaatkan bagi kepentingan pelaksanaan tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.

Sebagai negara kepulauan dan negara maritim terbesar di dunia yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, dimana 71 persen luas wilayah Indonesia merupakan laut dan hanya 29 persen sisanya adalah daratan, Indonesia niscaya memiliki potensi sumber daya alam yang berasal dari laut sedemikian besar.

Terlebih Indonesia adalah kawasan paling dinamis dalam percaturan ekonomi maupun politik global karena secara geografis Indonesia terletak di antara 2 (dua) benua, yaitu Benua Asia dan Australia, serta 2 (dua) samudera, yaitu Samudera Hindia dan Pasifik. Kondisi yang sedemikian strategis tersebut tentunya telah membuka peluang besar yang dapat mengantarkan Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia.

Di tengah letaknya yang strategis serta kekayaan dan potensi yang melimpah ruah tersebut, realitas menunjukkan Indonesia kerap dihadapi pada berbagai permasalahan sehubungan dengan wilayah lautnya.

Fenomena berbagai tindak pidana yang terjadi di kawasan perairan, seperti tindak pidana perikanan (Illegal fishing), telah menjadi ancaman serius yang acapkali memberikan dampak multi dimensi, seperti kerusakan lingkungan hidup, hilangnya biota laut, serta menimbulkan kerugian ekonomis, yang pada akhirnya meruntuhkan kedaulatan Indonesia di laut, terlebih menjauhkan dari cita-cita besar sebagai Poros Maritim Dunia.

Mendasari pada kenyataan sedemikian, maka sudah barang tentu penegakan hukum yang kuat, tegas, dan profesional merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam rangka mengukuhkan supremasi kewibawaan, kedaulatan, dan hukum di wilayah laut Indonesia, terlebih hadir untuk memastikan terciptanya pemberdayaan potensi maritim guna mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Masih kata Jaksa Agung,  disamping sebagai ikhtiar untuk memberikan dukungan penuh kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mengefektifkan upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Perikanan, terlebih guna medorong terwujudnya visi besar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, saya juga memandang penting penyerahan barang rampasan negara ini sebagai sebuah simbol bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) telah menyesuaikan orientasi penegakan hukum yang selama ini dilakukannya.

Dalam perkembangannya, Penegak Hukum tidak lagi hanya berupaya untuk mengejar lalu menghukum pelaku secara konvensional dengan cara menerapkan pidana penjara melalui pendekatan follow the suspect semata, melainkan juga senantiasa diarahkan pada pendekatan follow the money dan follow the asset.

Pendekatan yang mana telah mengubah arah maupun kebijakan penegakan hukum yang juga turut memastikan bahwa hukuman haruslah dapat melucuti serta memotong aliran dan akses pelaku ke aset-asetnya yang merupakan “urat nadi” bagi pelaku kejahatan melalui upaya pelacakan, pembekuan, penyitaan, dan pada gilirannya bermuara pada upaya merampas aset atau properti milik pelaku, baik aset yang digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana maupun aset yang dihasilkan dan diperoleh dari tindak pidana yang dilakukannya.

Melalui kombinasi pendekatan sedemikian, setidak-tidaknya terdapat 2 (dua) hal positif yang dapat kita peroleh.

Pertama, instrumen perampasan aset ingin memberikan pesan yang kuat kepada pelaku, bahwa sesungguhnya melakukan tindak pidana adalah merupakan perbuatan yang tidak memberikan keuntungan (crime does not pay), melainkan justru merugikan karena aset sejatinya akan dirampas.

Sehingga melalui upaya ini diharapkan efek penjeraan akan berjalan efektif dan langsung menyasar pada hasrat seseorang yang akan menjadi enggan atau tidak memiliki motivasi sama sekali untuk melakukan tindak pidana.

Kedua, keberadaan benda sitaan, barang rampasan dan benda sita eksekusi sebagai aset, pada gilirannya akan dipandang sebagai sesuatu yang penting karena merupakan bagian yang utuh dan tidak terpisahkan dari penanganan dan penyelesaian suatu perkara pidana.

Cara pandang tersebut diharapkan menginisiasi munculnya upaya semaksimal mungkin dan terintegrasi secara baik di setiap tahapan penegakan hukum, untuk menjaga dan mempertahankan agar nilai aset yang berasal dan ada kaitannya dengan tindak pidana menjadi tidak berkurang, dapat segera dikelola, dan dipergunakan, serta dimanfaatkan dengan baik, sebagai bentuk upaya yang konkret dalam mengoptimalisasikan penyelamatan dan pemulihan kekayaan negara (asset recovery) yang diakibatkan dari suatu kejahatan.

Kesungguhan Pemerintah dalam memerangi tindak pidana perikanan secara konkret tercermin dari upaya percepatan proses penyelesaian terhadap barang rampasan negara sebagai persoalan yang juga turut mendapat perhatian dan menjadi prioritas Pemerintah.

"Pada hakikatnya asset recovery tidak hanya sekadar melakukan penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, dan perampasan aset, tetapi juga berkenaan pelaksanaan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai bentuk penuntasan dalam penyelesaiannya yang dapat dilakukan antara lain dengan cara: lelang, menetapkan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan dalam bentuk hibah, pemusnahan, atau penghapusan.

Sehingga dengan demikian melalui kegiatan ini, kita bersama-sama telah turut memastikan bahwa aspek pengelolaan aset tindak pidana telah berjalan dengan baik dan optimal, serta berkorelasi positif untuk mendukung terciptanya keberhasilan program asset recovery, kata Jaksa Agung menambahkan.

Dalam acara ini dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Ibu Susi Pudjiastuti beserta jajarannya,Wakil Jaksa Agung RI, Para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia dan Para Staf Ahli Jaksa Agung Republik Indonesia,

Jajaran Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI,
Para Pejabat Eselon II dan III di lingkungan Kejaksaan Agung RI (SUR).

No comments

Powered by Blogger.