Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Dipraperadilankan .

Gedung  Kejaksaan Tinggi D.I Yogyakarta.

Yogyakarta,BERITA-ONE.COM-Dinilai melakukan tindakan  kesewenang-wenangan, Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta di Praperadilankan. Hal ini dikatakan oleh kuasa hukum Pemohon, Hartono Tanu Widjaja SH.MH.MSI di Jakarta, akhir November 2018.

Menurut rencana,  sidangan perdana  kasus ini baru akan digelar di Pengadilan Negeri Yogyakarta 6 Desember mendatang dengan hakim tunggal  A. Suryo Hendratmoko SH.

Pemohon Nand Kumar alias Nand Kumar  W. Keswani, dalam persidangan Praperadilan ini  akan didampingi sejumlah pengacara dari Jakarta dan Yogyakarta yang antara lain Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI, H.A Muslim Murjianto,SH.M.Hum, Syamsudin H. Abas SH, Widodo Priyanta SH dan  Priyana Suharta SH.

Dalam petitum permohonannya, kuasa hukum  meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara ini untuk mengabulkan permohonan Pemohon  seluruhnya, dan menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan dugaan melakukan tindak pidana korupsi, adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Oleh karenannya,  penetapan tersangka aquo tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Selain itu, hakim juga diminta untuk menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon, khususnya terkait kapasitasnya sebagai Tersangka.

Selebihnya, hakim dimihon untuk  memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta  martabatnya. Bila hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.

Awal mula terjadinya Praperadilan ini karena,  Pemohon Nand Kumar alias Nand Kumar W. Keswani sebelumnya melakukan Perikatan Jual Beli dengan Munesh Kumar atas tanah dan bangunan dengan sutifikat hak milik (SHM) NO: 2768/Condong Carur dengan luas tanah  900 M2 atas nama Pemohon Nand Kumar  seharga Rp16 milyar,  dimana tanah tersebut sedang dibebani hak tanggungan oleh PT. Bnak UOB Indonesia Tbk. Tanah yang dimaksut  terletak di Affandi Gejayan Km 7 NO: 2 Kelurahan Cindong Catur, Kecamatan Depok,Sleman,Yogyakarta.

Jual beli yang terjadi pada 27 Januari 2014 ini mempunyai syarat, yaitu jula beli berlangsung selama 30 bulan. Bila pembeli Munesh Kumar tidak dapat membayar lunas dalam waktu 30 bulan tersebut, pembeli Munesh Kumar bersedia memberikan konpensasi Rp 160 juta setiap bulannya kepada penjual Nand Kumar. Dan ternyata pembeli memang tidak bisa  menepati janjinya, sehingga membayar kompensasi sebanyak 5 kali. Selebihnya pembeli  tidak bisa membayar lagi kompensasi  Rp 160 juta/bulan tersebut.

Pada 23 Oktober 2014 Munesh Kumar/pembeli menghubungi Nand Kumar/penjual dan menyarankan agar surtipikat miliknya  itu diserahkan kepada Notaris-PPA Muhammad Firdauz Ubnu Pamungkas SH  karena akan dibayar tunai keesokan harinya, 24 Oktober 2014.

Pada keesokan harinya, 24 Oktober 2014, di Bank BNI bundaran UGM lantai II, atas permintaan , Pemohon  datang ketempat tersebut, dan  ditempat ini sudah  ada Notaris Muhammd Firdauz Ibnu Pamungkas, Munesh Kumar, Moh Imam Pimpinan Cabang BNI Yogyakarta dan lainnya.

Pada saat itu Pemohon langsung menanyakan  kepada Pembeli Munesh Kumar, " Mana uang pembelian ruko itu?  Yang menjawab dari pihak BNI dengan menyatakan, uangnya akan dibayar melalui Fasilitas Kredit  yang diajukan Pembeli/Munesh Kumar, sambil menyodorkan surat pernyataan yang harus ditanda Pemohon.

Meski Pemohon sebelumnya keberatan, karena ada kalimat yang menyatakan bahwa Pemohon telah menerima uang tunai Rp 5 milyar, padahal Pemohon tidak pernah menerima, akhirnya menandatangai surat pernyataan tersebut setelah pihak BNI meyakinkan  Pemohon dengan cara  memberikan buku rekening atas nama Pemohon.

Setelah diperiksa, ternyata yang pembelian atas tanah dan bangunan milik pemohon sebesar Rp 16 milyar telah diterima secara utuh ke Rekening  Pemohon yang berasal dari pemindahbukuan dana  dari rekening Munesh Kumar di Bank BNI Cabang Yogya. Selain itu Munash Kumar juga telah membuat surat pernyataan yang isinya tidak penah membayar uang muka Rp 5 milyar kepada Nand Kumar/Pemohon.

Pada saat yang sama,  Pemohon juga diminta untuk menandatangani dua buah kwintansi kosong yang katanya akan diisi nilai transaksi pembelian tanah dan bangunan milik pemohon senilai Rp 16 milyar, dan yang satunya untuk validasi pajak. Setelah itu Pemohon dipersilahkan untuk meninggalkan kantor BNI cabang Yogyakarta.

Selanjutnya Pemohon meminjamkan uang secara bertahap Rp 3,65 milyar di Bank BNI cabang Yogyakata dan Rp 350 juta melalui Bank Panin kepada Munesh Kumar. Jadi menurut hukum,  masalah ini merupakan perikatan perdata biasa. Sebab, sesuai dengan Surat Penjanjian Jual Beli Kesepakatan untuk tanah dan Bamunan sesuai surtifikat SHM NO: 2768 Condong Catur tanggal 27 Januari 2014 yang telah memuat salah satu butir kesepakatan untuk  meminjamkan dana sebesar Rp 4 milyar kepada Munesh Kumar. Dengan demikian Munesh Kumar telah membayar dengan mencicil dengan  uang tunai ditambah dua bidang tanah di Banjarnegara.

Untuk itu tagihan piutang Pemohon kepada Munesh Kumar tinggal Rp 1,585 milyar, sehingga bukan trasaksi yang mengandung unsur pidana, apa lagi unsur tidak pidana kirupsi, Khussnya terkait dengan perbuatan hukum yang dilakukan Pemohon. Karena, faktanya antara Munesh Kumar dan Nand Kumar telah dibuat dan  ditanda tangni Perjanjian Pengakuan Hutang yang dilegalisir dihadapan Notaris Bimo Seno Sanjaya SH di Yogyakarta, 17 April 2018.

Pada 13 Juli 2016, Pemohon dipanggil Polda D.I Yogyakarta untuk dimintai klarifikasi tentang dugaan terjadinya tindak pidana perbankan atas persetujuan kredit Bank BNI kepada debitur Munesh Kumar terkait SHM atas nama Pemohon. Namun setelah dijelaskan secara gamblang oleh Pemohon, sampai dengan saat terakhir ini, proses di Polda D.I Yogyakarta tidak ada lagi kelanjutan.

Akan tetapi, Pemohon dipanggil dan diminta keterangan sebagai saksi  oleh pihak Kejaksaan Tinggi D.I Yokyakarta, pada tanggal 31 Oktober 2017,  18 Desember 2017, 19 Maret 2018 dan 3 September 2018. Dan juga  untuk tersangka Mohamad Imam SH, Munesh Kumar dengan waktu yang berbeda. Pada kesempatan itu, semuanya telah dijelaskan secara gamblang dan terperinci oleh Pemohon.

Akan tetapi, berdasarkan surat NO: Tap-03/0.4/Fd.1/10/2018 tanggal 22 Oktober 2018, Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka oleh  Termohon.
Dan menurut keyakinan para kuasa hukumnya, Pemohon tidak melakukan tindak pidana/turut serta melakukan tindak pidana dengan sangkaan melanggar Primer pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18  UU NO: 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU NO: 20 tahun 2001 tentang tindak pidan kirupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Subsuder pasal 3 jo pasal 18 UU NO: 31 tahun 199  yang  telah duibah UU NO: 20 tahun 2001 tentang Tpikor.

Mengingat, syarat terpenuhinya minimal dua alat bukti permohonan yang cukup,  dan pemeriksaan calon tersangka untuk transparansi dan perlindungan HAM agar seseorang (Pemohon) ditetapkan sebagai tersangka, telah tidak dapat dipenuhi oleh Termohon.

Karena fakta yang terjadi dalam kasus ini,  Termohon tidak pernah melakukan konfrontasi dengan alat/barang bukti yang satu dengan yang lainnya kepada Pemohon sebelum Termohon meningkatkan status Pemohon  sebagai Tersangka. Sehingga, menurut kuasa hukum Pemohon,  Penetapan tersangka yang dilakukan Termohon kepada Pemohon, adalah penetapan yng sangat subyektif, oleh karenanya menjadi tidak sah.

Berdasarkan hal-hal yang telah tersebut diatas, maka majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini diminta menjatuhkan putusan, bahwa segala yang berhubunhan  dengan Pemetapan terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum, kata kuasa hukum Pemohon. (SUR). 


No comments

Powered by Blogger.