Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Dilaporkan Ke Bareskrim Polri.

           DR Sofyan  A. Djalil SH.MH.MALD.

2. Kuasa hukum pelapor Pautinus Siburian SH.MH.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Terkait kasus tanah, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI, DR Sofyan A. Djalil SH.MH.MALD,  dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh seorang Polisi (Pur) bernama  Drs DF Surait (76) Senin , 5 November 2018.

Dalam laporannya NO: LP/B/1429/XI/2018 tanggal 5 November 2018,  yang diterima oleh Inspektur Polisi Dua Ahmadi SH, disebutkan,   telapor DR Sofyan Djalil SH.MH.MALD telah melakukan tidak pidana penyalahgunaan wewengng/melangar UU NO: 1 tahun 1946 tentang KUHP, UU NO: 20 tahun 2001 jo UU NO: 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan pasal 421 KUHP. Dan menurut pasal-pasal ini yang bersangkutan dapat  diancam dengan hukuman penjara seumur  hidup.

Kuasa hukum Pelapor,  Paustinus Siburian SH.MH menjelaskan, kasus ini bermula ketika terlapor 
Sofyan A. Djalil , selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/Kepala BPN) No. 551/39.3/II/2018 tanggal 19 Febuari 2018, melarang Staffnya menerbitkan Sertifikat HGB atas nama PT. Genta Prana sesuai suratnya No. 551/39.3/II/2018 tanggal 18 Februari 2018,  untuk menerbitkan Setifikat Hak Guna Bangunan atas nama PT. Genta Prana atas tanah seluas 2.117.500 M2 yang terletak di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat tidak dapat dipertimbangkan,Menyatakan putusan TUN sudah dilaksanakan, namun  yang dilaksanakan hanya sebahagian demimelaksanakan kepentingan PT. Buana Estate.

Sertifikat HGU No. 149 atas nama PT. Buana Estate seluas 4.486.975 M2 termasuk didalamnya tanah 2.117.500 M2. dibatalkan karena didalamnya ada tanah PT. Buana Estate seluas 2.369.475 M2. BPN telah menerbitkan Sertifikat HGU atas nama PT. Buana Estate atas tanah ± 236,94 Ha tersebut yaitu tanah 4.486.975 M2 dikurangi 2.117.500 M2.

 Kuasa hukum pelapor Pautinus Siburian SH.MH.
Sofyan A. Djalil selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN melarang Stafnya menerbitkan Sertifikat HGB atas nama PT. Genta Prana atas tanah 2.117.500 M2 tersbut, sesuai suratnya  No. 551/39.3/II/2018 tanggal 18 Februari 2018.

Perkara Perdata dimaksud sudah mempunyai kekuatan hukum tetap No. 2980K/Pdt/2011 tanggal 21 Mei 2012. Hakim Agung Perdata MA menimbang; 
Bahwa perpanjangan HGU tersebut berlaku sampai dengan tanggal 30 Desember 2027 dan tanah objek sengketa seluas 2.117.500 M2 berada dalam Sertifikat HGU No. 149Hambalang.Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka permohonan Kasasi PT. Genta Prana ditolak (halaman 68 putusan No. 2980K/Pdt/2011).

Kata Paustinus SH.MH,  putusan perdata tersebut keliru karena Hakim menganggap Sertifikat HGU No. 149 masih hidup sampai  dengan 30 Desember 2027. Padahal sudah dibatalkan Majelis Hakim Agung TUN MA Perdata tanggal 20 Februari 2008 sesuai putusan TUN No. 482K/TUN/2007 jo No. 72/PK/TUN/2009 tanggal 16 September 2009, dan sudah di eksekusi pembatalannya  sesuai Surat Keputusan BPN No. 1/Pbt/BPN/2011 tanggal 15 April 2011,  serta sudah dicatat pembatalannya pada Buku Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor sesuai surat perintah Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat No. 463/19-32/III/2012 tanggal 20 Maret 2012.

Sofyan A. Djalil melarang Stafnya menerbitkan Sertifikat HGB atas nama PT. Genta Prana atas tanah 2117500 M2 adalah berdasarkan putusan perdata Pengadilan Negeri Cibinong. Bukan putusan perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagaimana dinyatakan dalam suratnya No. 551/36.3/II/2018 tanggal 18 Februari 2018,  dan  menyatakan sebagai berikut;  tanah objek sengketa ini seluas 2.117.500 M2 adalah merupakan bagian dari Sertifikat HGU No. 149/Hambalang adalah sah milik PT. Buana Estate dengan luas keseluruhan 4.486.975 M2. Bahwa HGU No. 149 tersebut sudah tidak ada sebelum perkara perdata diambil.

Dan menyatakan, pelepasan hak berdasarkan kwitansi dibawah tangan yang dilakukan Tergugat I/II sepanjang tahun 1994 – 1996 kepada masyarakat yang tidak berhak atas bagian tanah HGU No. 1/Hambalang milik Penggugat yang masih berlaku, adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan tidak sah dengan segala akibat hukumnya.Yang diberi ganti rugi adalah garapannya. Bukan pelepasan haknya, karena tanah adalah tanah Negara.

Menyatakan surat-surat permohonan hak atas tanah (Hak Guna Bangunan) yang diajukan Tergugat I terhadap bagian dari Hak Guna Usaha No. 1/Hambalang milik Penggugat yang sedang dalam proses perpanjangan masing-masing. Permohonan hak tanah diajukan ketika status tanah dibawah kekuasaan Bupati Bogor. Setelah Bupati menyetujui tanah 2117500 M2 dialokasikan kepada masyarakat/PT. Genta Prana.

Sesuai putusan TUN MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap No. 482K/TUN/2007 tanggal 20 Februari 2018 telah membatalkan semua HGU PT. Buana Estate, salah satunya No. 149/H seluas 4.486.975 M2 termasuk didalamnya tanah PT. Genta Prana. Dalam arti,  tidak ada lagi Sertifikat HGU No. 149 tersebut.
Sesuai Surat Keputusan BPN RI No. 1/Pbt/BPN RI/2011 tanggal 15 April 2011, telah membatalkan Sertifikat No. 149 tersebut seluas 4486975 M2. Dan sudah dicatat pembatalannya di Buku Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.

Kepala BPN telah memnbatalkan  Sertifikat HGU No. 149, tetapi Kepala BPN Sofyan A. Djalil bersaksi, Sertifikat HGU No. 149 masih sah. 
Putusan Perdata tersebut sudah di eksekusi 100%, sehingga tidak ada lagi perkara Perdata. Tetapi belum ada kepastian hukum. Karena putusan TUN MA belum di eksekusi 100%, Karena dilarang Sofyan A. Djalil.

PT. Buana Estate memberikan ke Hakim Agung Perdata, copy Sertifikat HGU No. 149 yang sudah tidak berlaku, sebagai barang bukti tanpa kepemilikan yang sah atas tanah 2.117.500 M2. Sehingga putusan Perdata tersebut tidak ada kepastian hukum. Suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh PT. Buana Estate. Dan Sofyan A. Djalil memanfaatkannya demi kepentingan pribadi dan orang lain.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan masih kata Paustinus Siburian SH.MH,  seolah-olah putusan TUN sudah dilaksanakan.
Keadaan sebenarnya baru sebahagian yang dilaksanakanm, itupun sesuai kebutuhan PT. Buana Estate.

Apabila putusan TUN sudah dilaksanakan sebagaimana, mestinya  kepastian hukum sudah tercapai 100%. Tetapi Sofyan A. Djalil tidak menghendaki demikian.

Sofyan A. Djalil berbohong (hoaks) karena menyatakan tanah 2.117.500 M2 adalah sah milik PT. Buana Estate, padahal Sofyan A. Djalil mengetahui Sertifikat HGU No. 149 batal. Karena ada tanah 2.117.500 M2 milik PT. Genta Prana didalam Sertifikat HGU No. 149 tersebut.

Sofyan A. Djalil berkata bahwa pelepasan hak yang dilakukan oleh PT. Genta Prana dan H.M. Sukandi dari masyarakat adalah perbuatan melawan hukum dan tidak sah dengan segala akibatnya. Dalam arti , Sofyan A. Djalil adalah Hakim diatas Hakim Agung RI, karena  menyatakan tidak sah perintah Presiden RI, putusan TUN MA, Surat Perintah Ketua PTUN Jakarta, Ijin Lokasi Hak Guna Bangunan PT. Genta Prana, dan surat-surat BPN selama ini.

Karena itu terbit pemberian ganti rugi garapan rakyat yang dilakukan oleh H.M. Sukandi/PT. Genta Prana.
Sofyan A. Djalil menolak/melarang menjalankan putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan. Dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya demi keuntungan diri sendiri atau orang lain.

Banyak berbohong dan menghalalkan segala cara untuk membenarkan yang tidak benar demi keuntungan pribadi atau orang lain.Melanggar UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Pelapor puluhan kali datang ke BPN Pusat, memohon menghadap sendiri ke Sofyan A. Djalil selalu ditolak dengan berbagai  alasan. Sementara yang lain,  yang sama sama akan menghadap,  selalu diterima. Dan pelapor malah disuruh pulang dengan alasan, kata Satpam, karena Sofyan A. Djalil Sibuk.(SUR).

No comments

Powered by Blogger.