Kasus Pertama Belum Disidangkan, Tersangka Dirut PT Batavia Land Budi Santoso Dilaporkan lagi Ke Polisi.

Dirut Batavia Land Budi Santoso.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Kasus pelanggaran Pasal 263  KUHP yang dilakukan Direktur Utama (Dirut) Batavia Land, Budi Santoso, belum lama ini dilimpahkan  pennyidik  Polda Metro  Jaya Ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Tapi kini yang bersangkutan Budi Santoso (63) sudah dilaporkan lagi ke Polres Metro Jakarta Pusat pada 18 Oktober 2018.

Pengacara Devi Taurisa, Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI melaporkan pengusaha ini dengan sangkaan melakukan penipuan dan penggelapan.

Dijelaskan oleh HartonoTanueidjaja,  dalam  laporan Polisi (LP) No. 1695/K/X/2018/Restro JAKPUS yang dilaporkan bukan hanya Budi Santoso saja , tapi terdapat nama Tammy Salim  dan Mulyadi yang ikut dilaporkan.

Kasus pidana ini bermula ketika terlapor Budi Santoso mengajak  korban Devi Taurisa untuk  bekerjasama dalam pembelian saham PT Batavia Land,  dimana korban yang  memiliki saham 30 % hotel MaxOne Sabang,  yang berlokasi di Jalan Sabang Jakarta Pusat.

Setelah  korban Devi Taurisa menyerahkan uang Rp 5,260 milyar kepada Budi Santoso  melalui transfer Bank Panin,  saham korban dialihkan ke PT Suryamas Agung Perkasa agar mudah dijual kepada pihak ketiga, katanya.

Kemudian ada  pemberitahuan dari Bank Mandiri Thamrin,  dan Bank Danamon Prapatan Tugu Tani,  yang  mengatakan bahwa status korban sebagai Direktur sudah tidak ada lagi. Begitu dicek, benar adanya.

Saat pembagian keuntungan bagi pemegang saham, Devi Taurisa  tidak mendapatkan bagian, tapi para terlapor mendapatkan bagian dari keuntungan. Sedang kerugiannya perusahaan mencapai Rp 21,500 milyar.

Selasa 1 November 2016,  bertempat di Hotel MaxOne Sabang,  ada pertemuan membahas permasalahan perkara No:460/Pdt.G/2016/PN. JKT.PST yang dihadiri oleh Dewi Taurisa, Budi Santoso, Ahmad Riyadh, Ridwan Rachmat, SH, Djoko Tetuko Abdul Latif, MSi dan Dimas Nur Arif Putra Suwandi.

Pada  pertemuan tersebut,  kata Hartono,  Devi Taurisa dan Budi Santoso sepakat untuk jual Hotel MaxOne Sabang. Mengenai kewajiban kepada Bank QNB, Budi Santoso akan mendapatkan riwayat kredit lengkap dengan outstanding terakhir.

Bila ada kredit yang dicairkan bukan untuk kepentingan Hotel MaxOne Sabang, maka penerima pencairan  kredit tersebut wajib mengembalikan kepada yang berhak sesuai dengan komposisi saham.
Dan saham  Devi Taurisa sebesar 30%.

Bila ada data Budi Santoso secara pribadi membayar kewajiban Hotel MaxOne Sabang maka para pemegang saham wajib untuk mengembalikan sesuai dengan komposisi saham.

Namun Budi Santoso Ingkar janji , saham milik  Devi Tourisa malah dialihkan ke Lewiyanto,  adik ipar Budi Santoso,  pada enam perusahaan fiktif lain yang patut diduga dengan cara memalsukan tanda tangan Devi Taurisa, pelapor.Salah satu   PT. bohong bohongan buatan Budi Santoso itu bernama PT Surya Mas.

Seluruh saham dijanjiakan akan di jual ke Aulia Pohan, Devi Taurisa lagi lagi percaya karena  memang pernah dipertemukan dengan Aulia Pohan. Akhirnya janji tidak terlaksana. Saham yang seharusnya dikembalikan kepada Devi Taurisa secara utuh, tapi Devi malah tersingkir.

Hartono Tanuwidjaja  mengatakan, saat RUPS berlangsung,  yang mimpin  Budi Santoso. Kasus ini  tergambar pada RUPS, yang  seolah olah Devi Taurisa memberi kuasa kepada orang bernama Lewianto yang ia tidak kenal dan tidak pernah bertemu.

Budi Santoso pimpin RUPS  dan dokumen yang dipalsukab adalah surat kuasa  Devi Taurisa kepada Liwianto,” kata Hartono Tanuwidjaja kepada sejumlah wartawan di kantornya.

Budi Santoso akan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat  dengan dakwaan melanggar  pasal 263 KUHP (memasukkan keterangan palsu ke dalam sebuah Akta) yang ancaman hukumannya 7 tahun penjara, dalam waktu dekat.

Dalam hal ini Budi Santoso dilaporkan  Devi Taurisa ke Polda Metro Jaya bersama  dan Notaris  FX Budi Santoso Isbandi seperti  dalam LP No. LP/1634/IV/2017/PMJ/Dit.Reskrimum Tanggal 3 April 2017.

Sangkaannya,  Budi Santoso melakukan penipuan atau pengelapan dalam jabatan atau memuat keterangan palsu kedalam Akta Otentik dan TPPU. Namun penyidik akhirnya hanya  mencantumkan Pasal 263 KUHP atau memberikan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik.

Dan laporan untuk Notaris FX Budi Santoso Isbandi belum dapat diproses karena ijin dari Ketua Umum Notaris Indonesia belum didapatkan penyidik. (SUR).


No comments

Powered by Blogger.