Andrianus Agal SH.MH : Hadiah Rp 200 Juta Pada PP N0: 43/2018 Tidak Mendidik.

Andrianus Agal SH.MH, pengamat hukum.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Terkait Pemerintah yang memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 tahun  2018, 18 September lalu, seorang pengamat hukum di Jakarta, Andrianus Agal SH.MH   menyatakan tidak setuju adanya pemberian hadiah Rp 200 juta bagi seseorang atau kelompok yang membuat pelaporan adanya korupsi.

Menurut  Adrianus Agal, SH, MH yang belakangan ini namanya populer di dunia peradilan karena menangani beberapa perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta dan Provinsi lain di Indonesia menyatakan tidak seruju dengan PP tersebut.

Karena,  PP No.43/2018 yang dikeluarkan  pemerintah RI 18 September 2018 tentang tata cara pelaksanaan pera  serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diterbitkan hanya  untuk mengganti PP No.71/2000 tanggal 21 Agustus 2000.

Apakah dikeluarkannya  PP 43/2018 ini  untuk sekedar pencitraan?, tanya wartawan.

Adrianus yang berpostur tambun ini, menjawab, "Bisa juga  demikian. Tapi  tentang korupsi itu sifatnya terkait dugaan. Jadi dugaan itu kan belum terbukti, katanya.

Ditambahkan, “Kalau berbicara masalah korupsi stigma yang terjadi di masyarakat bahwa koruptor pencuri uang negara. Tapi bagaimana kalau yang diduga tidak melakukan? Kan bisa jadi masalah secara peibadi",  katanya saat diminta komentarnya tentang PP No.43/2018, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Adrianus Agal mengatakan,  sebagai pengamat hukum   tidak menerima. Cara itu tidak mendidik dan saya menolak untuk itu. “Penanganannya harus melalui mekanisme dan sesuai dengan prosedur,” pintanya.

Dia menduga , ada kemungkinan pemberian iming iming hadiah Rp 200 juta itu  semacam strategi untuk menghabiskan anggaran. “Saya tidak mengerti, sekarang ini kan sudah masanya pemilihan presiden. Mau menghabiskan anggaran dengan memberi uang kepada pelapor korupsi Rp 200 juta. Kalau seperti itu,  jadi banyak uang yang keluar.”katanya

Apakah sepadan kalau  kasus korupsi Rp 50 Miliar, hadiahnya hanya Rp 200 juta?

“Saya pikir itu bukan soal sepadan atau tidak sepadan. Tapi uang Rp 200 juta itu ditujukan untuk mengungkap korupsi, justru tidak adil. Kenapa tidak adil,  karena dalam proses pidana umum atau khusus telah ada dana/anggaran. Jika ditambah lagi maka itu jadi  pemborosan", katanya.

Masih  kata pengamat hukum tersebut, kalau mau, sekarang pemerintah seharusnya memperkuat pencegahan bukan dengan menambah atau mengeluarkan anggaran baru lagi. Jadi tidak relefan menurut saya. Dan seperti kita ketahui bahwa KPK itu sebenarnya bersifat untuk pencegahan, tambahnya.(SUR).

No comments

Powered by Blogger.