PH : Majelis Hakim Dimohon Membebaskan Terdakwa Edy Rusli Dari Segala Dakwaan.
Terdakwa (baju merah) diapit para penasehat hukumnya. |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Majelis hakim yang menyidangkan perkara terdakwa EDY Rusli diminta untuk membebaskan terdawa dari segala dakwaan, memulihkan nama baik terdakwa, dan menyatakan surat dakwaan Jaksa batal demi hukum. Hal ini disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa saat menyampaikan eksepsinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai DR. Titik Tejaningsih SH, Tim PH terdakwa Edy Rusli yang terdiri KMS Herman SH.MH.MSI, HD. Andri Effendy SHH, Pahala Sagala SH, Tommy Irawan SH dan Cindy Eka Febriana Herman SH mengatakan, selain itu mohon kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili terdakwa dalam perkara ini.
Hal yang mendasari permohonan tersebut, kata Tim PH anatara lain pertama; perkara terdakwa Edy Rusli adalah murni perkara Perselihan Hubungan Industrial, bukan perkara pidana, karena jauh sebelum perkara pidana ini diperiksa di pengadilan ini, terdakwa sudah mengajukan sengketa perselisihan perburuhan di pengadilan Negeri Serang.
Dalam hal ini, telah ada mediasi di kantor Dinaskertrans antara terdakwa yang telah bekerja sejak tahun 1995 dengan saksi Soenario Hajanto Ongkowisjoyo, pemilik perusahaan. Dan selama terdakwa bekerja memang mendapatkan berbagai fasilitas, diantarnya mobil Inova NO. Pol. B. 1770. PRD yang kini jadi permasalahan. Karena terdakwa telah di PHK, Dinas Tenaga Kerja mengeluarkan anjuran kepada pemilik perusahaan untuk memberikan pesangon Rp 343,85 juta kepada terdakwa.
Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip hukum Stufen Bouw Theory dari Hans Kalsen, dimana hukum tidak dicampur adukkan pidana, selaras dengan prinsip hukum lex spesialisc sismatic derogate lex generalis; Ketentuan pidana yang bersifat khusus berlaku apa bila pembemtuk undang undang memang bermaksud untuk memberlakukan ketentuan perdata sebagai ketentuan pidana yang bersifat khusus. Sedangkan secara yuridis baik KUH-Perdata dan UU Ketenagakerjaan tidak ada mengatur secara khusus. Oleh karenanya dakwaan Jaksa terhadap terdakwa Edy Rusli harus batal demi hukum.
Yang kedua, surat dakwaan Jaksa tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena, Jaksa ragu-ragu menyebutkan tenpat dan waktu terjadinya tindak pidana, baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa Jaksa berusaha menyeret terdakwa Edy Rusli dengan cara memperluas Tempus dan Locus Delicty sehingga akan merugikan kepentingan terdakwa, yang kemudian akan menggnggu proses persidangan ini melanggar hak-hak tersakwa yang dilindungi undang undang. Maka suarat dakwaan Jaksa harus dinyatakan batal demi hukum atau harus dinyatakan batal.
Sedangkan yang ketiga; bahwa Jaksa telah mendakwa terdakwa Edy Rusli dengan pasal 374 KUHP atau pasal 372 KUHP, tidak jelas dalam memuat hal hal yang merupakan suatu unsur unsur tindak pidana, karena Jaksa tidak menjelaskan secara detail bagai mana permulaan tindak pidana itu terjadi, apkah perbuatan itu sudah jelas unsur unsur tindak pidanannya. Katena tidak menyebutkan secara jelas unsur unsur tindak pidana yang menyatakan melawan hukum, maka dakwaan Jaksa harus dinyatakan kabur/obscuur lible, tambah Tim PH.
Dengan demikian tim kuasa hukum terdakwa, minta kepada majelis hakim untuk mengabulkan eksepsinya seperti tersebut diawal tulisan ini.
Pada jawaban eksepsi yang dibacakan Jaksa Rahel SH pada Rabu, 19 September 2018 menyatakan, tetap pada dakwaannya . Hakim menunda sidang satu pekan. (SUR).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai DR. Titik Tejaningsih SH, Tim PH terdakwa Edy Rusli yang terdiri KMS Herman SH.MH.MSI, HD. Andri Effendy SHH, Pahala Sagala SH, Tommy Irawan SH dan Cindy Eka Febriana Herman SH mengatakan, selain itu mohon kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili terdakwa dalam perkara ini.
Hal yang mendasari permohonan tersebut, kata Tim PH anatara lain pertama; perkara terdakwa Edy Rusli adalah murni perkara Perselihan Hubungan Industrial, bukan perkara pidana, karena jauh sebelum perkara pidana ini diperiksa di pengadilan ini, terdakwa sudah mengajukan sengketa perselisihan perburuhan di pengadilan Negeri Serang.
Dalam hal ini, telah ada mediasi di kantor Dinaskertrans antara terdakwa yang telah bekerja sejak tahun 1995 dengan saksi Soenario Hajanto Ongkowisjoyo, pemilik perusahaan. Dan selama terdakwa bekerja memang mendapatkan berbagai fasilitas, diantarnya mobil Inova NO. Pol. B. 1770. PRD yang kini jadi permasalahan. Karena terdakwa telah di PHK, Dinas Tenaga Kerja mengeluarkan anjuran kepada pemilik perusahaan untuk memberikan pesangon Rp 343,85 juta kepada terdakwa.
Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip hukum Stufen Bouw Theory dari Hans Kalsen, dimana hukum tidak dicampur adukkan pidana, selaras dengan prinsip hukum lex spesialisc sismatic derogate lex generalis; Ketentuan pidana yang bersifat khusus berlaku apa bila pembemtuk undang undang memang bermaksud untuk memberlakukan ketentuan perdata sebagai ketentuan pidana yang bersifat khusus. Sedangkan secara yuridis baik KUH-Perdata dan UU Ketenagakerjaan tidak ada mengatur secara khusus. Oleh karenanya dakwaan Jaksa terhadap terdakwa Edy Rusli harus batal demi hukum.
Yang kedua, surat dakwaan Jaksa tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena, Jaksa ragu-ragu menyebutkan tenpat dan waktu terjadinya tindak pidana, baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa Jaksa berusaha menyeret terdakwa Edy Rusli dengan cara memperluas Tempus dan Locus Delicty sehingga akan merugikan kepentingan terdakwa, yang kemudian akan menggnggu proses persidangan ini melanggar hak-hak tersakwa yang dilindungi undang undang. Maka suarat dakwaan Jaksa harus dinyatakan batal demi hukum atau harus dinyatakan batal.
Sedangkan yang ketiga; bahwa Jaksa telah mendakwa terdakwa Edy Rusli dengan pasal 374 KUHP atau pasal 372 KUHP, tidak jelas dalam memuat hal hal yang merupakan suatu unsur unsur tindak pidana, karena Jaksa tidak menjelaskan secara detail bagai mana permulaan tindak pidana itu terjadi, apkah perbuatan itu sudah jelas unsur unsur tindak pidanannya. Katena tidak menyebutkan secara jelas unsur unsur tindak pidana yang menyatakan melawan hukum, maka dakwaan Jaksa harus dinyatakan kabur/obscuur lible, tambah Tim PH.
Dengan demikian tim kuasa hukum terdakwa, minta kepada majelis hakim untuk mengabulkan eksepsinya seperti tersebut diawal tulisan ini.
Pada jawaban eksepsi yang dibacakan Jaksa Rahel SH pada Rabu, 19 September 2018 menyatakan, tetap pada dakwaannya . Hakim menunda sidang satu pekan. (SUR).
No comments