Sidang Gugatan Terhadap Presiden RI Dan Lainnya Dilanjutkan Ketahap Pembuktian.

Kuasa hukum penggugat Alexius Tantradjaja SH.MH Dan Rene Putra Tantradjaja SH LLM.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Majelis hakim yang diketuai Robert SH menolak  eksepsi yang diajukan oleh para tergugat karena tidak beralasan hukum, sehingga sidang dilanjutkan ketahap berikutnya dengan agenda pembuktian. Hal ini dikatakan hakim dalam putusan selanya  di Pengadilan Negeri Jakaeta Pusat, 14/8/2018.

Pada  putusan sela gugatan perdata NO: 137/Pdr.G/2018/PN.Jkt.Pst tersebut  hakim  mengatakan, alasan para tergugat yang mengatakan bahwa perkara ini bukanlah perkara perdata, tidak dapat diterima atau ditolak karena bukan alasan  hukum.

" Karena alasan hukumnya tidak ada, maka Eksepsi ditolak. Dan persidangan dilanjukan ke tahap berikutnya dengan agenda  Pembuktian dari Penggugat" , kata hakim Robert SH menegaskan.

Majelis hakim yang diketuai Robert SH.
BERITA-ONE.COM sebelumnya mengabarkan, bahwa sejumlah  Lembaga Negara Republik Indonesia,  masing-masing Pemerintah RI Cq Presiden RI, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), Ketua Komisi Kopolisian Nasional (Kompolnas) RI, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI dan Pemerintah RI Cq Kepela Kepolisian RI digugat dan dituntut untuk membayar ganti rugi.

Sejumlah  Lembaga  Negara diatas  disebut sebagai Tergugat I, II, III, IV dan V. Sementara Kejaksaan Agung RI diposisikan sebagai Turut Tergugat. Dan sebagai Penggugat adalah Alexius Tantradjaja SH mewakili kliennya Ny. Maria Magdalena Adriati Hartono.

Gugatan ini dilakukan karena  Penggugat merasa kecewa terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya,  karena seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka,  ternyata tidak memberikan Harapan.

" Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya, Maria Magdalena Andeiati Hartono" , kata Alexius.

Ditambahkan , aparat  Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan  hukum kepada klien saya. Dan saya manilai, kinerja Kepolisian kurang profesional, karena mengabaikan hak Keadilan kliennya, Maria Magdalena Andriarti Hartono, yakni penelantaran laporan pidana selama 10 tahun lebih,  terhitung sejak 8 Agustus 2008 sampai sekarang belum diproses.

Mengingat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum, berupa sikap  pembiaran yang dilakukan aparat negara terhadap Maria Magdalena Andriarti Hartono, maka sepantasnya Presiden salaku Pimpinan Tertinggi Negara Republik Indonesia, mengambil alih tanggung jawab tersebut. Dan hal itu merupakan kawajiban hukum Kepala Negara.

"Selain itu, tindakan menggugat Presiden ini berangkat karena dari rasa kekecewaan saya terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya", kata Alexius.

Seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka ternyata tidak memberikan Harapan. Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya.

Terakhir  Alexius mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum  kepada Kompolnas. Pada tanggal 24 Oktober 2017 mendapatkan jawaban yang isinya menjelaskan, kasus kliennya itu sudah diklarifikasi kepada Kapolri untuk di tindakanlanjuti  dalam waktu yang tidak lama.

Tetapi kanyataannya, hingga gugatan kepada Presiden dilayangkan ke Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat, belum  ada tindaklanjut atas kasus Maria dari aparat Kepolisian (Kapolri) sebagaimana disebutkan Kompolnas dalam surat jawaban tersebut

Begitu juga dengan Komisi III DPR, surat perlindungan hukum yang dikirim Alexius hanya dibalas dengan jawaban normatif. Sementara Alexius dan kliennya butuh solusi hukum.

Pada bagian lain dijelaskan  oleh Advokat anggota PERADI ini, rasa kecewa membuatnya nekat mengajukan gugatan kepada Presiden yang dianggap turut bertanggung jawab terhadap pembuatan malawan  hukum yang dilakukan Kepolisian, salaku aparat negara dibawah pimpinan Presiden.

"Klien saya melaorkan keluarga almarhum suaminya ke Bareskrim Mabes  Polri  pada 8 Agustus 2008 dengan laporan NO.Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III,"  melanggar pasal 266 KUHP Jo pasal 263 KUHP", kata Alexius.

Seminggu kemudian, tepatnya 14 Agustus 2008, laporan kliennya itu dilimpahkan ke Pola Metro Jaya. Laporan ini akan di tindakanlanjuti oleh Polisi, pikir Alexius. Ternyata,  dari hitungan bulan ke bulan dan tahun ke tahun , ternyata nasibnya semakin tidak jelas." Walaupun begitu saya tidak pernah bosan mendesak pihak Polda Metro Jaya agar menindaklanjuti penyidikan kasus  tersebut, " harap Alexius.

Pada 25 April 20016  Polda Metro Jaya menerbitkan Surat  Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-6 dengan NO: B/2016/IV/2016/Dit.Reskrimum yang isinya; laporan kliennya segera diproses, dan akan dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan status para terlapor.

Tapi nyatanya, gelar perkara tersebut batal dilakukan. Biangkeroknya muncul surat telegraf dari Kabareskrim Polri NO: STR/237/WAS/V/2016/BARESKRIM  tanggal 12 Mei 2016. Yang isinya perihal rekomendasi pelimpahan pananganan perkara Laporan Polisi NO: Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 dari Polda Metro Jaya ke Wassidik Bareskrim", kata Alexius.

Pelimpahan kembali kasus tersebut ke  Mabes Polri diperkuat oleh surat Kapolda Metro Jaya NO: B 8931/V/2016/Darto tanggal 25 Mei 2016 , Perihal Pelimpahan  Laporan Polisi Nu.  Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 . Artinya,  laporan kliennya jelas-jelas dipingpong oleh Polisi. Tindakan yang menciderai rasa Keadilan masyarakat.

Mumpung masa kedaluarsa laporan masih   tersisa   dua tahun lebih, saya ajukan gugatan kepada Presiden dalam konteks mempersoalkan sikap  diskriminasi  Polisi, kata Alexius Tantradjaja SH,MH. (SUR).



No comments

Powered by Blogger.