Penggugat Presiden RI Mengajukan 66 Bukti Surat Kepada Majelis Hakim.

Kuasa hukum Penggugat Alexius Tantradjaja SH,MH dan Rene Putra Tantradjaja SH,LLM.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Proses gugatan terhadap Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah  lembaga negara lainnya,  kini persidangannya sampai pada  tahap pembuktian. Kuasa hukum penggugat, Alexius Tantradjaja SH,MH mengajukan bukti surat sebaknya 66 bukti kepada  majelis hakim pimpinan Robert SH di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 21 Agustus 2018.

Dalam persidangan kali ini para Tergugat dan  Turut  Tergugat tidak hadir secara lengkap. Karena Sebagai Tergugat II,  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI),  dan Turut Tergugat (Kejaksan Agung), tidak hadir tanpa berikan  alasan. Dan persidangan ditunda tanggal 28 Agustus mendatang untuk pembuktian dari para Tergugat ataupun  Turut Tergugat.

Kepada para wartawan usai sidang Alexius Tantradjaja SH,MH  memgatakan, 66 bukti surat yang diserahkan kepada majelis hakim antara lain Surat Laporan ke Polisi yang dilakukan Ny.  Maria Magdalena Andriati Hartono sekitar 10 tahun lalu, sejumlah Surat Panggilan dari Polisi, ada juga bukti berupa  Akta Notaris sebagai obyek Laporan Polisi yang mandek dan lain sebagainya.

"Pada sidang minggu depan kami masih akan menambahkan surat bukti yang masih tertinggal karena terselip, yaitu Akta Perkawinan antara Almarhum suami Ny. Maria  dengan seorang wanita asal Jerman", tambah Alexius.

Masih kata Alexius, gugatan perbuatan melawan ( MPH) dan tuntutan ganti rugi Penggugat terhadap para Tergugat dan Turut Tergugat sebesar Rp110 milyar secara tagung renteng,   baik materiil maupun immateriil ini dilakukan,   karena para Tergugat dan Turut Tergugat diam.

" Seharusnya mereka, (para Tergugat dan Turut Tergugat) dapat  membamtu Penggugat untuk memberikan jalan keluar  yang kala itu sedang kesulitan terkait masalah laporannya  di Mabes Polri tidak diproses sebagaimana mestinya.
Tapi, kenyataannya,  mereka tidak memberikan jalan keluar, maka kami sertakan sebagai Tergugat ataupun Turut Tergugat untuk membayar hanti rugi secara tanggung renteng.

Dikabarkan BERITAONE.COM sebelumnya, bahwa sejumlah  Lembaga Negara Republik Indonesia,  masing-masing Pemerintah RI Cq Presiden RI, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), Ketua Komisi Kopolisian Nasional (Kompolnas) RI, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI dan Pemerintah RI Cq Kepala Kepolisian RI digugat dengan nomor gugatan NO: 137/Pdt.G/2018/PN. Jkt.Pst.

Sejumlah  Lembaga  Negara yang telah disebut diatas  disebut sebagai Tergugat I, II, III, IV dan V. Sementara Kejaksaan Agung RI diposisikan sebagai Turut Tergugat. Dan sebagai Penggugat adalah Alexius Tantradjaja SH mewakili kliennya Ny. Maria Magdalena Adriati Hartono.

Gugatan ini dilakukan karena  Penggugat merasa kecewa terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya,  karena seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka,  ternyata tidak memberikan Harapan.

" Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya, Maria Magdalena Andeiati Hartono" , kata Alexius.

Ditambahkan , aparat  Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan  hukum kepada klien saya. Dan saya manilai, kinerja Kepolisian kurang profesional, karena mengabaikan hak Keadilan kliennya, Maria Magdalena Andriarti Hartono, yakni penelantaran laporan pidana selama 10 tahun lebih,  terhitung sejak 8 Agustus 2008 sampai sekarang belum diproses.

Mengingat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum, berupa sikap  pembiaran yang dilakukan aparat negara terhadap Maria Magdalena Andriarti Hartono, maka sepantasnya Presiden salaku Pimpinan Tertinggi Negara Republik Indonesia, mengambil alih tanggung jawab tersebut. Dan hal itu merupakan kawajiban hukum Kepala Negara.

"Selain itu, tindakan menggugat Presiden ini berangkat karena dari rasa kekecewaan saya terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya", kata Alexius.

Seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka ternyata tidak memberikan Harapan. Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya.

Terakhir  Alexius mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum  kepada Kompolnas. Pada tanggal 24 Oktober 2017 mendapatkan jawaban yang isinya menjelaskan, kasus kliennya itu sudah diklarifikasi kepada Kapolri untuk di tindakanlanjuti  dalam waktu yang tidak lama.

Tetapi kanyataannya, hingga gugatan kepada Presiden dilayangkan ke Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat, belum  ada tindaklanjut atas kasus Maria dari aparat Kepolisian (Kapolri) sebagaimana disebutkan Kompolnas dalam surat jawaban tersebut

Begitu juga dengan Komisi III DPR, surat perlindungan hukum yang dikirim Alexius hanya dibalas dengan jawaban normatif. Sementara Alexius dan kliennya butuh solusi hukum.

Pada bagian lain dijelaskan  oleh Advokat anggota PERADI ini, rasa kecewa membuatnya nekat mengajukan gugatan kepada Presiden yang dianggap turut bertanggung jawab terhadap pembuatan malawan  hukum yang dilakukan Kepolisian, salaku aparat negara dibawah pimpinan Presiden.

"Klien saya melaorkan keluarga almarhum suaminya ke Bareskrim Mabes  Polri  pada 8 Agustus 2008 dengan laporan NO.Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III,"  melanggar pasal 266 KUHP Jo pasal 263 KUHP", kata Alexius.

Seminggu kemudian, tepatnya 14 Agustus 2008, laporan kliennya itu dilimpahkan ke Pola Metro Jaya. Laporan ini akan di tindakanlanjuti oleh Polisi, pikir Alexius. Ternyata,  dari hitungan bulan ke bulan dan tahun ke tahun , ternyata nasibnya semakin tidak jelas." Walaupun begitu saya tidak pernah bosan mendesak pihak Polda Metro Jaya agar menindaklanjuti penyidikan kasus  tersebut, " harap Alexius.

Pada 25 April 20016  Polda Metro Jaya menerbitkan Surat  Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-6 dengan NO: B/2016/IV/2016/Dit.Reskrimum yang isinya; laporan kliennya segera diproses, dan akan dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan status para terlapor.

Tapi nyatanya, gelar perkara tersebut batal dilakukan. Biangkeroknya muncul surat telegraf dari Kabareskrim Polri NO: STR/237/WAS/V/2016/BARESKRIM  tanggal 12 Mei 2016. Yang isinya perihal rekomendasi pelimpahan pananganan perkara Laporan Polisi NO: Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 dari Polda Metro Jaya ke Wassidik Bareskrim", kata Alexius.

Pelimpahan kembali kasus tersebut ke  Mabes Polri diperkuat oleh surat Kapolda Metro Jaya NO: B 8931/V/2016/Darto tanggal 25 Mei 2016 , Perihal Pelimpahan  Laporan Polisi Nu.  Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 . Artinya,  laporan kliennya jelas-jelas dipingpong oleh Polisi. Tindakan yang menciderai rasa Keadilan masyarakat. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.