Hakim Tolak Permohonan PKPU Terhadap PT Bangun Laksana Persada.
Majelis hakim yang diketuai Desbeneri Sinaga SH. |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta yang diketuai Desbeneri Sinaga SH,MH menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan pihak kreditur Krisna Murti dan Tavipiani Agustina terhadap PT Bangun Laksana Persada.
Dalam amar putusannya majelis Hakim menyatakan, menolak permohonan pemohon PKPU untuk seluruhnya dan menghukum pemohon untuk membayar perkara Rp 316 ribu.
"Menolak permohonan pemohon PKPU untuk seluruhnya, dan membebankan biaya perkara sebesar Rp 316 ribu," kata Hakim Ketua Desbeneri Sinaga dalam putusannya yang dibacakan di Pengadilan Niaga Jakarta, Senin 6 Agustus 2018.
Masih kata hakim dalam pertimbangannya, mengatakan, pemohon tidak bisa membuktikan dalil yang menyatakan bahwa lahan yang kini menjadi kawasan pergudangan dan industri berdiri di atas lahan pertanian. Selain itu, pihak pemohon selaku kreditur tidak bisa membuktikan terjadinya hutang piutang dengan PT Bangun Laksana Persada selaku debitur.
Sementara itu, usai sidang kuasa hukum PT Bangun Laksana Persada, Alfin Suherman SH, mengaku puas dengan putusan yang menolak permohonan kreditur. Menurutnya, objek perkara yang dipersoalkan bukan objek perkara PKPU, melainkan objek perkara perdata.
Ditambahkan, selama persidangan berlangsung pihak pemohon tidak bisa membuktikan alasannya bahwa lahan yang kini dibangun kawasan pergudangan dan industri tersebut diperuntukan lahan pertanian.
"Mereka tidak bisa membuktikan kalau lahan itu diperuntukan untuk pertanian," kata Alfin Suherman SH usai sidang kepada sejumlah wartawan dipengadilan.
Seperti diketahui sebelumnya, perkara ini bermula dari transaksi jual beli lahan kavling senilai Rp 2,5 miliar yang terletak di Blok FB-02 seluas 930 M2 di Kelurahan Kelurahan Laksana, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.Pihak pemohon mempersoalkan jika pihak termohon membangun kawasan itu melanggar izin peruntukan.
Padahal sudah jelas dalam akta jual beli yang ditandatangani Notaris/PPAT Silvia Abbas Sudrajat. SH. SpN. No. 7 tanggal 12 Maret 2018 antara pihak PT Bangun Laksana Persada dan termohon sertifikat atas lahan tersebut masih dalam pengurusan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sementara kuasa hukum pemohon, Anwar enggan menanggapi putusan yang menolak permohonannya.
Sebelumnya perkara ini pernah ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta pada 5 Juni 2018 lalu. Kala itu majelis hakim beralasan bahwa pihak pemohon yang mendalilkan penyerahan sertifikat atas lahan itu bukan perkara PKPU. Pasalnya tidak terjadi hutang piutang yang telah jatuh tempo seperti yang diamanatkan oleh UU Kepailitan dan PKPU. (SUR).
Dalam amar putusannya majelis Hakim menyatakan, menolak permohonan pemohon PKPU untuk seluruhnya dan menghukum pemohon untuk membayar perkara Rp 316 ribu.
"Menolak permohonan pemohon PKPU untuk seluruhnya, dan membebankan biaya perkara sebesar Rp 316 ribu," kata Hakim Ketua Desbeneri Sinaga dalam putusannya yang dibacakan di Pengadilan Niaga Jakarta, Senin 6 Agustus 2018.
Masih kata hakim dalam pertimbangannya, mengatakan, pemohon tidak bisa membuktikan dalil yang menyatakan bahwa lahan yang kini menjadi kawasan pergudangan dan industri berdiri di atas lahan pertanian. Selain itu, pihak pemohon selaku kreditur tidak bisa membuktikan terjadinya hutang piutang dengan PT Bangun Laksana Persada selaku debitur.
Sementara itu, usai sidang kuasa hukum PT Bangun Laksana Persada, Alfin Suherman SH, mengaku puas dengan putusan yang menolak permohonan kreditur. Menurutnya, objek perkara yang dipersoalkan bukan objek perkara PKPU, melainkan objek perkara perdata.
Ditambahkan, selama persidangan berlangsung pihak pemohon tidak bisa membuktikan alasannya bahwa lahan yang kini dibangun kawasan pergudangan dan industri tersebut diperuntukan lahan pertanian.
"Mereka tidak bisa membuktikan kalau lahan itu diperuntukan untuk pertanian," kata Alfin Suherman SH usai sidang kepada sejumlah wartawan dipengadilan.
Seperti diketahui sebelumnya, perkara ini bermula dari transaksi jual beli lahan kavling senilai Rp 2,5 miliar yang terletak di Blok FB-02 seluas 930 M2 di Kelurahan Kelurahan Laksana, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.Pihak pemohon mempersoalkan jika pihak termohon membangun kawasan itu melanggar izin peruntukan.
Padahal sudah jelas dalam akta jual beli yang ditandatangani Notaris/PPAT Silvia Abbas Sudrajat. SH. SpN. No. 7 tanggal 12 Maret 2018 antara pihak PT Bangun Laksana Persada dan termohon sertifikat atas lahan tersebut masih dalam pengurusan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sementara kuasa hukum pemohon, Anwar enggan menanggapi putusan yang menolak permohonannya.
Sebelumnya perkara ini pernah ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta pada 5 Juni 2018 lalu. Kala itu majelis hakim beralasan bahwa pihak pemohon yang mendalilkan penyerahan sertifikat atas lahan itu bukan perkara PKPU. Pasalnya tidak terjadi hutang piutang yang telah jatuh tempo seperti yang diamanatkan oleh UU Kepailitan dan PKPU. (SUR).
No comments