Majelis Hakim Pengadilan Tingggi DKI Jakarta Yang Bebaskan Dalton Dilaporkan Ke MA

 Terdakwa Dalton Inchiro Tanonaka.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Lantaran membebaskan terdakwa Warga Negara (WN) Amerika Serikat (AS) Dalton Inchiro Tanonaka  majelis hakim pengadilan Tinggi DKI Jakarta Abid Sholeh Mendrofa SH dan kawan kawan,  dilaporkan ke Mahkamah Agung oleh pengusaha nasional HPR melalui kuasa hukumnya Hartono Tanuwidja SH MH MSI, 2 Juli 2018.

Terdakwa Dalton yang melakukan penipuan terhadap HPR sebesar  Rp 6,5 milyar tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat  dihukum selama 2,5 tahun pada 13 Maret 2018 lalu.

Namun oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta  yang diketuai Abid Sholeh Mendrofa SH, pada tanggal 7 Juni 2018,  membebaskan terdakwa Dalton dengan pertimbangan hukunya menilai  bahwa perkara tersebut bukan perkara pidana, melainkan perkara  perdata.

"Padahal kasus perdatanya sendiri telah memiliki kekuatan hukum  tetap (Inkract van
Gewisjde) sesuai dengan Putusan MA No.3272/K/PDT/2017 tertanggal 11 Januari 2018." kata Hartono Tanuwidjaja SH MH MSI,  seperti yang tercantum  dalam surat laporannya ke MA bernomor Ref.No : 7.1/HTP/2018 tertanggal 2 Juli 2018.

Putusan Bebas terhadap terdakwa Dalton yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi  DKI Jakarta ini terasa sangat menyakitkan pencari keadilan di negeri ini, khususnya terhadap HPR yang memang telah ditipu  oleh Dalton hingga menderita kerugian yang cukup besar.

Betapa tidak,  karena sejak terdakwa  Dalton divonis penjara 2 tahun 6 bulan oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat, Dalton tidak pernah dilakukan penahanan, bahkan sejak perkara kasus penipuan ini dilaporkan ke Polda Metro Jaya, memakan proses penyidikan selama 2 tahun hingga P21. Sehingga proses hukum perkara yang dilakukan terhadap  WN Amerika bernama Dalton  ini memakan waktu selama 3 tahunj 8 bulan lamanya.

Namun akibat dalam amar putusannya PN Jakarta Pusat No.1204/Pid.B/2017/PN.Jkt.Pst, tanggal 13 Maret 2018,tidak menyebut  agar segera dilakukan penahanan terhadap terdakwa Dalton, maka Dalton tetap berada diluar bebas beraktivitas, sehingga sangat mencederai rasa keadilan terhadap pelapor HPR.

Akibat terdakwa Danton tidak ditahan,  dua kali Dalton mencoba melarikan diri keluar negeri, namun  berhasil ditangkap oleh pihak Petugas Imigrasi di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, yakini pada 4 April 2018 dan 9 Mei 2018.

Sejak mencoba kabur namun gagal,  Dalton ditahan dan dijebloskan kedalam sel tahanan sebagaimana Surat Penetapan Ketua PT. DKI Jakarta. Tapi sayang,   tidak sampai satu bulan kemudian tepatnya pada 7 Juni2018, menjelang Idul Fitri kemaren, Penetapan Penahanan yang dilakukan oleh Ketua PT DKI Jakarta itu malah dibebaskan oleh Abdi Sholeh Mendrofa SH dan kawan kawan , yang merupakan majelis hakim pada tingkat banding.

Seperti diberitakan sebelumnya oleh BERITA-ONE.COM, terdakwa Dalton  selaku Direktur PT. Melia Media Internasional (PT. MMI) didakwa melakukan penipuan terhadap pengusaha Indonesia HPR hingga menderita kerugian sekitar Rp 6,5milyar lebih . Jaksa  Sigit Suharyanto SH mengatakan   terdakwa melanggar pasal 378 jo 372 KUHP dan menuntut hukuman selama 3,5 tahun.

Perbuatan yang dilakukan terdakwa  diawali dengan pertemuannya dengan korban HPR  yang terjadi pada akhir bulan September 2014  di jalan Thamrin, tepatnya di  UOB Plaza Jakarta Pusat,  dengan tujuan meminta saran masalah keuangan dan bagaimana caranya mencari orang untuk berinvestasi.

Pada kesempatan itu terdakwa mengajak korban berinvestasi sebesar USD 1.000.000 untuk mengembangkan media televisi The Indonesian Chanel (TIC) milik terdakwa. Agar korban  masuk perangkapnya,  HPR di iming-iming akan diberikan keuntungan 25%,  dan juga akan dijadikan sebagai pemegang saham pengendali pada PT. MMI pimpinan terdakwa.

Dari  bujuk rayu Dalton yang mantan wartawan TV  Swasta Nasional tersebut,  rupana HPR tertarik, yang kemudian bersedia berinvestasi,  dengan terlebih dahulu meminta audit dan pemeriksaan dekumen PT. MMI. Dan hal  ini  disetujui terdakwa asalkan HPR menyetorkan investasi awal sebesar USD 500.000 terlebih dahulu, sisanya yang USD 500.000 disetor setelah 30 hari kemudian.

Sebelum korban menyetorkan investasi awal, terlebih dahulu meminta kepada terdakwa berupa dekumen proyeksi awal rencana kerja PT. MMI 2015 dibidang media televisi/TIC milik terdakwa, yang selanjutnya oleh Sujipto hal tersebut dikirimkan kepada korban melalui email dimana disebutkan pada periode tahun 2015 pada PT. MMI/ televisi TIC akan mendapatkan keuntungan USD 1.073.456 .

Tapi ternyata, proyeksi rencana kerja (Chas Flow) PT. MMI untuk tahun 2015 tersebut hanya berdasarkan data data yang disampaikan secara lisan oleh terdakwa tampa memperhitungkan kerugian yang sedang dialami PT. MMI sebesar Rp 22 milyar lebih.

Karena HPR telah terbujuk  rayuan terdakwa, maka pada 10 Oktober 2014 mengirim uang melalui transfer sebanyak dua kali, pertama USD 400 ribu dan yang kedua USD 100 ribu, sehingga semuanya menjadi USD 5.00 ribu, yang kemudian dibuatkan kwitansi oleh terdakwa.

Untuk selanjutnya, dekumen-dekumen milik PT. MMI milik terdakwa diminta untuk di audit dengan menunjuk Auditor/Akuntan Publik Rama Weda. Dari hasil Audit terdapat  beberapa  kejanggalan.  Antara lain,   untuk periode Desember 2013 sampai dengan September 2014, bahwa PT. MMI adalah jasa multimedia yaitu mengoperasikan TV Indonesia, TV Chanel. Hal ini tidak sesuai dengan bidang usaha yang tercantum dalam Akta Pendirian dan dekumen Perjanjian, yaitu bidang usahanya Konsultasi Nenejemen yang didasarkan pada  pendirian Perseroan Terbatas (PT) NO. 13 tanggal 8 April 2014 yang dibuat oleh Notaris Tien Irawati S,SH di Jakarta.

Ternyata pendapatan PT. MMI periode 1 Januari 2014 sampai dengan 30 September 2014 Rp 737 juta lebih. Juga disebutkan PT. MMI sudah menderita kerugian sebesar Rp 22 milyar lebih karena biaya produksi lebih besar  dari pada pamasukan.

Karena korban telah mengetahui bahwa perusahaan terdakwa mempunyai beberapa kelemahan,  namun terdakwa tidak mau/bisa menjelaskannya,  maka korban minta agar uang yang sudah ditransfer kepada terdakwa supaya dikembalikan, upaya ini dilakukan melalui pengiriman email 7 November 2014.

Karena terdakwa tidak juga mau mengembalikan uang yang dimaksut,  maka HPR melalui kuasa hukumnya Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH melakukan  somasi sebanyak dua kali, pertama Ref.Nc. 12.4/HTP/2014/ tanggal 10 Desember 2014 dan Ref NO.1.8/HTP/2015 tanggal 15 Januari 2015, yang intinya agar terdakwa  segera mengembalikan uang milik kliennya,HPR, yang telah diinvestasikan dibidang Media  Televisi/TIC sebesar USD 500.000 tersebut.

Berdasarkan somasi tersebut terdakwa menemui korban  dan membuat perjanjian yang isinya,  uang tersebut akan dikembalikan dengan jangka waktu selama 6 bulan, dari  14 Januari 20 15 sampai dengan 14 Juli 2015.

Tapi sampai Penjanjian tersebut habis masa berlakunya, terdakwa tetap tidak mengembalikan uang tersebut. Yang kemudian terdakwa dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan digelandang ke mejahijau.(SUR).

No comments

Powered by Blogger.