Gugatan Terhadap Presiden Dan Sejumlah Lembaga Tinggi Negara Sampai Pada Tahap Replek Penggugat.
Alexius Tantradjaja SH MH (kanan) dan Rene Putra Tantradjaja SH. |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Hakim Robert SH dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang gugatan terhadap Presiden dan sejumlah Lembaga Negara lainnya , yang mengabaikan laporan Polisi Alexius Trantradjaja SH,MH dimana hingga 10 tahun lamanya laporan tersebut tidak diproses , Selasa 31Juli 2018.
" Sidang gugatan perdata dengan NO:137Pdt.G/2018/PN.Jkt. PST dibuka dan terbuka untuk umum. Hari ini acaranya Replek dari Penggugat. Apakah kedua belah pihak sudah hadir?", tanya ketua majelis hakim Robert setelah membuka sidang tersebut. Dan dijawab para pihak, hadir, kecuali Komnas HAM.
Maka, majelis hakim mepersilahkan Penggugat untuk memyampaikan/ membagikan berkas Repleknya, baik kepada hakim ataupun para Tergugat dan Turut Tergugat.
" Apakah Replek ini akan dibacakan?, " tanya hakim kepada Penggugat.
" Dianggap sudah dibacakan, pak hakim ", jawab Penggugat Alexius Tantradjaja SH MH . Para Tergugat dan Turut Tergugat pun menyetujuinya.
Dengan demikian hakim menunda sidang hingga 7 Agustus 2018 mendatang guna memberikan kesempatan kepada para Tergugat dan Turut Tergugat untuk menyampaikan Dupliknya (jawaban Replek).
Seperti diberitakan BERITA-ONE.COM sebelumnya, sejumlah Lembaga Negara Republik Indonesia, masing-masing Pemerintah RI Cq Presiden RI, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), Ketua Komisi Kopolisian Nasional (Kompolnas) RI, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI dan Pemerintah RI Cq Kepela Kepolisian RI digugat dan dituntut untuk membayar ganti rugi.
Sejumlah Lembaga Negara diatas disebut sebagai Tergugat I, II, III, IV dan V. Sementara Kejaksaan Agung RI diposisikan sebagai Turut Tergugat. Dan sebagai Penggugat adalah Alexius Tantradjaja SH mewakili kliennya Ny. Maria Magdalena Adriati Hartono.
Gugatan ini dilakukan karena Penggugat merasa kecewa terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya, karena seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka, ternyata tidak memberikan Harapan.
" Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya, Maria Magdalena Andeiati Hartono" , kata Alexius.
Ditambahkan , aparat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum kepada klien saya. Dan saya manilai, kinerja Kepolisian kurang profesional, karena mengabaikan hak Keadilan kliennya, Maria Magdalena Andriarti Hartono, yakni penelantaran laporan pidana selama 10 tahun lebih, terhitung sejak 8 Agustus 2008 sampai sekarang belum diproses.
Mengingat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum, berupa sikap pembiaran yang dilakukan aparat negara terhadap Maria Magdalena Andriarti Hartono, maka sepantasnya Presiden salaku Pimpinan Tertinggi Negara Republik Indonesia, mengambil alih tanggung jawab tersebut. Dan hal itu merupakan kawajiban hukum Kepala Negara.
"Selain itu, tindakan menggugat Presiden ini berangkat karena dari rasa kekecewaan saya terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya", kata Alexius.
Seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka ternyata tidak memberikan Harapan. Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya.
Terakhir Alexius mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kompolnas. Pada tanggal 24 Oktober 2017 mendapatkan jawaban yang isinya menjelaskan, kasus kliennya itu sudah diklarifikasi kepada Kapolri untuk di tindakanlanjuti dalam waktu yang tidak lama.
Tetapi kanyataannya, hingga gugatan kepada Presiden dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, belum ada tindaklanjut atas kasus Maria dari aparat Kepolisian (Kapolri) sebagaimana disebutkan Kompolnas dalam surat jawaban tersebut
Begitu juga dengan Komisi III DPR, surat perlindungan hukum yang dikirim Alexius hanya dibalas dengan jawaban normatif. Sementara Alexius dan kliennya butuh solusi hukum.
Pada bagian lain dijelaskan oleh Advokat anggota PERADI ini, rasa kecewa membuatnya nekat mengajukan gugatan kepada Presiden yang dianggap turut bertanggung jawab terhadap pembuatan malawan hukum yang dilakukan Kepolisian, salaku aparat negara dibawah pimpinan Presiden.
"Klien saya melaorkan keluarga almarhum suaminya ke Bareskrim Mabes Polri pada 8 Agustus 2008 dengan laporan NO.Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III," melanggar pasal 266 KUHP Jo pasal 263 KUHP", kata Alexius.
Seminggu kemudian, tepatnya 14 Agustus 2008, laporan kliennya itu dilimpahkan ke Pola Metro Jaya. Laporan ini akan di tindakanlanjuti oleh Polisi, pikir Alexius. Ternyata, dari hitungan bulan ke bulan dan tahun ke tahun , ternyata nasibnya semakin tidak jelas." Walaupun begitu saya tidak pernah bosan mendesak pihak Polda Metro Jaya agar menindaklanjuti penyidikan kasus tersebut, " harap Alexius.
Pada 25 April 20016 Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-6 dengan NO: B/2016/IV/2016/Dit.Reskrimum yang isinya; laporan kliennya segera diproses, dan akan dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan status para terlapor.
Tapi nyatanya, gelar perkara tersebut batal dilakukan. Biangkeroknya muncul surat telegraf dari Kabareskrim Polri NO: STR/237/WAS/V/2016/BARESKRIM tanggal 12 Mei 2016. Yang isinya perihal rekomendasi pelimpahan pananganan perkara Laporan Polisi NO: Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 dari Polda Metro Jaya ke Wassidik Bareskrim", kata Alexius.
Pelimpahan kembali kasus tersebut ke Mabes Polri diperkuat oleh surat Kapolda Metro Jaya NO: B 8931/V/2016/Darto tanggal 25 Mei 2016 , Perihal Pelimpahan Laporan Polisi Nu. Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 . Artinya, laporan kliennya jelas-jelas dipingpong oleh Polisi. Tindakan yang menciderai rasa Keadilan masyarakat.
Mumpung masa kedaluarsa laporan masih tersisa dua tahun lebih, saya ajukan gugatan kepada Presiden dalam konteks mempersoalkan sikap diskriminasi Polisi . Menuntut keadadilan yang terabaikan. Intinya Polisi telah membedakan laporan masyarakat. Laporan Maria ditunda-tunda, sementara laporan keluarga almarhum suaminya cepat direspon, " Ini kan nggak benar", tukas Alexius. (SUR).
Teks foto:
" Sidang gugatan perdata dengan NO:137Pdt.G/2018/PN.Jkt. PST dibuka dan terbuka untuk umum. Hari ini acaranya Replek dari Penggugat. Apakah kedua belah pihak sudah hadir?", tanya ketua majelis hakim Robert setelah membuka sidang tersebut. Dan dijawab para pihak, hadir, kecuali Komnas HAM.
Maka, majelis hakim mepersilahkan Penggugat untuk memyampaikan/ membagikan berkas Repleknya, baik kepada hakim ataupun para Tergugat dan Turut Tergugat.
" Apakah Replek ini akan dibacakan?, " tanya hakim kepada Penggugat.
" Dianggap sudah dibacakan, pak hakim ", jawab Penggugat Alexius Tantradjaja SH MH . Para Tergugat dan Turut Tergugat pun menyetujuinya.
Dengan demikian hakim menunda sidang hingga 7 Agustus 2018 mendatang guna memberikan kesempatan kepada para Tergugat dan Turut Tergugat untuk menyampaikan Dupliknya (jawaban Replek).
Seperti diberitakan BERITA-ONE.COM sebelumnya, sejumlah Lembaga Negara Republik Indonesia, masing-masing Pemerintah RI Cq Presiden RI, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), Ketua Komisi Kopolisian Nasional (Kompolnas) RI, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI dan Pemerintah RI Cq Kepela Kepolisian RI digugat dan dituntut untuk membayar ganti rugi.
Sejumlah Lembaga Negara diatas disebut sebagai Tergugat I, II, III, IV dan V. Sementara Kejaksaan Agung RI diposisikan sebagai Turut Tergugat. Dan sebagai Penggugat adalah Alexius Tantradjaja SH mewakili kliennya Ny. Maria Magdalena Adriati Hartono.
Gugatan ini dilakukan karena Penggugat merasa kecewa terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya, karena seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka, ternyata tidak memberikan Harapan.
" Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya, Maria Magdalena Andeiati Hartono" , kata Alexius.
Ditambahkan , aparat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum kepada klien saya. Dan saya manilai, kinerja Kepolisian kurang profesional, karena mengabaikan hak Keadilan kliennya, Maria Magdalena Andriarti Hartono, yakni penelantaran laporan pidana selama 10 tahun lebih, terhitung sejak 8 Agustus 2008 sampai sekarang belum diproses.
Mengingat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum, berupa sikap pembiaran yang dilakukan aparat negara terhadap Maria Magdalena Andriarti Hartono, maka sepantasnya Presiden salaku Pimpinan Tertinggi Negara Republik Indonesia, mengambil alih tanggung jawab tersebut. Dan hal itu merupakan kawajiban hukum Kepala Negara.
"Selain itu, tindakan menggugat Presiden ini berangkat karena dari rasa kekecewaan saya terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya", kata Alexius.
Seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka ternyata tidak memberikan Harapan. Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya.
Terakhir Alexius mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kompolnas. Pada tanggal 24 Oktober 2017 mendapatkan jawaban yang isinya menjelaskan, kasus kliennya itu sudah diklarifikasi kepada Kapolri untuk di tindakanlanjuti dalam waktu yang tidak lama.
Tetapi kanyataannya, hingga gugatan kepada Presiden dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, belum ada tindaklanjut atas kasus Maria dari aparat Kepolisian (Kapolri) sebagaimana disebutkan Kompolnas dalam surat jawaban tersebut
Begitu juga dengan Komisi III DPR, surat perlindungan hukum yang dikirim Alexius hanya dibalas dengan jawaban normatif. Sementara Alexius dan kliennya butuh solusi hukum.
Pada bagian lain dijelaskan oleh Advokat anggota PERADI ini, rasa kecewa membuatnya nekat mengajukan gugatan kepada Presiden yang dianggap turut bertanggung jawab terhadap pembuatan malawan hukum yang dilakukan Kepolisian, salaku aparat negara dibawah pimpinan Presiden.
"Klien saya melaorkan keluarga almarhum suaminya ke Bareskrim Mabes Polri pada 8 Agustus 2008 dengan laporan NO.Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III," melanggar pasal 266 KUHP Jo pasal 263 KUHP", kata Alexius.
Seminggu kemudian, tepatnya 14 Agustus 2008, laporan kliennya itu dilimpahkan ke Pola Metro Jaya. Laporan ini akan di tindakanlanjuti oleh Polisi, pikir Alexius. Ternyata, dari hitungan bulan ke bulan dan tahun ke tahun , ternyata nasibnya semakin tidak jelas." Walaupun begitu saya tidak pernah bosan mendesak pihak Polda Metro Jaya agar menindaklanjuti penyidikan kasus tersebut, " harap Alexius.
Pada 25 April 20016 Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-6 dengan NO: B/2016/IV/2016/Dit.Reskrimum yang isinya; laporan kliennya segera diproses, dan akan dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan status para terlapor.
Tapi nyatanya, gelar perkara tersebut batal dilakukan. Biangkeroknya muncul surat telegraf dari Kabareskrim Polri NO: STR/237/WAS/V/2016/BARESKRIM tanggal 12 Mei 2016. Yang isinya perihal rekomendasi pelimpahan pananganan perkara Laporan Polisi NO: Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 dari Polda Metro Jaya ke Wassidik Bareskrim", kata Alexius.
Pelimpahan kembali kasus tersebut ke Mabes Polri diperkuat oleh surat Kapolda Metro Jaya NO: B 8931/V/2016/Darto tanggal 25 Mei 2016 , Perihal Pelimpahan Laporan Polisi Nu. Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 . Artinya, laporan kliennya jelas-jelas dipingpong oleh Polisi. Tindakan yang menciderai rasa Keadilan masyarakat.
Mumpung masa kedaluarsa laporan masih tersisa dua tahun lebih, saya ajukan gugatan kepada Presiden dalam konteks mempersoalkan sikap diskriminasi Polisi . Menuntut keadadilan yang terabaikan. Intinya Polisi telah membedakan laporan masyarakat. Laporan Maria ditunda-tunda, sementara laporan keluarga almarhum suaminya cepat direspon, " Ini kan nggak benar", tukas Alexius. (SUR).
Teks foto:
No comments