E-KTP Hasil Kejahatan,Sidang Perdatanya Dilanjutkan.

Paustinus Siburian SH MH.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani  gugatan perdata NO: 786.Pdt.G/2017/PN. JKT.Sel menyatakan, bahwa gugatan ini dilanjutkan ketahap pemeriksaan pokok  perkara. Hal ini dikatakan hakim dalam putusan selanya yang dibacakan tempo hari , kata Paustinus Siburian SH MH selaku kuasa penggugat kepada wartawan, Rabu, 10/7/2018.

Gugatan ini berkaitan dengan adanya pendapat  E-KTP merupakan  hasil kejahatan dan penggunanyapun disebut sebagai penadah. Maka  issu tersebut  menjadi perkara perdata di Pengadilan negeri Jakarta Selatan dimana Iming Tesalonika, SH., MM., MCL., melalui kuasa hukumnya  Paustinus Siburian SH MH menggugat   Menteri Hukum dan HAM (TERGUGAT I), Menteri Dalam Negeri (TERGUGAT II), Komisi Pemberantasan Korupsi (TERGUGAT III), Badan Pemeriksa Keuangan/BPK (TURUT TERGUGAT I) dan Jaksa Agung RI (TURUT TERGUGAT II).

Paustinus Siburian SH MH lebih lanjut menjelaskan,  Penggugat  dalam perkara ini   mengatakan,   E-KTP adalah hasil kejahatan karena,  berdasarkan hasil penyidikan dan penuntutan KPK,  yang kemudian beberapa perkara sekarang sudah ada putusannya.  Dan dari tahapan awal, katanya,  perencanaan proyek e-KTP sudah ada kejahatan. Sudah ada bagi-bagi uang untuk mengegolkan proyek itu yang kemudian diketahui bahwa ada kerugian negara kurang lebih Rp 2,3 Trilyun.

E-KTP juga diketahui hanya berfungsi sebagai KTP , padahal  rancangan awal E-KTP itu mempunyai multi fungsi. Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri tidak membantah bahwa E-KTP itu hasil kejahatan. BPK  dan Jaksa Agung juga tidak membantah bahwa E-KTP adalah hasil kejahatan. Hanya KPK yang memberikan sanggahan bahwa E-KTP itu adalah bukan hasil kejahatan.

KPK menyampaikan sanggahan E-KTP itu bukan hasil kejahatan dalam Jawabannya tertanggal 22 Februari 2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK menyandarkan diri pada Pasal 1, 63, dan 64 UU Administrasi Kependudukan.

Setelah mengutip Pasal-pasal yang bersangkutan, KPK menyatakan:
“ Berdasarkan hal tersebut di atas, fungsi E-KTP atau KTP-el sebagai identitas resmi warga negara Republik Indonesia jelas-jelas telah membuktikan bahwa E-KTP atau KTP-el adalah produk administrasi kependudukan yang sah dan wajib dimiliki oleh seluruh warga negara tanpa terkecuali dan wajib dibawa pada saat bepergian,  dengan demikian penggunaan dan penyimpanan e-KTP adalah perintah undang-undang.

Sedangkan tindakan Tergugat III dalam melakukan penegakkan hukum hanya hanya terkait tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP atau KTP-el yang dilakukan oleh oknum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, sehingga dalil Penggugat yang menyatakan e-KTP sebagai hasil kejahatan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 481 KUHP adalah keliru, tidak benar dan tidak berdasarkan hukum.

Dengan demikian, gugatan Penggugat adalah tidak benar dan tidak berlandaskan hukum. Dengan demikian, gugatan Penggugat adalah tidak benar dan tidak berlandaskan hukum sehingga haruslah ditolak untuk seluruhnya.”

Dengan  Jawaban seperti tersebut diatas, kuasa  Penggugat  Paustinus Siburian SH MH dalam Repliknya mendalilkan,  adanya Praduga Rechtmatig dalam hukum administrasi Negara yang berarti,  bahwa setiap tindakan pemerintah adalah sah kecuali terbukti sebaliknya melalui putusan pengadilan yang sudah mempunyai hukum tetap. E-KTP, sebagai produk administrasi, adalah sah dan harus dibawa kemanapun pergi,  kecuali putusan pengadilan menentukan bahwa E-KTP itu adalah hasil kejahatan.

Oleh karena itu  PENGGUGAT mengajukan gugatan ini untuk mendapatkan putusan. Penggugat lebih jauh membahas bahwa KPK-lah yang membuka ke permukaan bahwa  E-KTP adalah hasil kejahatan dengan melakukan penyidikan dan penuntutan serta setelah terlebih dahulu mendapat masukan dari seorang narapidana.

Proyek E-KTP dimulai dengan tahapan perencanan, pengerjaan, dan pembagian kepada penduduk. Pada tahap perencanaan sudah ada konspirasi dan bagi-bagi uang kepada pihak-pihak yang berkepentingan. KPK mempunyai data yang berlimpahruah mengenai kejahatan itu dan bukti bahwa E-KTP itu adalah hasil kejahatan.

E-KTP pada tahapan awal pada anggaran dibuat dengan harga Rp 16.000/keeping. Fungsi kartu e-KTP direncanakan multi fungsi. Namun pada kenyataannya, berdasarkan penghitungan ahli, harga riil kartu E-KTP hanya Rp 786/keeping. Sementara fungsi fisik e-KTP hanya semata-mata sebagai Kartu Tanda Penduduk.

Soal “cip” yang dipersyaratkan dalam Pasal 1 angka 14 UU Administrasi kependudukan belum terbukti ada atau tidak,  dan berfungsi atau tidak. Korupsi terjadi tidak saja pada tahap pengerjaan tetapi sudah dari perencanaan. Kejahatan itu berdampak pada pembagian E-KTP yang sampai dengan saat ini masih banyak warga Negara yang belum mendapatkan E-KTP karena uang yang seharusnya diperuntukkan untuk penyediaan E-KTP dikemplang orang-orang.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa E-KTP bukan hasil kejahatan, kata Penggugat.

Diakhir gugatannya penggugat mengajukan petitum yang antara lain ; 1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
2. Menyatakan tergugat I melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena tidak melakukan antisipasi terhadap implikasi terhadap tindakan tergugat III melakukan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi E-KTP.

3. Menyatakan tergugat II melakukan PMH karena tidak mengatakan proyek E-KTP adalah kejajatan korupsi,  tidak  menarik E-KTP dari peredaran dan tidak memberitahukan kepada masyarakat implikasi dari penyidikan korupsi E-KTP kepada pengugat.

4. Menghukum tergugat I dan tergugat II secara tanggung renteng membayar biaya yang dikeluarkan penggugat dalam mengajukan perkara ini sebesar Rp 500 juta.

5. Menyatakan tergugat III melaukan PMH dengan melakukan penyidikan dan penuntutan masalah korupsi E-KP, tergugat III telah menjadikan penggugat sebagai pemegang E-KTP dan tentu semua pemegang E-KTP sebagai pelaku kejahatan;   yaitu sebagai penadah dalam pengertian dari Pasal 481 KUHP. Tergugat III telah menciptakan rasa tidak nyaman dan membuat penggugat sewaktu waktu dapat ditangkap Polisi.

6. Menghukum tergugat III meminta maaf atas sikap gegabahnya memproses hukum masala E-KTP sebagai tindak pidana korupsi melalui laman WEB tergugat III. Dan menyatakan, perbuatan perbuatan yang dilakukan sebagai tindak pidana korupsi E-KTP adalah kesalahan administrasi keuangan negara,  dan bukan kejahatan, katanya. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.