Mantan Dirut PT. Pertamina Trans Konstinental Dihukum 2,4 Tahun Penjara.
Terdakwa dan pengacaranya, Rudiyanto Manurung SH Cs. |
Jakarta,BERIT-ONE.COM-Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Sahlan Efendi SH menghukum mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Trans Komstinental (PT. PTK) Suherimanto selam 2,4 tahun penjara potong tahanan. Menurut hakim, terdakwa terbukti melakukan korupsi secara bersama sama hingga merugikan negara Rp 35 milyar, Rabu 21 Maret 2018.
Selain itu terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara, dan diharuskan pula untuk membayar uang pengganti Rp 8 milyar lebih dalam waktu satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Jika terdakwa tidak bisa membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Dan kalaupun masih tidak bisa juga, maka diganti dengan hukuman penjara selama 1 tahun.
Menurut majelis dalam amar putusannya megatakan, terdakwa Suherimanto baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Ditut PT. Vries Maritime Shipyar Aria Oman ( sudah dihukum 2,4 tahun) telah terbukti melakukan korupsi seperti dalam dakwan subsider yang menguntung dirinya, orang lain atau koorporasi hingga negara mengalami kerugian sebesar Rp 35 milyar. Perbuatan terdakwa melanggar UU NO: 31 tahun 1999 yang telah diuban dengan UU NO: 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak medukung progaram pemerintah yang sedang giat giatnya memberantas korupsi. Sedangakan yang meringankan terdakwa sopan dalam persidangan, terus terang, dan belum pernah dihukum.
Terhadap putusan ini terdakwa yang selama dalam persidangan didampingi penasehat hukum Rudiyanto Manurung SH Cs menyatakan pikir. Pun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andy Indra SH , pikir pikir juga.
Jaksa sebelumnya menuntut hukuman terhadap terdakwa Suherimanto selama 3,6 tahun penjara potong tahanan dan denda Rp 500 juta sumsuder 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 8 milyar subsider 1,9 tahun.
Terdakwa diadili di pengadilan Tipikor Jakarta karena, pada 2012-2014 PT. PTK yang Dirutnya Suherimanto melakukan pengadaan dua unit kapal Anchor Handling Tug and Supply (AHTS) (kapal Transko Andalas dan kapal Transko Celebes) melalui perjanjian dengan PT VMS pimpinan Aria Odman dengan harga USD 28.400.000 atau Rp 254 miliar dengan kurs Rp 9.000 per dolar AS kala itu.
Pengadaan kapal itu dilakukan tanpa lelang sebagaimana ketentuan yang berlaku. Owner estimate (harga perkiraan sendiri) atas pengadaan dua unit kapal tersebut disusun dan ditetapkan setelah proses negosiasi harga dan penandatangan perjanjian jual-beli kapal. Kemudian tanggal owner estimate dibuat backdate seolah-olah dibuat sebelum proses negosiasi harga.
PT VMS ditunjuk sebagai pelaksana pengadaan kapal ternyata tidak memenuhi syarat. Adapun syarat tersebut berupa pengalaman, SDM, dan modal, peralatan, serta fasilitas lainnya yang sesuai dengan kriteria perusahaan. Bahkan PT VMS tidak memiliki izin usaha.
"PT VMS juga belum memiliki SIUP, TDP, nomor identitas kepabeanan, dan angka pengenal impor produsen saat ditetapkan sebagai pelaksana pengadaan.
Sementara itu, Suherimanto oleh jaksa dipersalahkan menyetujui permohonan PT VMS untuk memberikan pinjaman sebesar USD 3.500.000 meskipun bertehntangan dengan surat perjanjian dan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Juga telah beberapa kali memberikan perpanjangan jangka waktu penyerahan kapal tanpa dikenakan denda keterlambatan meskipun tidak memenuhi alasan force majeure.
Akibat ulah mereka ini kerugian negara dalam kasus ini menurut hasil audit BPK sebesar Rp 35 miliar lebih. (SUR)
Selain itu terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara, dan diharuskan pula untuk membayar uang pengganti Rp 8 milyar lebih dalam waktu satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Jika terdakwa tidak bisa membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Dan kalaupun masih tidak bisa juga, maka diganti dengan hukuman penjara selama 1 tahun.
Menurut majelis dalam amar putusannya megatakan, terdakwa Suherimanto baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Ditut PT. Vries Maritime Shipyar Aria Oman ( sudah dihukum 2,4 tahun) telah terbukti melakukan korupsi seperti dalam dakwan subsider yang menguntung dirinya, orang lain atau koorporasi hingga negara mengalami kerugian sebesar Rp 35 milyar. Perbuatan terdakwa melanggar UU NO: 31 tahun 1999 yang telah diuban dengan UU NO: 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak medukung progaram pemerintah yang sedang giat giatnya memberantas korupsi. Sedangakan yang meringankan terdakwa sopan dalam persidangan, terus terang, dan belum pernah dihukum.
Terhadap putusan ini terdakwa yang selama dalam persidangan didampingi penasehat hukum Rudiyanto Manurung SH Cs menyatakan pikir. Pun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andy Indra SH , pikir pikir juga.
Jaksa sebelumnya menuntut hukuman terhadap terdakwa Suherimanto selama 3,6 tahun penjara potong tahanan dan denda Rp 500 juta sumsuder 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 8 milyar subsider 1,9 tahun.
Terdakwa diadili di pengadilan Tipikor Jakarta karena, pada 2012-2014 PT. PTK yang Dirutnya Suherimanto melakukan pengadaan dua unit kapal Anchor Handling Tug and Supply (AHTS) (kapal Transko Andalas dan kapal Transko Celebes) melalui perjanjian dengan PT VMS pimpinan Aria Odman dengan harga USD 28.400.000 atau Rp 254 miliar dengan kurs Rp 9.000 per dolar AS kala itu.
Pengadaan kapal itu dilakukan tanpa lelang sebagaimana ketentuan yang berlaku. Owner estimate (harga perkiraan sendiri) atas pengadaan dua unit kapal tersebut disusun dan ditetapkan setelah proses negosiasi harga dan penandatangan perjanjian jual-beli kapal. Kemudian tanggal owner estimate dibuat backdate seolah-olah dibuat sebelum proses negosiasi harga.
PT VMS ditunjuk sebagai pelaksana pengadaan kapal ternyata tidak memenuhi syarat. Adapun syarat tersebut berupa pengalaman, SDM, dan modal, peralatan, serta fasilitas lainnya yang sesuai dengan kriteria perusahaan. Bahkan PT VMS tidak memiliki izin usaha.
"PT VMS juga belum memiliki SIUP, TDP, nomor identitas kepabeanan, dan angka pengenal impor produsen saat ditetapkan sebagai pelaksana pengadaan.
Sementara itu, Suherimanto oleh jaksa dipersalahkan menyetujui permohonan PT VMS untuk memberikan pinjaman sebesar USD 3.500.000 meskipun bertehntangan dengan surat perjanjian dan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Juga telah beberapa kali memberikan perpanjangan jangka waktu penyerahan kapal tanpa dikenakan denda keterlambatan meskipun tidak memenuhi alasan force majeure.
Akibat ulah mereka ini kerugian negara dalam kasus ini menurut hasil audit BPK sebesar Rp 35 miliar lebih. (SUR)
No comments