Kasus Pencatatan Palsu Di PT Bank Mandiri, Polda Metro Jaya Segera Tetapkan Tersangkanya.
Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI. |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Penyidik Polda metro Jaya dalam waktu dekat dipastikan sudah bisa menetapkan siapa tersangka dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (PT.BM) dalam kasus dugaan pencatatan palsu yang dipelapor Hartono Tanuwidjaja SH.MH. MSI,
ke Polda Metro Jaya 9 Oktober 2017 lalu.
Hal ini didasarkan pada hasil gelar perkara beberapa hari lalu dimana penyidik Polda Metro Jaya dikabarkan telah meningkatkan status perkara pencatantan palsu yang dilakukan pihak PT.BM dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dan selanjutnya akan meningkat menjadi Pro Justicia, karena telah memeriksa sejumlah saksi dan barang bukti.
Setelah diperiksa ulang antara pelapor, terlapor serta para sakasi, maka penyidik akan mengrimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan suatu perkara (SPDP) kepada Kejaksan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. " Dari sini akan terilihat siapa yang akan jadi tersangkanya setelah dilakukan gelar perkara lanjutan", kata Hartono kepada wartawan di kantornya tempo hari.
Seperti diketahui, beberapa bulan lalu Direktur Utama PT. BM Kartika Wirjoatmodjo dan Vice Presiden RSAM Regional Jakarta Barat PT. BM, Asril Aziz, dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh seorang pengusaha dari Jakarta berinisial HPR.
Dalam laporannya ke Polisi dengan NO: LP/4879/X/2017/PMJ/Dit. Reskrimum tanggal 9 Oktober 2017 tersebut, Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI selaku kuasa hukum HPR mengatakan, bahwa para terlapor telah melakukan perbuatan pidana berupa Membuat Pencatatan Palsu seperti yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) UU RI NO. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.
Dengan adanya laporan itu sampai kini pihak PT.BM tidak mau menggunakan kesempatan yang ada. Misalnya, mengakui adanya kesalahan menagih terhadap piutang/debitur yang tidak pernah punya hutang, cabut Surat Somasi dan minta maaf melalui iklan 1 halaman pada harian nasional, kata Hartono.
Tapi dia (PT. BM) menempatkan keadaan dengan cara mengatakan bahwa A memgpunyai hutang pada X, dengan jaminan milik orang lain, bukan kepunyaan A. Orang tudak punya hutang di PT. BM, tiba-tiba dikasih rekening PT. BM, rekening hutang. Dan yang wajar, sebelum orang punya hutang di bank, kan buka rekening dahulu. Tapi ini tidak, orang tidak pernah punya rekening di PT. BM, tapi dibilang punya hutang. Aneh.
Dalam kasus ini ada waktu untuk klarifikasi atau kesempatan untuk koreksi, namun tidak digunakan oleh PT. BM, walau Polisi sudah memberikan waktu selama 6 bulan. Karena tidak ada klarifikasi/minta maaf tentang adanya kesalahan, jadi dianggap memang Melakukan Pelanggaran Hukum, membuat pencatatan palsu.
Masih kata Hartono, orang tidak punya hutang dituduh punya butang. Rekening tercetak per 14 tahun sekali terhitung dari 2003 sampai 2017. Sebelum ada surat somasi, belum ada rekening tercetak, tapi tercetak setelah adanya laporan Polisi. Ini menjadi pertanyaan bagi orang awam, karena bagaimana mungkin orang punya rekening koran di bank tercetak 14 tahun sekali. Padahal bisa dicetak tiap tahun, tiap bulan bahkan setiap hari.
Tentang ada kesalahan administrasi ini diduga karena adanya oknum yang memanfaatkan sisi kelemahan administrasi dari PT.BM yang berasal limpahan dari bank-bank terdahulu, itu belum bisa dipastikan. Tapi dari hasil klarifikasi terlapor, Asril Aziz yang menjabat sebagai Vise Presiden RMAS Regional Jakarta Barat pada PT. BM, dia yang menandatangani surat yang disodorkan bawahannya pada waktu itu, apakah tidak menfklarifikasi bahwa pendukungnya mana, utang dari mana, serta jaminannya mana.
Jadi waktu dia (Aziz) teken surat pernyataan bahwa si A punya hutang pada PT.BM, rekening yang dicetak tanggal 10 Nofember 2016 itu tidak ada. Dan sekarang kembali pada proses hukum. Sampai sejauh mana, apakah masih ada itikat baik dari PT. BM untuk hubungi kami sebagai korban atau dalam posisi menantang kasus. Kita lihat.
"Kita ini kan masih Satu Nusa Satu Bangsa, sebaiknya hubungi kita untuk meminta maaf dengan cara misalnya, memasang iklan permintaan maaf atas kesalahannya di harian nasional sebesar 1 balaman. Tapi pihak PT.BM seolah tidak mau tahu.
Menurut keterangan, tiba tiba saja pihak PT. BM melakukan penagihan hutang terhadap HPR yang didahuli dengan seomasi dengan menyebut Perjanjian Kredit NO: 32/096/KMK.PDN tanggal 5 Januari 199 I sampai dengan 10 November 2016 dengan jumlah hutang yang harus dibayar HPR sebesar Rp 2,8 milyar lebih. Rinciannya, hutang pokok Rp 1,8 milyar lebih, dan tunggakan bunga Rp 1 milyar lebih.
Pernyataan ini tentunya membuat pelapor mejadi terperangah mendengar tagihan tersebut. Lulu melalui kuasa hukumnya Hartono, HPR menanyakan/meminta tentang dekumen-dekumen pendukung ke pihak PT. BM, namun pihak bank tersebut tidak mau memberikannya.
Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi pihak pelapor karena, mengapa hutang sudah 25 tahu baru ditagih sekarang, dimana data- datanya tiba-tiba muncul diprin out tanggal 1 Desember tahun 1991 sampai tahun 2016.
" Berdasarkan keterangan lisan dari pihak PT.BM , ada jaminan Sertifikat Tanah dari HPR dengan luas 88.940 M2 di Serang, namun ketika dikonfirmasi, data Sertifikat tersebut ternyata tidak ada. Dan masih menurut Hartono, pada saat PT. BM melakukan penagihan, status kami sebagai nasabah Deposito sebesar Rp 3 milyar, dan tidak mempunyai hutang. Tapi mengapa sekarang Bank Mandiri melakukan penagihan?, kata Hartono bertanya-tanya.
Karena memang merasa tidak punya hutang , maka dua pejabat PT. BM tersebut dilaporkan ke polisi Polda Petro Jaya oleh Hatono Tanuwidjaja SH.MH MSI .(SUR).
ke Polda Metro Jaya 9 Oktober 2017 lalu.
Hal ini didasarkan pada hasil gelar perkara beberapa hari lalu dimana penyidik Polda Metro Jaya dikabarkan telah meningkatkan status perkara pencatantan palsu yang dilakukan pihak PT.BM dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dan selanjutnya akan meningkat menjadi Pro Justicia, karena telah memeriksa sejumlah saksi dan barang bukti.
Setelah diperiksa ulang antara pelapor, terlapor serta para sakasi, maka penyidik akan mengrimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan suatu perkara (SPDP) kepada Kejaksan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. " Dari sini akan terilihat siapa yang akan jadi tersangkanya setelah dilakukan gelar perkara lanjutan", kata Hartono kepada wartawan di kantornya tempo hari.
Seperti diketahui, beberapa bulan lalu Direktur Utama PT. BM Kartika Wirjoatmodjo dan Vice Presiden RSAM Regional Jakarta Barat PT. BM, Asril Aziz, dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh seorang pengusaha dari Jakarta berinisial HPR.
Dalam laporannya ke Polisi dengan NO: LP/4879/X/2017/PMJ/Dit. Reskrimum tanggal 9 Oktober 2017 tersebut, Hartono Tanuwidjaja SH.MH.MSI selaku kuasa hukum HPR mengatakan, bahwa para terlapor telah melakukan perbuatan pidana berupa Membuat Pencatatan Palsu seperti yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) UU RI NO. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.
Dengan adanya laporan itu sampai kini pihak PT.BM tidak mau menggunakan kesempatan yang ada. Misalnya, mengakui adanya kesalahan menagih terhadap piutang/debitur yang tidak pernah punya hutang, cabut Surat Somasi dan minta maaf melalui iklan 1 halaman pada harian nasional, kata Hartono.
Tapi dia (PT. BM) menempatkan keadaan dengan cara mengatakan bahwa A memgpunyai hutang pada X, dengan jaminan milik orang lain, bukan kepunyaan A. Orang tudak punya hutang di PT. BM, tiba-tiba dikasih rekening PT. BM, rekening hutang. Dan yang wajar, sebelum orang punya hutang di bank, kan buka rekening dahulu. Tapi ini tidak, orang tidak pernah punya rekening di PT. BM, tapi dibilang punya hutang. Aneh.
Dalam kasus ini ada waktu untuk klarifikasi atau kesempatan untuk koreksi, namun tidak digunakan oleh PT. BM, walau Polisi sudah memberikan waktu selama 6 bulan. Karena tidak ada klarifikasi/minta maaf tentang adanya kesalahan, jadi dianggap memang Melakukan Pelanggaran Hukum, membuat pencatatan palsu.
Masih kata Hartono, orang tidak punya hutang dituduh punya butang. Rekening tercetak per 14 tahun sekali terhitung dari 2003 sampai 2017. Sebelum ada surat somasi, belum ada rekening tercetak, tapi tercetak setelah adanya laporan Polisi. Ini menjadi pertanyaan bagi orang awam, karena bagaimana mungkin orang punya rekening koran di bank tercetak 14 tahun sekali. Padahal bisa dicetak tiap tahun, tiap bulan bahkan setiap hari.
Tentang ada kesalahan administrasi ini diduga karena adanya oknum yang memanfaatkan sisi kelemahan administrasi dari PT.BM yang berasal limpahan dari bank-bank terdahulu, itu belum bisa dipastikan. Tapi dari hasil klarifikasi terlapor, Asril Aziz yang menjabat sebagai Vise Presiden RMAS Regional Jakarta Barat pada PT. BM, dia yang menandatangani surat yang disodorkan bawahannya pada waktu itu, apakah tidak menfklarifikasi bahwa pendukungnya mana, utang dari mana, serta jaminannya mana.
Jadi waktu dia (Aziz) teken surat pernyataan bahwa si A punya hutang pada PT.BM, rekening yang dicetak tanggal 10 Nofember 2016 itu tidak ada. Dan sekarang kembali pada proses hukum. Sampai sejauh mana, apakah masih ada itikat baik dari PT. BM untuk hubungi kami sebagai korban atau dalam posisi menantang kasus. Kita lihat.
"Kita ini kan masih Satu Nusa Satu Bangsa, sebaiknya hubungi kita untuk meminta maaf dengan cara misalnya, memasang iklan permintaan maaf atas kesalahannya di harian nasional sebesar 1 balaman. Tapi pihak PT.BM seolah tidak mau tahu.
Menurut keterangan, tiba tiba saja pihak PT. BM melakukan penagihan hutang terhadap HPR yang didahuli dengan seomasi dengan menyebut Perjanjian Kredit NO: 32/096/KMK.PDN tanggal 5 Januari 199 I sampai dengan 10 November 2016 dengan jumlah hutang yang harus dibayar HPR sebesar Rp 2,8 milyar lebih. Rinciannya, hutang pokok Rp 1,8 milyar lebih, dan tunggakan bunga Rp 1 milyar lebih.
Pernyataan ini tentunya membuat pelapor mejadi terperangah mendengar tagihan tersebut. Lulu melalui kuasa hukumnya Hartono, HPR menanyakan/meminta tentang dekumen-dekumen pendukung ke pihak PT. BM, namun pihak bank tersebut tidak mau memberikannya.
Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi pihak pelapor karena, mengapa hutang sudah 25 tahu baru ditagih sekarang, dimana data- datanya tiba-tiba muncul diprin out tanggal 1 Desember tahun 1991 sampai tahun 2016.
" Berdasarkan keterangan lisan dari pihak PT.BM , ada jaminan Sertifikat Tanah dari HPR dengan luas 88.940 M2 di Serang, namun ketika dikonfirmasi, data Sertifikat tersebut ternyata tidak ada. Dan masih menurut Hartono, pada saat PT. BM melakukan penagihan, status kami sebagai nasabah Deposito sebesar Rp 3 milyar, dan tidak mempunyai hutang. Tapi mengapa sekarang Bank Mandiri melakukan penagihan?, kata Hartono bertanya-tanya.
Karena memang merasa tidak punya hutang , maka dua pejabat PT. BM tersebut dilaporkan ke polisi Polda Petro Jaya oleh Hatono Tanuwidjaja SH.MH MSI .(SUR).
No comments