Presiden Jokowi Tiga Kali Tidak Hadir, Sidang Gugatan Dilanjutkan Dengan Pembuktian.
Penggugat menyerahkan 57 bukti kepada hakim. |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Presiden Jokowi sudah tiga kali tidak bisa menghadiri persidangan gugatan perdata Pebuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meski sudah
dipanggil secara patut. Sidang dilanjutkan dengan acara pembuktian, Rabu, 31/ 1/2018.
" Karena tergugat Presiden Jokowi atau wakilnya hari ini tidak hadir, dan juga tidak meberitahukan alasannya, maka gugatan dibacakan saja. Apakah sudah siap", tanya manelis hakim Robert SH.M.hum kepada penggugat Alexius Trantradjaja SH.
" Gugatan tidak usah di bacakan, namun anggap saja sudah dibacakan", kata penggugat menjawab pertanyaan hakim.
"Kalau begitu kita lajutkan dengan acara pembuktian saja", tambah hakim kepada penggugat. Dan penggugatpun sepakat. Maka persidangan dilanjutkan dengan agenda pembuktian.
Persidadangan dengan acara pembuktian ini berjalan lancar lantaran penggugat memang sudah siap untuk acara ini, dimana penggugat meyerahkan kepada hakim sebanyak 57 bukti yang berkaitan dengan gugatan kepada tergugat Presiden Jokowi. Hakim menunda sidang sampai tangga 7 Februari mendatang dengan agenda kesimpulan.
Gugatan yang beregister NO: 681/PDT/GBTH.PLW/2017/PN.JKT.PST tersebut penggugat dalam petitumnya memohon agar majelis hakim memutus antara lain; megabulkan gugatan penggugat secara keseluruhan, menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang merugikan kliennya, dan memerintahkan kepada Kapolri untuk segera menyelesaikan proses hukum atas loporan polisi kliennya, Maria Magdalena Andriari Hartono sesuai dengan hukum yang berlaku, dan melimpahkan perkara tersebut kepada Penuntut Umum untuk disidangkan.
Selain itu, penggugat juga minta kepada majelis untuk menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskupun ada verset, bantahan, banding ataupun kasasi. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
Gugatan kepada Presiden Jokiwi ini dilakukan oleh Advokat Alexius Tantradjaja terkait kinerja Aparat Kepolisian yang dinilai kurang profesional, karena mengabaikan hak Keadilan kliennya, Maria Magdalena Andriarti Hartono, tentang penelantaran laporan pidana selama 9 tahun lebih tidak diproses oleh Polisi , terhitung sejak 8 Agustus 2008.
"Landasan Gugatan ini karena aparat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum kepada klien saya. Dan saya manilai, kinerja Kepolisian kurang profesional", katanya Alexius Tantradjaja.
Ditegaskan, mengingat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum, berupa sikap pembiaran yang dilakukan aparat negara terhadap Maria Magdalena Andriarti Hartono, maka sepantasnya Presiden salaku Pimpinan Tertinggi Negara Republik Indonesia, mengambil alih tanggung jawab tersebut. "Ini merupakan kawajiban hukum Kepala Negara,"katanya.
Tindakan menggugat Presiden ini karena adanya rasa kekecewaan Advokat senior itu terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya.
Seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka ternyata tidak memberikan Harapan. Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya.
Terakhir Alexius mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kompolnas. Pada tanggal 24 Oktober 2017 mendapatkan jawaban yang isinya menjelaskan, kasus kliennya itu sudah diklarifikasi kepada Kapolri untuk di tindakanlanjuti dalam waktu yang tidak lama.
Tetapi kanyataannya, hingga gugatan kepada Presiden dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, belum ada tindaklanjut atas kasus Maria dari aparat Kepolisian (Kapolri) sebagaimana disebutkan Kompolnas dalam surat jawaban tersebut
Begitu juga dengan Komisi III DPR, surat perlindungan hukum yang dikirim Alexius hanya dibalas dengan jawaban normatif. Sementara Alexius dan kliennya butuh solusi hukum.
Pada bagian lain dijelaskan oleh Advokat anggota PERADI ini, rasa kecewa membuatnya nekat mengajukan gugatan kepada Presiden yang dianggap turut bertanggung jawab terhadap pembuatan malawan hukum yang dilakukan Kepolisian, salaku aparat negara dibawah pimpinan Presiden.
Pengacara senior ini menjelaskan, laporan kliennya terkait katerangan palsu didalam Akta Katerangan Waris, Akta Surat Kuasa, dan Akta Pernyataan yang dibuat Notaris Rohana Frieta atas permintaan para terlapor; Lim Kwang Yauw, Kustiadi Wirawardhana, Sutjiadi Wirawardhana, Martini Suwandinata, dan Ferdhy Suryadi Suwandinata. Mereka adalah saudara kandung almarhum Denianto Wirawardhana, sami kliennya.
Salah satu katerangan palsu itu menyebutkan, bahwa almarhum Denianto Wirawardhana tidak pernah kawin dan tidak pernah mengangkat anak dan mengakuai anak. Tapi fakta hukumnya, almarhum menikah dua kali (istri pertama warga negara Jerman, yang kedua Maria) dan mempunyai 3 orang anak yaitu; Thomas Wirawardhana, Rudy William dan Cindy William.
"Klien saya melaorkan keluarga almarhum suaminya ke Bareskrim Mabes Polri pada 8 Agustus 2008 dengan laporan NO.Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III," melanggar pasal 266 KUHP Jo pasal 263 KUHP", kata Alexius.
Seminggu kemudian, tepatnya 14 Agustus 2008, laporan kliennya itu dilimpahkan ke Pola Metro Jaya. Laporan ini akan di tindakanlanjuti oleh Polisi, pikir Alexius. Ternyata, dari hitungan bulan ke bulan dan tahun ke tahun , ternyata nasibnya semakin tidak jelas." Walaupun begitu saya tidak pernah bosan mendesak pihak Polda Metro Jaya agar menindaklanjuti penyidikan kasus tersebut, " harap Alexius.
Dalapan tahun berselang, pada 25 April 20016 Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-6 dengan NO: B/2016/IV/2016/Dit.Reskrimum yang isinya; laporan kliennya segera diproses, dan akan dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan status para terlapor.
Tapi nyatanya, gelar perkara tersebut batal dilakukan. Biangkeroknya muncul surat telegraf dari Kabareskrim Polri NO: STR/237/WAS/V/2016/BARESKRIM tanggal 12 Mei 2016. Yang isinya perihal rekomendasi pelimpahan pananganan perkara Laporan Polisi NO: Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 dari Polda Metro Jaya ke Wassidik Bareskrim", kata Alexius.
Pelimpahan kembali kasus tersebut ke MabesPolri diperkuat oleh surat Kapolda Metro Jaya NO: B 8931/V/2016/Darto tanggal 25 Mei 2016 , Perihal Pelimpahan Laporan Polisi Nu. Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 . Artinya, laporan kliennya jelas-jelas dipingpong oleh Polisi. Tindakan yang menciderai rasa Keadilan masyarakat.
Anehnya, ketika Maria dilaporkan balik oleh keluarga suaminya dengan tuduhan menguasai warisan suaminya, Polda Metro Jaya begitu sigap meresponya. Dalam waktu singkatan laporan NO.Pol: 4774//K/XI/2007/SPK UNIT "I" tanggal 16 2007 dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Perlu diketahui , Polisi yang menangani klien kami dalam keluarga suaminya tidak jauh berbeda, yaitu Unit IV Sat II Derektorat Reverse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Anehnya, laporan klien kami tidak diproses hingga bertahun-tahun, sementara laporan keluarga suaminya cepat diproses Polisi, kata Alexius.
Dan ternyata Tuhan bersih aki kepada Maria, ka tanya, putusan kasasi Mahkamah Agung RI NO: 757/K/Pid/2011 tanggal 31 Mei 2011 menyatakan Maria Magdalena Andriarti Hartono tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala wakwaan.
Mumpung masa masa kedaluarsa laporan masih tersisa dua tahun lebih, saya ajukan gugatan kepada Presiden dalam konteks mempersoalkan sikap diskriminasi Polisi . Menuntut keadadilan yang terabaikan. Intinya Polisi telah membedakan laporan masyarakat. Laporan Maria ditunda-tunda, sementara laporan keluarga almarhum suaminya cepat direspon, " Ini kan nggak benar", tukas Alexius,
dipanggil secara patut. Sidang dilanjutkan dengan acara pembuktian, Rabu, 31/ 1/2018.
" Karena tergugat Presiden Jokowi atau wakilnya hari ini tidak hadir, dan juga tidak meberitahukan alasannya, maka gugatan dibacakan saja. Apakah sudah siap", tanya manelis hakim Robert SH.M.hum kepada penggugat Alexius Trantradjaja SH.
" Gugatan tidak usah di bacakan, namun anggap saja sudah dibacakan", kata penggugat menjawab pertanyaan hakim.
"Kalau begitu kita lajutkan dengan acara pembuktian saja", tambah hakim kepada penggugat. Dan penggugatpun sepakat. Maka persidangan dilanjutkan dengan agenda pembuktian.
Persidadangan dengan acara pembuktian ini berjalan lancar lantaran penggugat memang sudah siap untuk acara ini, dimana penggugat meyerahkan kepada hakim sebanyak 57 bukti yang berkaitan dengan gugatan kepada tergugat Presiden Jokowi. Hakim menunda sidang sampai tangga 7 Februari mendatang dengan agenda kesimpulan.
Gugatan yang beregister NO: 681/PDT/GBTH.PLW/2017/PN.JKT.PST tersebut penggugat dalam petitumnya memohon agar majelis hakim memutus antara lain; megabulkan gugatan penggugat secara keseluruhan, menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang merugikan kliennya, dan memerintahkan kepada Kapolri untuk segera menyelesaikan proses hukum atas loporan polisi kliennya, Maria Magdalena Andriari Hartono sesuai dengan hukum yang berlaku, dan melimpahkan perkara tersebut kepada Penuntut Umum untuk disidangkan.
Selain itu, penggugat juga minta kepada majelis untuk menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskupun ada verset, bantahan, banding ataupun kasasi. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
Gugatan kepada Presiden Jokiwi ini dilakukan oleh Advokat Alexius Tantradjaja terkait kinerja Aparat Kepolisian yang dinilai kurang profesional, karena mengabaikan hak Keadilan kliennya, Maria Magdalena Andriarti Hartono, tentang penelantaran laporan pidana selama 9 tahun lebih tidak diproses oleh Polisi , terhitung sejak 8 Agustus 2008.
"Landasan Gugatan ini karena aparat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum kepada klien saya. Dan saya manilai, kinerja Kepolisian kurang profesional", katanya Alexius Tantradjaja.
Ditegaskan, mengingat Kepolisian tidak bisa memberikan perlindungan hukum, berupa sikap pembiaran yang dilakukan aparat negara terhadap Maria Magdalena Andriarti Hartono, maka sepantasnya Presiden salaku Pimpinan Tertinggi Negara Republik Indonesia, mengambil alih tanggung jawab tersebut. "Ini merupakan kawajiban hukum Kepala Negara,"katanya.
Tindakan menggugat Presiden ini karena adanya rasa kekecewaan Advokat senior itu terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya.
Seluruh surat permohonan perlindungan hukum sebagai upaya pihaknya yang dikirim kepada mereka ternyata tidak memberikan Harapan. Tidak satu pun dari mereka yang memberikan jalan keluar atas pengabaian rasa Keadilan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap kliennya.
Terakhir Alexius mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kompolnas. Pada tanggal 24 Oktober 2017 mendapatkan jawaban yang isinya menjelaskan, kasus kliennya itu sudah diklarifikasi kepada Kapolri untuk di tindakanlanjuti dalam waktu yang tidak lama.
Tetapi kanyataannya, hingga gugatan kepada Presiden dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, belum ada tindaklanjut atas kasus Maria dari aparat Kepolisian (Kapolri) sebagaimana disebutkan Kompolnas dalam surat jawaban tersebut
Begitu juga dengan Komisi III DPR, surat perlindungan hukum yang dikirim Alexius hanya dibalas dengan jawaban normatif. Sementara Alexius dan kliennya butuh solusi hukum.
Pada bagian lain dijelaskan oleh Advokat anggota PERADI ini, rasa kecewa membuatnya nekat mengajukan gugatan kepada Presiden yang dianggap turut bertanggung jawab terhadap pembuatan malawan hukum yang dilakukan Kepolisian, salaku aparat negara dibawah pimpinan Presiden.
Pengacara senior ini menjelaskan, laporan kliennya terkait katerangan palsu didalam Akta Katerangan Waris, Akta Surat Kuasa, dan Akta Pernyataan yang dibuat Notaris Rohana Frieta atas permintaan para terlapor; Lim Kwang Yauw, Kustiadi Wirawardhana, Sutjiadi Wirawardhana, Martini Suwandinata, dan Ferdhy Suryadi Suwandinata. Mereka adalah saudara kandung almarhum Denianto Wirawardhana, sami kliennya.
Salah satu katerangan palsu itu menyebutkan, bahwa almarhum Denianto Wirawardhana tidak pernah kawin dan tidak pernah mengangkat anak dan mengakuai anak. Tapi fakta hukumnya, almarhum menikah dua kali (istri pertama warga negara Jerman, yang kedua Maria) dan mempunyai 3 orang anak yaitu; Thomas Wirawardhana, Rudy William dan Cindy William.
"Klien saya melaorkan keluarga almarhum suaminya ke Bareskrim Mabes Polri pada 8 Agustus 2008 dengan laporan NO.Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III," melanggar pasal 266 KUHP Jo pasal 263 KUHP", kata Alexius.
Seminggu kemudian, tepatnya 14 Agustus 2008, laporan kliennya itu dilimpahkan ke Pola Metro Jaya. Laporan ini akan di tindakanlanjuti oleh Polisi, pikir Alexius. Ternyata, dari hitungan bulan ke bulan dan tahun ke tahun , ternyata nasibnya semakin tidak jelas." Walaupun begitu saya tidak pernah bosan mendesak pihak Polda Metro Jaya agar menindaklanjuti penyidikan kasus tersebut, " harap Alexius.
Dalapan tahun berselang, pada 25 April 20016 Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-6 dengan NO: B/2016/IV/2016/Dit.Reskrimum yang isinya; laporan kliennya segera diproses, dan akan dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan status para terlapor.
Tapi nyatanya, gelar perkara tersebut batal dilakukan. Biangkeroknya muncul surat telegraf dari Kabareskrim Polri NO: STR/237/WAS/V/2016/BARESKRIM tanggal 12 Mei 2016. Yang isinya perihal rekomendasi pelimpahan pananganan perkara Laporan Polisi NO: Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 dari Polda Metro Jaya ke Wassidik Bareskrim", kata Alexius.
Pelimpahan kembali kasus tersebut ke MabesPolri diperkuat oleh surat Kapolda Metro Jaya NO: B 8931/V/2016/Darto tanggal 25 Mei 2016 , Perihal Pelimpahan Laporan Polisi Nu. Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 . Artinya, laporan kliennya jelas-jelas dipingpong oleh Polisi. Tindakan yang menciderai rasa Keadilan masyarakat.
Anehnya, ketika Maria dilaporkan balik oleh keluarga suaminya dengan tuduhan menguasai warisan suaminya, Polda Metro Jaya begitu sigap meresponya. Dalam waktu singkatan laporan NO.Pol: 4774//K/XI/2007/SPK UNIT "I" tanggal 16 2007 dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Perlu diketahui , Polisi yang menangani klien kami dalam keluarga suaminya tidak jauh berbeda, yaitu Unit IV Sat II Derektorat Reverse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Anehnya, laporan klien kami tidak diproses hingga bertahun-tahun, sementara laporan keluarga suaminya cepat diproses Polisi, kata Alexius.
Dan ternyata Tuhan bersih aki kepada Maria, ka tanya, putusan kasasi Mahkamah Agung RI NO: 757/K/Pid/2011 tanggal 31 Mei 2011 menyatakan Maria Magdalena Andriarti Hartono tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala wakwaan.
Mumpung masa masa kedaluarsa laporan masih tersisa dua tahun lebih, saya ajukan gugatan kepada Presiden dalam konteks mempersoalkan sikap diskriminasi Polisi . Menuntut keadadilan yang terabaikan. Intinya Polisi telah membedakan laporan masyarakat. Laporan Maria ditunda-tunda, sementara laporan keluarga almarhum suaminya cepat direspon, " Ini kan nggak benar", tukas Alexius,
Terabaikan laporan pidana kliennya selama bertahun-tahun, salah satu bukti tabungan almarhum suaminya sebesar Rp 9,2 milyar di Bank Bumi Arta, pada tahun 2016 telah dikuras oleh saudara kandung almarhum Denianto Wirawardhana, melalui kasus perdana di Pengadilan Jakarta Utara.
"Eksekusi itu akan saya perkarakan, mengingat dana tabungan tersebut barang bukti perkara pidana klien saya yang diabaikan Polisi selama ini," tutur Alexius.(SUR).
"Eksekusi itu akan saya perkarakan, mengingat dana tabungan tersebut barang bukti perkara pidana klien saya yang diabaikan Polisi selama ini," tutur Alexius.(SUR).
No comments