Peradi Sayangkan KPK Terkait Kasus Fredrich Yunadi.
DR. Otto Hasibian SH dan Ketum Peradi |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) menyesalkan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak berupaya sedikitpun untuk berkomonikasi atau koordinasi dugaan pelanggaran pasal 22 UU PTPK terhadap Fredrich Yunadi (FY).
Dalam jumpa Persnya yang berlangsung di Jakarta, pihak Peradi yang disampaikan oleh DR Otto Hasibuan SH mengatakan , Advokat pekerjaan memang menghalang-halangi penegak hukum lain, seperti Kepolisian, Kejaksan ataupun KPK. Tapi dalam hal ini kata menghalang-halangi itu dalam arti positip, agar kliennya tidak mendapatkan tekanan-tekenan dari penegak hukum tatkala diperiksa sebagai tersangka ataupun saksi. Karena selama ini ada beberapa dari mereka yang mendapatkan perlakuan seperti itu.
Otto menambahkan, dalam kasus FY, antara menghalang-halangi penyidakan sebagai perbuatan pidana dalam menjalankan tugas sebagai Advokat, yang diantaranya mengkritisi penyidikan agar berjalan sesuai dengan kentutuan, terdapat titik taut yang harus ditelaah dan dipilah secara cermat.
Menyangkut hal ini, bunyi pers release tersebut, akan lebih baik jika saling menghargai melalui mekanisme organisasi dan interaksi antar intansi. Karena profesi Advokat tetap merupakan profesi yang mempunyai kedudukan dalam suatu negara, dan merupakan bagian dari Criminal Justice Systim.
Penerapan penegakan hukum yang hanya mengandalkan semata otoritas tanpa menghargai organisasi profesi, kiranya menunjukkan ego sektoral yang tidak sejalan dengan amanat Presuden Jikowi agar, semua intansi penegak hukum bersinergi segingga tidak menimbulkan kegaduhan dan dapat menghambat pemberantasan korupsi itu sendiri.
Ada hal yang berbesa saat pinpinan KPK-nya Bambang Widjijanto, dalan mengadapi penyidik Polri berkaitan tugas profesi Advikat, saat itu justru berkoordinasi dengan Peradi dalam pengkaji penerapan pasal 16 UU Advokat tentang imunitas.
Berkaitan dengan kasus FY, Peradi sendiri memiliki tugas UU untuk melakukan pemeriksan bagi anggotanya yang diduga melanggar kode etik. Dalam kaitan tersebut dibutuhkan kerja sama KPK baik dalam mengimformasikan temuannya ataupun memberi kesempatan Komusi Pengawasan dan Dewan Kehormatan Peradi melakukan tugasnya. Bagi pemeriksaan Etik Advokat, tidak menghentikan tindak pidana sebagaimana ditegaskan pasal 26 UU ayat 6 UU Advokat.
Sesuai dengan kode etik Advokat, bilamana anggota berhadapan dengan hukum dan meminta bantuan, maka arganisasi wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Karenanya Peradi telah membentuk Tim Pensehat Hukum (TPH) untuk mendampingi kaus yang dihadapu FY di KPK.
Dari laporan sementara dari TPH terdapat dugaan beberapa pelanggaran prosedural terkait penetapan tersangka, pentitaan dan penggeladahan, penangkapan dan penahanan. Halmana sangat disayangkan terjadu pada saat Advokat sebagai penegak hukum dan kiranya sapat dihindari jika sejak awal terjalin koordinasi yang baik antara Peradi dan KPK . Atas persangkaan terhadap FY sendiri, sejauh ini yang bersangkutan menyangkalnya dan karenanya kita menghormati proses hukum yang berlangsung dengan mengedepatkan asas praduga tak bersalah, katanya. (SUR).
Dalam jumpa Persnya yang berlangsung di Jakarta, pihak Peradi yang disampaikan oleh DR Otto Hasibuan SH mengatakan , Advokat pekerjaan memang menghalang-halangi penegak hukum lain, seperti Kepolisian, Kejaksan ataupun KPK. Tapi dalam hal ini kata menghalang-halangi itu dalam arti positip, agar kliennya tidak mendapatkan tekanan-tekenan dari penegak hukum tatkala diperiksa sebagai tersangka ataupun saksi. Karena selama ini ada beberapa dari mereka yang mendapatkan perlakuan seperti itu.
Otto menambahkan, dalam kasus FY, antara menghalang-halangi penyidakan sebagai perbuatan pidana dalam menjalankan tugas sebagai Advokat, yang diantaranya mengkritisi penyidikan agar berjalan sesuai dengan kentutuan, terdapat titik taut yang harus ditelaah dan dipilah secara cermat.
Menyangkut hal ini, bunyi pers release tersebut, akan lebih baik jika saling menghargai melalui mekanisme organisasi dan interaksi antar intansi. Karena profesi Advokat tetap merupakan profesi yang mempunyai kedudukan dalam suatu negara, dan merupakan bagian dari Criminal Justice Systim.
Penerapan penegakan hukum yang hanya mengandalkan semata otoritas tanpa menghargai organisasi profesi, kiranya menunjukkan ego sektoral yang tidak sejalan dengan amanat Presuden Jikowi agar, semua intansi penegak hukum bersinergi segingga tidak menimbulkan kegaduhan dan dapat menghambat pemberantasan korupsi itu sendiri.
Ada hal yang berbesa saat pinpinan KPK-nya Bambang Widjijanto, dalan mengadapi penyidik Polri berkaitan tugas profesi Advikat, saat itu justru berkoordinasi dengan Peradi dalam pengkaji penerapan pasal 16 UU Advokat tentang imunitas.
Berkaitan dengan kasus FY, Peradi sendiri memiliki tugas UU untuk melakukan pemeriksan bagi anggotanya yang diduga melanggar kode etik. Dalam kaitan tersebut dibutuhkan kerja sama KPK baik dalam mengimformasikan temuannya ataupun memberi kesempatan Komusi Pengawasan dan Dewan Kehormatan Peradi melakukan tugasnya. Bagi pemeriksaan Etik Advokat, tidak menghentikan tindak pidana sebagaimana ditegaskan pasal 26 UU ayat 6 UU Advokat.
Sesuai dengan kode etik Advokat, bilamana anggota berhadapan dengan hukum dan meminta bantuan, maka arganisasi wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Karenanya Peradi telah membentuk Tim Pensehat Hukum (TPH) untuk mendampingi kaus yang dihadapu FY di KPK.
Dari laporan sementara dari TPH terdapat dugaan beberapa pelanggaran prosedural terkait penetapan tersangka, pentitaan dan penggeladahan, penangkapan dan penahanan. Halmana sangat disayangkan terjadu pada saat Advokat sebagai penegak hukum dan kiranya sapat dihindari jika sejak awal terjalin koordinasi yang baik antara Peradi dan KPK . Atas persangkaan terhadap FY sendiri, sejauh ini yang bersangkutan menyangkalnya dan karenanya kita menghormati proses hukum yang berlangsung dengan mengedepatkan asas praduga tak bersalah, katanya. (SUR).
No comments