Kapuspenkum Kejagung : Kami Belum Dapat Pastikan Tentang Surat Tersebut.

Kapuspenkum Drs M. Rum SH. MH
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Pihak Kejaksan Agung (Kejagung) belum dapat memastikan apakah  pernah menerima  tembusan surat  dari pengacara Iming M Tesalinika SH.MH.MCL yang ditujukan kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI NO: 107/LRT-TPN/IX/17 tertanggal 27 September 2017.

"Karena surat tersebut dilayangkan  kepada Kompolnas RI yang tembusannya ditujukan antara lain  kepada  Jaksa Agung RI M. Prasstyo. Sehingga,  secara tekhnis bisa  berada di JAM Pidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum ) atau langsung ke Jaksa Agung"  kata Kapuspenkum Drs M. Rum SH. MH Selasa, 16/1208.

Ditambahkan, " Kalau surat  yang ditujukan kepada kami itu sifatnya tembusan, ya,  intinya kami hanya sekedar diberi tahu saja, tidak punya kewajiban apapun.Dan kalau isinya  mendiskreditkan pihak kepolisian , khususnya penyidik Polda Metro Jaya yang tidak menindaklanjuti laoran masyarakat tertentu,    kami tidak bisa berkomentar. Itu urusan intansi tersebut " katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya Pengacara Iming mengirim surat kepada Kompolnas. Surat trtsebut No: 092/LRT-TNP/VIII/17 tangga 22 Agustus 2017 yang isinya perihal permohonan transparansi penanganan perkara pidana. Dan suratnya itu telah mendapatkan respon yang baik dari instansi tersebut, karena Kompolnas telah menyurati Polda Metro Jaya tanggal 31 Agustus 2017. Atas respon ini Iming mengucapkan terimakasih.

Iming menyatakan, merasa kecewa lantaran surat suratnya yang ditujukan kepada Kapolda Metro Jaya, dan Kabid Humas Polda Metro Jaya, ibarat siang dan malam dengan surat ke Kompolnas.

Menurutnya, surat-suratnya tersebut malah dijadikan bahan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Polda Metro Jaya No: S.Tap /430/VIII/2017/Ditreskrimum (SP-3) tanggal 28 Agustus 2017 terhadap laporan Polisi No: LP/2166/VI/2014/PMJ/Dit Reskrimum tanggal 11 Juni 2014. Dalam LP tersebut Iming sebagai pelapor dan Hartono Tanuwidjaja serta Miko Suharianto sebagai terlapor.

Menanggapi surat tersebut Iming mengatakan, dengan diterbitkannya SP-3 itu, Ditreskrimum Polda Metro Jaya selaku penyidik diasumsikan enggan/anti dikritik kinerjanya. Padahal banyak hal yang belum dilakukan untuk membuat terang perkara yang dilaporkannya.

Dalam surat itu  Iming menceritakan tentang kejanggalan-kejanggalan penanganan perkara yang dilaporkannya pada 2014. Antara lain dikatakan; laporannya yang terjadi 3 tahun lalu (tanggal 11 Juni 2014) tetapi laporan tersebut baru di buatkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) No: B/2017/VIII/3017/Ditreskrimum tanggal 24 Agustus 2017. Kemudian penyidik Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Ketetapan Polda Metro Jaya No: S. Tap/430/VIII/2017 Ditreskrimum (SP-3) tanggal tanggal 28 Agustus.

Hal seperti tersebut diatas kata Iming, merupakan kejanggalan yang masif dalam proses penanganan perkara. “Bagaimana bisa laporan polisi yang saya buat 3 tahun kalau dihentikan setelah saya mengirimkan dua buah surat No: 092/TPN/VIII/17 tangal 21 Agustus kepada Polda Metro Jaya dan surat No: 90/LTR-TPN/VIII/17 tanggal 21 Agustus kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya,” tanya Iming.

Krmudian Iming pertanyakan  bagaimana mungkin jarak terbitnya antara SPDP dan surat perkara a quo hanya berjalan 4 hari saja. “Sehingga menjadi pertanyaan kami, apa saja yang telah dilakukan Penyidik Polda Metro Jaya selama 4 hari dalam penanganan perkara a quo?”

Menurutnya, masih banyak saksi saksi yang belum diperiksa oleh penyidik yang mengerti jelas permasalahan Akta Otentik yang isinya disadari tidak benar (Akta Sesat ). Saksi tersebut adalah jajaran pemegang saham dan Direksi serta Komisaris PT Sentra Mahakarya Integritas yang diantaranya Robert Korompis, Oey Budiahandoko dan T Sukasman.

Dalam SP-3 yang diterbitkan oleh Polda Metro Jaya tanggal 28 Agustus tersebut dalam keputusan penetapannya mengatakan, dihentikannya penyidikan karena tidak cukup bukti. Bagaimana mungkin bisa cukup bukti kalau Polda Metro Jaya tidak melakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi yang mengetahui jelas permasalahan akta otentik yang isinya disadari tidak benar.

“Saya menduga, kata Iming, SP-3 tanggal 28 Agustus 2017 tersebut merupakan bentuk diskresi penyidik Polda Metro Jaya adalah diskresi yang sudah dikonversi menjadi rupiah, mengingat selama ini banyak diskresi-diskresi yang dibuat penyidik telah dikonversi menjadi rupiah.”
Demikian antara lain isi dari surat tersebut

Terhadap SP-3 yang dilakukan  Polda Merro Jaya ,  Iming mengajukan Praperadilan di pengadilan Neheri Jakarta Selatan beberapa  waktu lalu. Namun permohonnanya ditolak hakim Joko SH. (SUR).

Teks foto: Kapuspenkum Kejagung Drs. Rum SH.MH.

No comments

Powered by Blogger.