Polda Metro Jaya Di Praperadilankan.
Dua saksi termohon Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH dan DR. M Hatta SH.MKn |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Sidang praperadilan NO. 121/Prapid/2017/PN. Jak. Sel, dengan pemohon Iming M Tesalonika SH, dan sebagai termohon Polda Metro Jaya, digelar kembali oleh hakim tunggal Djoko Indiarto SH. Kali ini sidang dengan agenda mendengarkan saksi fakta dan saksi ahli dari masing masing pihak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.
Hartono Tanuwidjaja SH.MSI.MH sebagai saksi fakta dalam persidangan ini menjawab pertanyaan termohon mengatakan, sidang praperadilan ini dilatar belakangi dengan terbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan atau yang dikenal dengan sebutan SP-3, NO: S.Tap/430//VIII/2017 tanggal 28 Agustus 2017 oleh Polda Metro Jaya terhadap laporan Polisi NO. LP/2166/VI/2014/PMJ/Dit.Teskrimum, tanggal 11 Juni 2014, dimana Miko Suharianto sebagai terlapor I, dan Hartono sebagai terlapor II, dalam hal dugaan penggunaan Akta Otentik yang diduga palsu sesuai pasal 266 KUHP.
Sebelum SP-3 itu terbit, ada gugatan perdata Di Pengadilan Negeri Jakata Utara NO: 447/Pdt/2012/Jak.Ut, tahun 2012 dimana Wang Fen sebagai Penggugat I, dan Iming Penggugat II. Sedangkan sebagai tergugat ada 5 subyek hukum, antara lain PT. Mandala Permai tergugat I, Miko Suharianto tergugat II, BPN Jakarta Utara dan tergugat lainnya.
Dalam perkara ini, gugatan pemohon ditolak oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Artinya transaksi jaal beli antara PT. Mandala Permai dengan Miko yang tertuang dalam Akta NO: 153 tanggal 29 Desember 2010 sah secara hukum. Hal ini dikuatkan sampai putusan tingkat Mahkamah Agung, dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dan saat perkara ini diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, penggugat tidak serta merta melakukan banding, malah melaporkan Hartono ke Dewan Kehormatan Advokat Peradi, dengan tuduhan melanggar Kode Etik, yaitu menggunakan Akta yang diduga palsu, Akta NO:15 yang terbit tanggal 17 November tahun 2006.
Setelah melalui proses yang relatif lama, Hartono oleh Dewan Kehormatan Peradi dinyatakan tidak melanggar Kode Etik Advokat. Namun sebaliknya, justru yang melaporkan Hartono yang dinyatakan melanggar Kode Etik Advokat oleh Peradi, yaitu Advokat Iming.
Masih menjawab pertanyaan termohon, Hartono mengatakan dalam menjalan tugas sebagai pengacara yang telah diatur dalam UU Advokat NO: 18 tahun 2013 , selama ini tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.
Berkaitan dengan Akta NO.15 yang dilaporkan ke Polisi sebagai akta palsu oleh Iming, saksi mengatakan tidak pernah mempunyai hubungan hukum dengan pelapor, karena sejak tanggal 17 November 2006 Akta NO. 15 tersebut sudah ada, dan saya gunakan dalam pembelaan terhadap Miko di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tahun 2014. Dan selama ini pula, tidak pernah ada pihak yang mengatakan Akta NO.15 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum atau batal demi hukum yang dinyatakan oleh pangadilan.
Masalah yang dilaporkan oleh Iming tetang Akta palsu, Hartono menjelaskan tidak ada isi Akta yang palsu. Kalau Akta NO. 15 itu isinya palsu, tentu notarisnya yang terlebih dahulu masuk penjara, katanya.
Terkait dengan hal yang dipertanyakan Iming sebagai pemohon dalam hal tentang kejujuran saksi sebagai Advokat dan lainya, hakim mengatakan, hal ini tidak perlu dijawab oleh saksi. Sebab ini masalah pribadi seseorang.
"Sebagai saksi, kan dia sudah disumpah. Kalau dia itu tidak jujur, bisa dilaporkan ke Polisi," kata hakim Djoko Indiarto.
Tapi Iming didalam persidangan ini tatap saja sering mengajukan pertanyaan pertanyaan yang dinilai hakim tidak relevansi dan sering berbicara dengan nada keras dan marah kepada saksi, lalu hakim menengahinya, " Ini persidangan, bukan untuk bertengkar . Kalau mau bertentangkar, diluar sana. Tapi selanjutnya berurusan dengan Polisi", kata hakim.
Sementara itu Saksi Ahli DR M. Hatta SH.MKn, menjawab pertanyaan termohon berkaitan dengan praperadilan ini mengatakan praperadilan merupakan alat kontrol yang dilakukan hakim kepada penyidik kepolisian ataupun Penuntut Umum.
Berkaitan dengan penyidikan, saksi mengatakan, bila penyidik tidak menemukan minimal dua alat bukti seperti yang diatur dalam KUHA pasal 109, penyidik dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan atau SP-3. Tapi sebaliknya jika ditemukan dua alat bukti atau lebih, pemeriksaan harus dilanjutkan.
Penegak hukum bekerja dasarnya KUHAP, dan penyidik dalam menjalankan tugas di sumpah. Bila penyidik dalam menjalankan tugas sudah sesuai dengan prosedur/aturan, namun tidak menemukan alat bukti yang cukup, maka penyidik dapat menghentikan proses pemeriksaan dengan jalan mengeluarkan SP-3.
Saksi Ahli menjawab hal tentang aspek formil, menjelaskan bahwa pemeriksan dalam praperadilan itu yang dipersoalkan adalah Hukum Acara, sudah dijalankan dengan baik atau tidak. Bukan hal yang lain.
Sedangkan terhadap saksi Hartono, dimana yang bersangkutan sebagai lawyer yang kala itu sebagai kuasa hukum Miko, namun ikut dilaporkan ke Polda Metro Jaya sebagai tersangka , Ahli megatakan, sesuai dengan UU Advokat NO. 18 tahun 2003 pasal 16, dan sudah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi, maka seorang Advokat tidak bisa digugat secara pidana atau perdata dalam menjalankan tugasnya, baik didalam atau diluar persidangan sepanjang beritikat baik, kata saksi Ahli DR M.Hatta tersebut.
Ditambahkan, terkait dengan pasal 266 KUHP tentang pemalsuan, ini harus melalui beberapa prosedur yang harus ditempuh. Jika masalahnya pidana, harus ditempuh melalui proses pidana. Dan kalau perdata, tergantung para pihak yang tercantum dalam Akta tersebut. Tapi orang lain yang tidak ada hubungan hukum namun ikut melibatkan diri dengan cara melaporkan hal ini kepada Polisi, tindakan ini cacat yuridis namanya. Artinya, tindakan ini tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Menjawab pertanyaan dari Pemohon tentang hubungannya Surat Pemeritahuan Penydikan ( SPDP) dengan terbitnya SP-3 yang hanya berjarak 4 hari, saksi ahli M. Hatta mengatakan, masalah waktu itu relatif, karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Kalau penyidik memang mampu dan waktunya berurutan sesuai prosedur hukum, tidak jadi masalah.
Saksi Ahli dari Pemohon, DR. Eva Achyani Zulva dalam hal ini mengatakan, suatu peristiwa pidana atau bukan, dapat diketahui bila sudah dilakukan penyelidikan sejak awal. Bila memang ada unsur pidana, maka dapat dilanjutkan menjadi penyidikan.
Tentang berapa lama waktu yang harus dibutuhkan, itu semua tergantung Penyidik, karena tidak ada parameternya, kata saksi.
Tapi kalau pada tahap awal sudah dinyatakan tidak cukup bukti, ini terlalu instan.
Ditambahkan, dan kalau ada masalah pidana dalam kasus perdata, diselesaikan dahulu perdatanya. Dan kalau dalam hal kasus Pidana, cukup bukti atau tidaknya, dapat diketahui setelah melalui fase-fase penyidikan. Dan secara logika masalah tidak cukup bukti tidak dinyatakan pada tahap awal penyidikan, kata ahli tersebut.
Seperti diketahui, Praperadilan yang dilakukan Pemohon kepada Termohon, karena dalam hal ini Polda Metro Jaya/Termohon menerbitkan SP-3
untuk terlapor Miko Harianto sebagai terlapor I, dan Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH sebagai terlapor II dalam kasus pengunakan Akta No: 15 yang diduga palsu.
Padahal Akta ini dibuat oleh pejabat yang berwenang/Notaris, tanggal 17 November 2006. Sidang ditunda oleh hakim Senin mendatang untuk kesimpulan. (SUR ).
Hartono Tanuwidjaja SH.MSI.MH sebagai saksi fakta dalam persidangan ini menjawab pertanyaan termohon mengatakan, sidang praperadilan ini dilatar belakangi dengan terbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan atau yang dikenal dengan sebutan SP-3, NO: S.Tap/430//VIII/2017 tanggal 28 Agustus 2017 oleh Polda Metro Jaya terhadap laporan Polisi NO. LP/2166/VI/2014/PMJ/Dit.Teskrimum, tanggal 11 Juni 2014, dimana Miko Suharianto sebagai terlapor I, dan Hartono sebagai terlapor II, dalam hal dugaan penggunaan Akta Otentik yang diduga palsu sesuai pasal 266 KUHP.
Sebelum SP-3 itu terbit, ada gugatan perdata Di Pengadilan Negeri Jakata Utara NO: 447/Pdt/2012/Jak.Ut, tahun 2012 dimana Wang Fen sebagai Penggugat I, dan Iming Penggugat II. Sedangkan sebagai tergugat ada 5 subyek hukum, antara lain PT. Mandala Permai tergugat I, Miko Suharianto tergugat II, BPN Jakarta Utara dan tergugat lainnya.
Dalam perkara ini, gugatan pemohon ditolak oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Artinya transaksi jaal beli antara PT. Mandala Permai dengan Miko yang tertuang dalam Akta NO: 153 tanggal 29 Desember 2010 sah secara hukum. Hal ini dikuatkan sampai putusan tingkat Mahkamah Agung, dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dan saat perkara ini diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, penggugat tidak serta merta melakukan banding, malah melaporkan Hartono ke Dewan Kehormatan Advokat Peradi, dengan tuduhan melanggar Kode Etik, yaitu menggunakan Akta yang diduga palsu, Akta NO:15 yang terbit tanggal 17 November tahun 2006.
Setelah melalui proses yang relatif lama, Hartono oleh Dewan Kehormatan Peradi dinyatakan tidak melanggar Kode Etik Advokat. Namun sebaliknya, justru yang melaporkan Hartono yang dinyatakan melanggar Kode Etik Advokat oleh Peradi, yaitu Advokat Iming.
Masih menjawab pertanyaan termohon, Hartono mengatakan dalam menjalan tugas sebagai pengacara yang telah diatur dalam UU Advokat NO: 18 tahun 2013 , selama ini tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.
Berkaitan dengan Akta NO.15 yang dilaporkan ke Polisi sebagai akta palsu oleh Iming, saksi mengatakan tidak pernah mempunyai hubungan hukum dengan pelapor, karena sejak tanggal 17 November 2006 Akta NO. 15 tersebut sudah ada, dan saya gunakan dalam pembelaan terhadap Miko di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tahun 2014. Dan selama ini pula, tidak pernah ada pihak yang mengatakan Akta NO.15 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum atau batal demi hukum yang dinyatakan oleh pangadilan.
Masalah yang dilaporkan oleh Iming tetang Akta palsu, Hartono menjelaskan tidak ada isi Akta yang palsu. Kalau Akta NO. 15 itu isinya palsu, tentu notarisnya yang terlebih dahulu masuk penjara, katanya.
Terkait dengan hal yang dipertanyakan Iming sebagai pemohon dalam hal tentang kejujuran saksi sebagai Advokat dan lainya, hakim mengatakan, hal ini tidak perlu dijawab oleh saksi. Sebab ini masalah pribadi seseorang.
"Sebagai saksi, kan dia sudah disumpah. Kalau dia itu tidak jujur, bisa dilaporkan ke Polisi," kata hakim Djoko Indiarto.
Tapi Iming didalam persidangan ini tatap saja sering mengajukan pertanyaan pertanyaan yang dinilai hakim tidak relevansi dan sering berbicara dengan nada keras dan marah kepada saksi, lalu hakim menengahinya, " Ini persidangan, bukan untuk bertengkar . Kalau mau bertentangkar, diluar sana. Tapi selanjutnya berurusan dengan Polisi", kata hakim.
Sementara itu Saksi Ahli DR M. Hatta SH.MKn, menjawab pertanyaan termohon berkaitan dengan praperadilan ini mengatakan praperadilan merupakan alat kontrol yang dilakukan hakim kepada penyidik kepolisian ataupun Penuntut Umum.
Berkaitan dengan penyidikan, saksi mengatakan, bila penyidik tidak menemukan minimal dua alat bukti seperti yang diatur dalam KUHA pasal 109, penyidik dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan atau SP-3. Tapi sebaliknya jika ditemukan dua alat bukti atau lebih, pemeriksaan harus dilanjutkan.
Penegak hukum bekerja dasarnya KUHAP, dan penyidik dalam menjalankan tugas di sumpah. Bila penyidik dalam menjalankan tugas sudah sesuai dengan prosedur/aturan, namun tidak menemukan alat bukti yang cukup, maka penyidik dapat menghentikan proses pemeriksaan dengan jalan mengeluarkan SP-3.
Saksi Ahli menjawab hal tentang aspek formil, menjelaskan bahwa pemeriksan dalam praperadilan itu yang dipersoalkan adalah Hukum Acara, sudah dijalankan dengan baik atau tidak. Bukan hal yang lain.
Sedangkan terhadap saksi Hartono, dimana yang bersangkutan sebagai lawyer yang kala itu sebagai kuasa hukum Miko, namun ikut dilaporkan ke Polda Metro Jaya sebagai tersangka , Ahli megatakan, sesuai dengan UU Advokat NO. 18 tahun 2003 pasal 16, dan sudah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi, maka seorang Advokat tidak bisa digugat secara pidana atau perdata dalam menjalankan tugasnya, baik didalam atau diluar persidangan sepanjang beritikat baik, kata saksi Ahli DR M.Hatta tersebut.
Ditambahkan, terkait dengan pasal 266 KUHP tentang pemalsuan, ini harus melalui beberapa prosedur yang harus ditempuh. Jika masalahnya pidana, harus ditempuh melalui proses pidana. Dan kalau perdata, tergantung para pihak yang tercantum dalam Akta tersebut. Tapi orang lain yang tidak ada hubungan hukum namun ikut melibatkan diri dengan cara melaporkan hal ini kepada Polisi, tindakan ini cacat yuridis namanya. Artinya, tindakan ini tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Menjawab pertanyaan dari Pemohon tentang hubungannya Surat Pemeritahuan Penydikan ( SPDP) dengan terbitnya SP-3 yang hanya berjarak 4 hari, saksi ahli M. Hatta mengatakan, masalah waktu itu relatif, karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Kalau penyidik memang mampu dan waktunya berurutan sesuai prosedur hukum, tidak jadi masalah.
Saksi Ahli dari Pemohon, DR. Eva Achyani Zulva dalam hal ini mengatakan, suatu peristiwa pidana atau bukan, dapat diketahui bila sudah dilakukan penyelidikan sejak awal. Bila memang ada unsur pidana, maka dapat dilanjutkan menjadi penyidikan.
Tentang berapa lama waktu yang harus dibutuhkan, itu semua tergantung Penyidik, karena tidak ada parameternya, kata saksi.
Tapi kalau pada tahap awal sudah dinyatakan tidak cukup bukti, ini terlalu instan.
Ditambahkan, dan kalau ada masalah pidana dalam kasus perdata, diselesaikan dahulu perdatanya. Dan kalau dalam hal kasus Pidana, cukup bukti atau tidaknya, dapat diketahui setelah melalui fase-fase penyidikan. Dan secara logika masalah tidak cukup bukti tidak dinyatakan pada tahap awal penyidikan, kata ahli tersebut.
Seperti diketahui, Praperadilan yang dilakukan Pemohon kepada Termohon, karena dalam hal ini Polda Metro Jaya/Termohon menerbitkan SP-3
untuk terlapor Miko Harianto sebagai terlapor I, dan Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH sebagai terlapor II dalam kasus pengunakan Akta No: 15 yang diduga palsu.
Padahal Akta ini dibuat oleh pejabat yang berwenang/Notaris, tanggal 17 November 2006. Sidang ditunda oleh hakim Senin mendatang untuk kesimpulan. (SUR ).
No comments