Sidang Penipuan Dengan Terdakwa WN AS, Dalton, Ditunda Lagi.
Terdakwa Dalton Ichiro Tanonaka. |
Jakarta,BERITA-ONE.COM. Persidangan kasus penipuan dengan terdakwa warga negara Amerika Serikat (AS) Dalton Ichiro Tanonaka (63), ditunda kembali oleh majelis hakim yang diketuai DR Ibrahim Palino SH . Alasan hakim karena terdakwa belum didampingi penterjemah bahasa Inggris. Dengan demikian, persidangan ini sudah tertunda untuk yang kedua kalinya, 23 Oktober 2017
Pada persidangan hari ini 23/10/2017, setelah sidang dibuka, majelis hakim menanyakan beberapa hal terhadap terdakwa termasuk apakah terdakwa bisa berbahasa Indonesia. Yang oleh terdakwa dijawab tidak bisa, ( dengan bahasa Inggris). Karenanya sidang ditunda satu minggu untuk memberi kesempatan agar terdakwa didampingi penterjemah.
Namun, sebelum sidang ditutup, salah seorang penasehat hukum terdakwa bertanya," Bapak hakim, kasus ini sedang dalam upaya perdamaian, karena ini masalah perdata murni. Kalau nanti terjadi perdamaian, apakah bisa persidangan ini dihentikan?
Dan kasus perdatanya sudah disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan di Pengadilan ini (Pengadilan Jakarta Pusat) yang prosesna masih berjalan", katanya.
Dengan singkat hakim menyatakan " Tidak bisa. Dan apakah ini kasus perdata atau pidana jawabannya nanti, bukan sekarang", kata hakim seraya menunda sidang pada hari Selasa 31/10/2017 mendatang.
Terdakwa Dalton selaku Direktur PT. Melia Media Internasional (PT. MMI) didakwa melakukan penipuan terhadap pengusaha Indonesia HPR hingga menderita kerugian sekitar Rp 6 milyar. Oleh Jaksa Ibnu Sahal SH MH dan Sigit Suharyanto SH mengatakan, terdakwa melanggar pasal 378 jo 372 KUHP, katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Oktober 2017.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, perbuatan yang dilakukan terdakwa diawali dengan pertemuannya dengan korban HPR yang terjadi pada akhir bulan September 2014 di jalan Thamrin, tepatnya di UOB Plaza Jakarta Pusat, dengan tujuan meminta saran masalah keuangan dan bagaimana caranya mencari orang untuk berinvestasi.
Pada kesempatan itu terdakwa mengajak korban berinvestasi sebesar USD 1.000.000 untuk mengembangkan media televisi The Indonesian Chanel (TIC) milik terdakwa. Agar korban masuk perangkapnya, HPR di iming-iming akan diberikan keuntungan 25%, dan juga akan dijadikan sebagai pemegang saham pengendali pada PT. MMI pimpinan terdakwa.
Dari bujuk rayu Dalton, rupana HPR tertarik, yang kemudian bersedia berinvestasi, dengan terlebih dahulu meminta audit dan pemeriksaan dekumen PT. MMI. Dan hal ini disetujui terdakwa asalkan HPR menyetorkan investasi awal sebesar USD 500.000 terlebih dahulu, sisanya yang USD 500.000 disetor setelah 30 hari kemudian.
Sebelum korban menyetorkan investasi awal, terlebih dahulu meminta kepada terdakwa berupa dekumen proyeksi awal rencana kerja PT. MMI 2015 dibidang media televisi/TIC milik terdakwa, yang selanjutnya oleh Sujipto hal tersebut dikirimkan kepada korban melalui email dimana disebutkan pada periode tahun 2015 pada PT. MMI/ televisi TIC akan mendapatkan keuntungan USD 1.073.456 .
Tapi ternyata, proyeksi rencana kerja (Chas Flow) PT. MMI untuk tahun 2015 tersebut hanya berdasarkan data data yang disampaikan secara lisan oleh terdakwa tampa memperhitungkan kerugian yang sedang dialami PT. MMI sebesar Rp 22 milyar lebih.
Karena HPR telah terbujuk rayuan terdakwa, maka pada 10 Oktober 2014 mengirim uang melalui transfer sebanyak dua kali, pertama USD 400 ribu dan yang kedua USD 100 ribu, sehingga semuanya menjadi USD 5.00 ribu, yang kemudian dibuatkan kwitansi oleh terdakwa.
Untuk selanjutnya, dekumen-dekumen milik PT. MMI milik terdakwa diminta untuk di audit dengan menunjuk Auditor/Akuntan Publik Rama Weda. Dari hasil Audit terdapat beberapa kejanggalan. Antara lain, untuk periode Desember 2013 sampai dengan September 2014, bahwa PT. MMI adalah jasa multimedia yaitu mengoperasikan TV Indonesia, TV Chanel. Hal ini tidak sesuai dengan bidang usaha yang tercantum dalam Akta Pendirian dan dekumen Perjanjian, yaitu bidang usahanya Konsultasi Nenejemen yang didasarkan pada pendirian Perseroan Terbatas (PT) NO. 13 tanggal 8 April 2014 yang dibuat oleh Notaris Tien Irawati S,SH di Jakarta.
Masih kata JPU dalam dakwaannya, pendapatan PT. MMI periode 1 Januari 2014 sampai dengan 30 September 2014 Rp 737 juta lebih. Juga disebutkan PT. MMI sudah menderita kerugian sebesar Rp 22 milyar lebih karena biaya produksi lebih besar dari pada pamasukan.
Karena korban telah mengetahui bahwa perusahaan terdakwa mempunyai beberapa kelemahan, namun terdakwa tidak mau/bisa menjelaskannya, maka korban minta agar uang yang sudah ditransfer kepada terdakwa supaya dikembalikan, upaya ini dilakukan melalui pengiriman email 7 November 2014.
Karena terdakwa tidak juga mau mengembalikan uang yang dimaksut, maka HPR melalui kuasa hukumnya Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH melakukan somasi sebanyak dua kali, pertama Ref.Nc. 12.4/HTP/2014/ tanggal 10 Desember 2014 dan Ref NO.1.8/HTP/2015 tanggal 15 Januari 2015, yang intinya agar terdakwa segera mengembalikan uang milik kliennya,HPR, yang telah diinvestasikan dibidang Media Televisi/TIC sebesar USD 500.000 tersebut.
Berdasarkan somasi tersebut terdakwa menemui korban dan membuat perjanjian yang isinya, uang tersebut akan dikembalikan dengan jangka waktu selama 6 bulan, dari 14 Januari 20 15 sampai dengan 14 Juli 2015.
Tapi sampai Penjanjian tersebut habis masa berlakunya, terdakwa tetap tidak mengembalikan uang tersebut. Yang kemudian terdakwa dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan digelandang ke pengadilan guna mempertanggung jawabkan perbuatannya seperti sekarang ini. (SUR).
Pada persidangan hari ini 23/10/2017, setelah sidang dibuka, majelis hakim menanyakan beberapa hal terhadap terdakwa termasuk apakah terdakwa bisa berbahasa Indonesia. Yang oleh terdakwa dijawab tidak bisa, ( dengan bahasa Inggris). Karenanya sidang ditunda satu minggu untuk memberi kesempatan agar terdakwa didampingi penterjemah.
Namun, sebelum sidang ditutup, salah seorang penasehat hukum terdakwa bertanya," Bapak hakim, kasus ini sedang dalam upaya perdamaian, karena ini masalah perdata murni. Kalau nanti terjadi perdamaian, apakah bisa persidangan ini dihentikan?
Dan kasus perdatanya sudah disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan di Pengadilan ini (Pengadilan Jakarta Pusat) yang prosesna masih berjalan", katanya.
Dengan singkat hakim menyatakan " Tidak bisa. Dan apakah ini kasus perdata atau pidana jawabannya nanti, bukan sekarang", kata hakim seraya menunda sidang pada hari Selasa 31/10/2017 mendatang.
Terdakwa Dalton selaku Direktur PT. Melia Media Internasional (PT. MMI) didakwa melakukan penipuan terhadap pengusaha Indonesia HPR hingga menderita kerugian sekitar Rp 6 milyar. Oleh Jaksa Ibnu Sahal SH MH dan Sigit Suharyanto SH mengatakan, terdakwa melanggar pasal 378 jo 372 KUHP, katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Oktober 2017.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, perbuatan yang dilakukan terdakwa diawali dengan pertemuannya dengan korban HPR yang terjadi pada akhir bulan September 2014 di jalan Thamrin, tepatnya di UOB Plaza Jakarta Pusat, dengan tujuan meminta saran masalah keuangan dan bagaimana caranya mencari orang untuk berinvestasi.
Pada kesempatan itu terdakwa mengajak korban berinvestasi sebesar USD 1.000.000 untuk mengembangkan media televisi The Indonesian Chanel (TIC) milik terdakwa. Agar korban masuk perangkapnya, HPR di iming-iming akan diberikan keuntungan 25%, dan juga akan dijadikan sebagai pemegang saham pengendali pada PT. MMI pimpinan terdakwa.
Dari bujuk rayu Dalton, rupana HPR tertarik, yang kemudian bersedia berinvestasi, dengan terlebih dahulu meminta audit dan pemeriksaan dekumen PT. MMI. Dan hal ini disetujui terdakwa asalkan HPR menyetorkan investasi awal sebesar USD 500.000 terlebih dahulu, sisanya yang USD 500.000 disetor setelah 30 hari kemudian.
Sebelum korban menyetorkan investasi awal, terlebih dahulu meminta kepada terdakwa berupa dekumen proyeksi awal rencana kerja PT. MMI 2015 dibidang media televisi/TIC milik terdakwa, yang selanjutnya oleh Sujipto hal tersebut dikirimkan kepada korban melalui email dimana disebutkan pada periode tahun 2015 pada PT. MMI/ televisi TIC akan mendapatkan keuntungan USD 1.073.456 .
Tapi ternyata, proyeksi rencana kerja (Chas Flow) PT. MMI untuk tahun 2015 tersebut hanya berdasarkan data data yang disampaikan secara lisan oleh terdakwa tampa memperhitungkan kerugian yang sedang dialami PT. MMI sebesar Rp 22 milyar lebih.
Karena HPR telah terbujuk rayuan terdakwa, maka pada 10 Oktober 2014 mengirim uang melalui transfer sebanyak dua kali, pertama USD 400 ribu dan yang kedua USD 100 ribu, sehingga semuanya menjadi USD 5.00 ribu, yang kemudian dibuatkan kwitansi oleh terdakwa.
Untuk selanjutnya, dekumen-dekumen milik PT. MMI milik terdakwa diminta untuk di audit dengan menunjuk Auditor/Akuntan Publik Rama Weda. Dari hasil Audit terdapat beberapa kejanggalan. Antara lain, untuk periode Desember 2013 sampai dengan September 2014, bahwa PT. MMI adalah jasa multimedia yaitu mengoperasikan TV Indonesia, TV Chanel. Hal ini tidak sesuai dengan bidang usaha yang tercantum dalam Akta Pendirian dan dekumen Perjanjian, yaitu bidang usahanya Konsultasi Nenejemen yang didasarkan pada pendirian Perseroan Terbatas (PT) NO. 13 tanggal 8 April 2014 yang dibuat oleh Notaris Tien Irawati S,SH di Jakarta.
Masih kata JPU dalam dakwaannya, pendapatan PT. MMI periode 1 Januari 2014 sampai dengan 30 September 2014 Rp 737 juta lebih. Juga disebutkan PT. MMI sudah menderita kerugian sebesar Rp 22 milyar lebih karena biaya produksi lebih besar dari pada pamasukan.
Karena korban telah mengetahui bahwa perusahaan terdakwa mempunyai beberapa kelemahan, namun terdakwa tidak mau/bisa menjelaskannya, maka korban minta agar uang yang sudah ditransfer kepada terdakwa supaya dikembalikan, upaya ini dilakukan melalui pengiriman email 7 November 2014.
Karena terdakwa tidak juga mau mengembalikan uang yang dimaksut, maka HPR melalui kuasa hukumnya Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH melakukan somasi sebanyak dua kali, pertama Ref.Nc. 12.4/HTP/2014/ tanggal 10 Desember 2014 dan Ref NO.1.8/HTP/2015 tanggal 15 Januari 2015, yang intinya agar terdakwa segera mengembalikan uang milik kliennya,HPR, yang telah diinvestasikan dibidang Media Televisi/TIC sebesar USD 500.000 tersebut.
Berdasarkan somasi tersebut terdakwa menemui korban dan membuat perjanjian yang isinya, uang tersebut akan dikembalikan dengan jangka waktu selama 6 bulan, dari 14 Januari 20 15 sampai dengan 14 Juli 2015.
Tapi sampai Penjanjian tersebut habis masa berlakunya, terdakwa tetap tidak mengembalikan uang tersebut. Yang kemudian terdakwa dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan digelandang ke pengadilan guna mempertanggung jawabkan perbuatannya seperti sekarang ini. (SUR).
No comments