Jaksa Tuntut Hukuman 5 Tahun Penjara Kepada Mantan Atase KBRI Malaysia Dwi Widodo.
Mantan Atase KBRI Indonesia di Malaysia Dwi Widodo |
Jakarta,BERITA-ONE.COM. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto menuntut hukum selama 5 tahun penjara terhadap mantan atase KBRI Indonesia di Malaysia Dwi Widodo selama 5 tahun penjara potong tahanan.
Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan, plus membayar uang pengganti sebesar Rp 542 juta dan 26.400 RM dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Tuntutan dibacana oleh JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta 4 Oktober 2017.
Dalam Requisitornya Jaksa mengataka terdakwa Dwi dinilai terbukti bersalah menerima suap terkait penerbitan paspor dan penerbitan calling visa tahun 2013 hingga 2016.
Dan terdakwa terbukti menerima uang sebesar Rp 524,35 juta dan 63.500 Ringgit Malaysia serta voucher hotel senilai Rp 10,8 juta. Dengan demikian terdakwa Dwi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa Arif Suhermanto.
Masih kata Jaksa, penyimpangan yang dilakukan Dwi pada saat menerbitkan paspor dan calling visa dari 8 perusahaan, yaitu PT Anas Piliang Jaya, PT Semangat Jaya Baru, PT Trisula Mitra Sejahtera, PT Sandugu International, PT Rasulindo, PT Atrinco Mulia Sejati, PT Afindo Prima Utama, dan PT Alif.
Terdakwa Dwi telah menerbitkan paspor dan visa tidak sesuai prosedur yang ada. Hal itu bermula saat pemilik PT Anas Piliang, Nazwir Anas, meminta bantuan Dwi untuk menerbitkan calling visa para kliennya dari Afrika, lantaran melibatkan pihak lain atau calo, dimana Dwi mendapatkan imbalan.
Terhadap PT Trisula Mitra Sejahtera, Dwi juga mendapatkan uang sebesar 200 dolar AS untuk 16 klien yang menginginkan penerbitan calling visa.
Uan sebesar Rp 1 juta per orang juga diterima Dwi dari klien perusahaan PT Sandugu Internasional, dari PT Rasulindo Jaya, Dwi juga mendapat voucher hotel senilai Rp 10,8 juta, dari Perusahaan PT Afindo.
Pengurusan calling visa untuk 9 WN Srilangka, Gana, Nepal, Uganda Nigeria yang berprofesi sebagai pedagang Dwi minta imbalan Rp 295 juta, dan masih banyak lagi.
Uang-uang siluman itu tidak dikirimkan ke rekening KBRI Malaysia, melainkan ke rekening terdakwa dan rekening Satya Rajasa Pane dan diberikan kepada
82 pegawai KBRI serta untuk tunjangan Hari Raya sebanyak 39.500 ringgit . Dan yang sebagian lagi dikembalikan ke KPK beberapa waktu lalu.
Terdakwa Dwi melanggar UU NO: 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana yang telah diubah dengan UU NO: 20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sidang ditunda satu pekan untuk memberikan kesempatan kepada terdakwa/penasehat hukumnya melakukan pledoi. (SUR).
Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan, plus membayar uang pengganti sebesar Rp 542 juta dan 26.400 RM dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Tuntutan dibacana oleh JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta 4 Oktober 2017.
Dalam Requisitornya Jaksa mengataka terdakwa Dwi dinilai terbukti bersalah menerima suap terkait penerbitan paspor dan penerbitan calling visa tahun 2013 hingga 2016.
Dan terdakwa terbukti menerima uang sebesar Rp 524,35 juta dan 63.500 Ringgit Malaysia serta voucher hotel senilai Rp 10,8 juta. Dengan demikian terdakwa Dwi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa Arif Suhermanto.
Masih kata Jaksa, penyimpangan yang dilakukan Dwi pada saat menerbitkan paspor dan calling visa dari 8 perusahaan, yaitu PT Anas Piliang Jaya, PT Semangat Jaya Baru, PT Trisula Mitra Sejahtera, PT Sandugu International, PT Rasulindo, PT Atrinco Mulia Sejati, PT Afindo Prima Utama, dan PT Alif.
Terdakwa Dwi telah menerbitkan paspor dan visa tidak sesuai prosedur yang ada. Hal itu bermula saat pemilik PT Anas Piliang, Nazwir Anas, meminta bantuan Dwi untuk menerbitkan calling visa para kliennya dari Afrika, lantaran melibatkan pihak lain atau calo, dimana Dwi mendapatkan imbalan.
Terhadap PT Trisula Mitra Sejahtera, Dwi juga mendapatkan uang sebesar 200 dolar AS untuk 16 klien yang menginginkan penerbitan calling visa.
Uan sebesar Rp 1 juta per orang juga diterima Dwi dari klien perusahaan PT Sandugu Internasional, dari PT Rasulindo Jaya, Dwi juga mendapat voucher hotel senilai Rp 10,8 juta, dari Perusahaan PT Afindo.
Pengurusan calling visa untuk 9 WN Srilangka, Gana, Nepal, Uganda Nigeria yang berprofesi sebagai pedagang Dwi minta imbalan Rp 295 juta, dan masih banyak lagi.
Uang-uang siluman itu tidak dikirimkan ke rekening KBRI Malaysia, melainkan ke rekening terdakwa dan rekening Satya Rajasa Pane dan diberikan kepada
82 pegawai KBRI serta untuk tunjangan Hari Raya sebanyak 39.500 ringgit . Dan yang sebagian lagi dikembalikan ke KPK beberapa waktu lalu.
Terdakwa Dwi melanggar UU NO: 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana yang telah diubah dengan UU NO: 20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sidang ditunda satu pekan untuk memberikan kesempatan kepada terdakwa/penasehat hukumnya melakukan pledoi. (SUR).
No comments