Hakim "Tersesat" Dan "Berkacamata Kuda" Dalam Menghukum Ir Wahyudin Akbar.
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Majelis hakim yang diketuai Emilia Djadja Subagia SH dinyatakan "Tersesat " dan "Berkacamata Kuda" dalam menjatuhkan hukuman kepada mantan Sekretaris Yayasan Petamina Fondation. Hal ini dikatakan Erman Umar SH, kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta , Kamis 26 Oktober 2017.
" Hakim dalam menghukum klien kami Ir. Wahyudin Akbar tersesat, karena tidak memperhatikan bahwa masalah ini terjadi di tubuh Yayasan, yaitu Yayasan Pertamina Pondation (PF). Seharusnya hakim menggunakan Undang-Undang (UU) Yayasan , dimana yang berwenang melakukan pemeriksan awal terhadap kasus ini adalah Kejaksaan, bukan polisi. Kejaksaa menurut UU Yayasan, yang mewakili kepentingan Umum, tapi nyatanya tidaklah pertimbangkan/ dipersoalkan.
Dan Juga hakim dalam menghukum klien kami ini mengunakan "Kacamatan Kuda". Artinya, hakim hanya berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) dan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), tapi tidak mau mempertimbangkan keterangan para saksi yang dihadirkan dalam sidang, khususnya para saksi yang meringankan terdakwa serta hal hal lain . Terhadap putusan ini kami menyatakan pikir-kikir untuk menggunakan upaya hukum," kata Erman Umar SH.
Terdakwa Wahyudin dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara dipotong masa tahan. Dan diwajibkan membayar denda Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu dia juga dihukum membayar denda Rp 2 milyar dan harus dibayar 1 bulan setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jika terdakwa tidak bisa membayar uang pengganti , harta benda miliknya akan disita dan di lelang untuk membayar uang pengganti tersebut. Bila belum cukup, hukum terdakwa ditambah dua tahun penjara sebagai penggantinya.
Hakim dalam pertimbangan hukumnya mengatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti dakwaan JPU.
Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serata terdakwa tidak merasa menyesal atas perbuatannya. Hal yang meringankan antara lain terdakwa belum pernah dihukum serta sopan dalam persidangan.
Sejumlah barang bukti milik terdakwa yang disita antara lain; 3 buah Apartemen dan 2 mobil, serta uang miliknya tetap disita. Padahal, diantara sejumlah barang bukti tersebut termasuk uang, didapat oleh terdakwa secara sah. Ini sangat disayangkan dan tidak adil, kata Erman.
Vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih ringan 2 tahun dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut 7 tahun penjara.
Terdakwa Wahyudin dimejahijaukan lantaran didakwa melakukan tindak pidana korupsi di Yayasan Pertamina Fondation (PF) dalam program Gerakan Menabung Pohon (GMP) 100 juta pohon di berbagai wilayah.
Program ini berhasil mensejahterakan para petani yang ikut dalam program ini. Dengan "gerakan sahabat bumi" ini pihak PT. Pertamina (persero) juga diuntungkan oleh program ini, karena mendapat citra yang baik dan sejumlah penghargaan dari dalam dan luar negeri.
Tapi sayang program yang sangat bermanfaat di kalangan masyarakat ini dihentikan lantaran adanya tuduhan korupsi yang sebenarnya telah dibantah habis dalam persidangan. (SUR).
" Hakim dalam menghukum klien kami Ir. Wahyudin Akbar tersesat, karena tidak memperhatikan bahwa masalah ini terjadi di tubuh Yayasan, yaitu Yayasan Pertamina Pondation (PF). Seharusnya hakim menggunakan Undang-Undang (UU) Yayasan , dimana yang berwenang melakukan pemeriksan awal terhadap kasus ini adalah Kejaksaan, bukan polisi. Kejaksaa menurut UU Yayasan, yang mewakili kepentingan Umum, tapi nyatanya tidaklah pertimbangkan/ dipersoalkan.
Dan Juga hakim dalam menghukum klien kami ini mengunakan "Kacamatan Kuda". Artinya, hakim hanya berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) dan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), tapi tidak mau mempertimbangkan keterangan para saksi yang dihadirkan dalam sidang, khususnya para saksi yang meringankan terdakwa serta hal hal lain . Terhadap putusan ini kami menyatakan pikir-kikir untuk menggunakan upaya hukum," kata Erman Umar SH.
Terdakwa Wahyudin dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara dipotong masa tahan. Dan diwajibkan membayar denda Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu dia juga dihukum membayar denda Rp 2 milyar dan harus dibayar 1 bulan setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jika terdakwa tidak bisa membayar uang pengganti , harta benda miliknya akan disita dan di lelang untuk membayar uang pengganti tersebut. Bila belum cukup, hukum terdakwa ditambah dua tahun penjara sebagai penggantinya.
Hakim dalam pertimbangan hukumnya mengatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti dakwaan JPU.
Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serata terdakwa tidak merasa menyesal atas perbuatannya. Hal yang meringankan antara lain terdakwa belum pernah dihukum serta sopan dalam persidangan.
Sejumlah barang bukti milik terdakwa yang disita antara lain; 3 buah Apartemen dan 2 mobil, serta uang miliknya tetap disita. Padahal, diantara sejumlah barang bukti tersebut termasuk uang, didapat oleh terdakwa secara sah. Ini sangat disayangkan dan tidak adil, kata Erman.
Vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih ringan 2 tahun dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut 7 tahun penjara.
Terdakwa Wahyudin dimejahijaukan lantaran didakwa melakukan tindak pidana korupsi di Yayasan Pertamina Fondation (PF) dalam program Gerakan Menabung Pohon (GMP) 100 juta pohon di berbagai wilayah.
Program ini berhasil mensejahterakan para petani yang ikut dalam program ini. Dengan "gerakan sahabat bumi" ini pihak PT. Pertamina (persero) juga diuntungkan oleh program ini, karena mendapat citra yang baik dan sejumlah penghargaan dari dalam dan luar negeri.
Tapi sayang program yang sangat bermanfaat di kalangan masyarakat ini dihentikan lantaran adanya tuduhan korupsi yang sebenarnya telah dibantah habis dalam persidangan. (SUR).
No comments