Dua Pejabat PT. Bank Mandiri (Persero )Tbk Dilaporkan Ke Polisi.
PT. Bank Mandiri Tbk . |
Jakarta,BERITA-ONE.COM. Direktur Utama Bank Mandiri ( Persero) Tbk, Kartika Wirjoatmodjo dan Vice Presiden RSAM Regional Jakarta Barat PT. Bank Mandiri ( Persero) Tbk Asril Aziz, dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh seorang pengusaha dari Jakarta berinisial HPR.
Dalam laporannya ke Polisi dengan NO: LP/4879/X/2017/PMJ/Dit. Reskrimum tanggal 9 Oktober 2017 tersebut, Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH, selaku kuasa hukum HPR mengatakan, bahwa para terlapor telah melakukan perbuatan pidana berupa Membuat Pencatatan Palsu seperti yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) UU RI NO. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.
Laporan polisi yang diterima oleh Komisaris Polisi Deti Julawati itu disebutkan, kasus P
pidana yang dilakukan oleh mereka terjadi di Jalan Thamrin Kav. 8-10 Jakarta Pusat tanggal 11 November 2016, dimana klien pelapor disebut mempunyai hutang terhadap bank plat merah itu. Guna memperkuat laporannya, pelapor didukung oleh dua orang saksi, DR. H Teguh Samudra dan Fruri.
Menurut keterangan, tiba tiba saja pihak PT. Bank Mandiri Tbk melakukan penagihan hutang terhadap HPR yang didahuli dengan seomasi dengan menyebut Perjanjian Kredit NO: 32/096/KMK.PDN tanggal 5 Januari 199 I sampai dengan 10 November 2016 dengan jumlah hutang yang harus dibayar HPR sebesar Rp 2,8 milyar lebih. Rinciannya, hutang pokok Rp 1,8 milyar lebih, dan tunggakan bunga Rp 1 milyar lebih.
Pernyataan ini tentunya membuat pelapor mejadi terperangah mendengar tagihan tersebut. Lulu melalui kuasa hukumnya Hartono, HPR menanyakan/meminta tentang dekumen-dekumen pendukung ke pihak PT. Bank Mandiri Tbk, namun pihak bank tersebut tidak mau memberikannya.
Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi pihak pelapor karena, mengapa hutang sudah 25 tahu baru ditagih sekarang, dimana data- datanya tiba-tiba muncul diprin out tanggal 1 Desember tahun 1991 sampai tahun 2016.
" Berdasarkan keterangan lisan dari pihak Bank Mandiri, ada jaminan Sertifikat Tanah dari HPR dengan luas 88.940 M2 di Serang, namun ketika dikonfirmasi, data Sertifikat tersebut ternyata tidak ada. Dan masih menurut Hartono, pada saat PT. Bank Mandiri melakukan penagihan, status kami sebagai nasabah Deposito sebesar Rp 3 milyar, dan tidak mempunyai hutang. Tapi mengapa sekarang Bank Mandiri melakukan penagihan?, kata Hartono bertanya-tanya.
Berkaitan dengan hal diatas, saat Dikonfirmasi pihak PT. Bank Mandiri Cabang Regional III Jakarta Barat, melalui receptionis badan usaha tersebut menyarankan, agar ditanyakan ke Pusat, di Plaza Mandiri Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan.
"Untuk konfirmasi masalah ini sebaiknya Bapak ke Humas Pusat yang ada di Plaza Mandiri Jalan Gatot Subroto, disana akan mendapatkan penjelasan yang konkrit dan lengkap. Namun demikian harus membuat janji lebih dahulu dan memberi tahu hal-hal apa yang akan dipertanyakan", kata Selfia kepada BERITA-ONE.COM Jumat kemarin sekitar pukul 13.20. WIB.
Kasus ini bermula saat pelapor mendapatkan surat peringatan Ke-I dari Bank Mandiri dengan No. SAM.SA1/JKO.1044/2016 tertanggal 10 November 2016. Dalam surat itu berisi pernyataan bahwa HPR diminta untuk segera melunasi kewajibannya beserta rencana konkrit penyelesaiannya, selambat-lambatnya 7 hari sejak surat diterima, dengan posisi kewajiban kredit tertanggal 10 November 2016 sebesar Rp 2.875.521.550,00. Rinciannya, Hutang Pokok Rp 1.840.956.132,00, ditambah Tunggakan Bunga Rp 1.034.565.423,00.
Alasannya, HPR dinyatakan memiliki pinjaman kepada tergugat ( Eks Legacy Bank Dagang Negara) No. 34/006/KMK.PON tangal 5 Januari 1991, dengan posisi pinjaman saat ini Rp 2.875.521.555,00.
Berkaitan hal itu , kuasa hukum HPR, Hartono meminta klarifikasi melalui surat Ref. No. 11.15/HTP/2016 tertanggal 30 November 2016 terhadap surat dari Bank Mandiri , dengan pertanyaan 3 hal;
a). Apakah benar untuk kewajiban kredit berdasarkan Penjanjian Kredit (Tambahan ) No.32/006/KMK.PDN tanggal 5 Januari 1991 di PT Bank Mandiri Tbk masih exsis hingga saat ini setelah 25 tahun berjalan?
b). Jika 'Ya' mohon kami diberikan bukti copy Aktifitas Rekening No. 119.010.000.6863, beserta dengan turunan lengkap dari Perjanjian Kredit tersebut.
c). Apakah ada aset jaminan milik Penggugat untuk meng-cover kewajiban kredit sebesar Rp 2.875.521.555,00.
Pada tanggal 9 Desember 2016 pihak bank menjawab , dan membenarkan bahwa HPR mempunyai pinjaman pada Bank Mandiri (Persero) Tbk (Eks . Legacy Bank Dagang Negara) Rp 2.875.521.555,00, dan terdapat agunan kredit berupa sertipikat hak milik No. 72/ Kadubeureum atas nama Amirudin bin Bahrudin dengan luas tanah 88.940 M2 yang terletak di Desa Kadubeureum, Pabuaran, Serang.
Namun demikian jawaban tersebut ditolak oleh Hartono melaluai suratnya Ref.No. 1.2/HTP/2016 tertanggal 9 Januari 2017, karena pihak Bank Mandiri tidak dapat memperlihatkan dekumen asli jaminan kredit kepada kami sebab, hanya mengirimkan dekumen copy yang berupa antara lain; foto copy jaminan kredit tambahan, foto copy Saldo Balance /Account Namber, foto copy surat urusan piutang negara, dan lainnya. Karenanya, menurut Hartono pebuatan pihak Bank Mandiri merupakan perbuatan yang menyalahi ketentuan perbankan, karena senyatanya pihak kami sudah tidak ada lagi rekening pinjaman, dan klien kami tidak pernah membuat, menandatangani, apa lagi menyetujui adanya Kredit Tambahan yang dimaksud .
Sementara itu, dalam masalah ini PT. Bank Mandiri digugat oleh HPR di Pengadilan Negeri Jakarta Barat sebesar Rp 1 triliun lebih, karena melakukan perbuatan melawan hukum. Gugatan ini tercatat dengan NO: 274/Pdt/G/2017/PN.Jkt Brt tanggal 26 April 2017. (SUR).
Dalam laporannya ke Polisi dengan NO: LP/4879/X/2017/PMJ/Dit. Reskrimum tanggal 9 Oktober 2017 tersebut, Hartono Tanuwidjaja SH.MSi.MH, selaku kuasa hukum HPR mengatakan, bahwa para terlapor telah melakukan perbuatan pidana berupa Membuat Pencatatan Palsu seperti yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) UU RI NO. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.
Laporan polisi yang diterima oleh Komisaris Polisi Deti Julawati itu disebutkan, kasus P
pidana yang dilakukan oleh mereka terjadi di Jalan Thamrin Kav. 8-10 Jakarta Pusat tanggal 11 November 2016, dimana klien pelapor disebut mempunyai hutang terhadap bank plat merah itu. Guna memperkuat laporannya, pelapor didukung oleh dua orang saksi, DR. H Teguh Samudra dan Fruri.
Menurut keterangan, tiba tiba saja pihak PT. Bank Mandiri Tbk melakukan penagihan hutang terhadap HPR yang didahuli dengan seomasi dengan menyebut Perjanjian Kredit NO: 32/096/KMK.PDN tanggal 5 Januari 199 I sampai dengan 10 November 2016 dengan jumlah hutang yang harus dibayar HPR sebesar Rp 2,8 milyar lebih. Rinciannya, hutang pokok Rp 1,8 milyar lebih, dan tunggakan bunga Rp 1 milyar lebih.
Pernyataan ini tentunya membuat pelapor mejadi terperangah mendengar tagihan tersebut. Lulu melalui kuasa hukumnya Hartono, HPR menanyakan/meminta tentang dekumen-dekumen pendukung ke pihak PT. Bank Mandiri Tbk, namun pihak bank tersebut tidak mau memberikannya.
Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi pihak pelapor karena, mengapa hutang sudah 25 tahu baru ditagih sekarang, dimana data- datanya tiba-tiba muncul diprin out tanggal 1 Desember tahun 1991 sampai tahun 2016.
" Berdasarkan keterangan lisan dari pihak Bank Mandiri, ada jaminan Sertifikat Tanah dari HPR dengan luas 88.940 M2 di Serang, namun ketika dikonfirmasi, data Sertifikat tersebut ternyata tidak ada. Dan masih menurut Hartono, pada saat PT. Bank Mandiri melakukan penagihan, status kami sebagai nasabah Deposito sebesar Rp 3 milyar, dan tidak mempunyai hutang. Tapi mengapa sekarang Bank Mandiri melakukan penagihan?, kata Hartono bertanya-tanya.
Berkaitan dengan hal diatas, saat Dikonfirmasi pihak PT. Bank Mandiri Cabang Regional III Jakarta Barat, melalui receptionis badan usaha tersebut menyarankan, agar ditanyakan ke Pusat, di Plaza Mandiri Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan.
"Untuk konfirmasi masalah ini sebaiknya Bapak ke Humas Pusat yang ada di Plaza Mandiri Jalan Gatot Subroto, disana akan mendapatkan penjelasan yang konkrit dan lengkap. Namun demikian harus membuat janji lebih dahulu dan memberi tahu hal-hal apa yang akan dipertanyakan", kata Selfia kepada BERITA-ONE.COM Jumat kemarin sekitar pukul 13.20. WIB.
Kasus ini bermula saat pelapor mendapatkan surat peringatan Ke-I dari Bank Mandiri dengan No. SAM.SA1/JKO.1044/2016 tertanggal 10 November 2016. Dalam surat itu berisi pernyataan bahwa HPR diminta untuk segera melunasi kewajibannya beserta rencana konkrit penyelesaiannya, selambat-lambatnya 7 hari sejak surat diterima, dengan posisi kewajiban kredit tertanggal 10 November 2016 sebesar Rp 2.875.521.550,00. Rinciannya, Hutang Pokok Rp 1.840.956.132,00, ditambah Tunggakan Bunga Rp 1.034.565.423,00.
Alasannya, HPR dinyatakan memiliki pinjaman kepada tergugat ( Eks Legacy Bank Dagang Negara) No. 34/006/KMK.PON tangal 5 Januari 1991, dengan posisi pinjaman saat ini Rp 2.875.521.555,00.
Berkaitan hal itu , kuasa hukum HPR, Hartono meminta klarifikasi melalui surat Ref. No. 11.15/HTP/2016 tertanggal 30 November 2016 terhadap surat dari Bank Mandiri , dengan pertanyaan 3 hal;
a). Apakah benar untuk kewajiban kredit berdasarkan Penjanjian Kredit (Tambahan ) No.32/006/KMK.PDN tanggal 5 Januari 1991 di PT Bank Mandiri Tbk masih exsis hingga saat ini setelah 25 tahun berjalan?
b). Jika 'Ya' mohon kami diberikan bukti copy Aktifitas Rekening No. 119.010.000.6863, beserta dengan turunan lengkap dari Perjanjian Kredit tersebut.
c). Apakah ada aset jaminan milik Penggugat untuk meng-cover kewajiban kredit sebesar Rp 2.875.521.555,00.
Pada tanggal 9 Desember 2016 pihak bank menjawab , dan membenarkan bahwa HPR mempunyai pinjaman pada Bank Mandiri (Persero) Tbk (Eks . Legacy Bank Dagang Negara) Rp 2.875.521.555,00, dan terdapat agunan kredit berupa sertipikat hak milik No. 72/ Kadubeureum atas nama Amirudin bin Bahrudin dengan luas tanah 88.940 M2 yang terletak di Desa Kadubeureum, Pabuaran, Serang.
Namun demikian jawaban tersebut ditolak oleh Hartono melaluai suratnya Ref.No. 1.2/HTP/2016 tertanggal 9 Januari 2017, karena pihak Bank Mandiri tidak dapat memperlihatkan dekumen asli jaminan kredit kepada kami sebab, hanya mengirimkan dekumen copy yang berupa antara lain; foto copy jaminan kredit tambahan, foto copy Saldo Balance /Account Namber, foto copy surat urusan piutang negara, dan lainnya. Karenanya, menurut Hartono pebuatan pihak Bank Mandiri merupakan perbuatan yang menyalahi ketentuan perbankan, karena senyatanya pihak kami sudah tidak ada lagi rekening pinjaman, dan klien kami tidak pernah membuat, menandatangani, apa lagi menyetujui adanya Kredit Tambahan yang dimaksud .
Sementara itu, dalam masalah ini PT. Bank Mandiri digugat oleh HPR di Pengadilan Negeri Jakarta Barat sebesar Rp 1 triliun lebih, karena melakukan perbuatan melawan hukum. Gugatan ini tercatat dengan NO: 274/Pdt/G/2017/PN.Jkt Brt tanggal 26 April 2017. (SUR).
No comments