Janji Jokowi Setelah 13 Tahun Kematian Munir
Jakarta,BERITA-ONE.COM. Sudah 13 tahun kasus pembunuhan aktifis HAM Munir yang diracun pada 7 September 2004 di dalam penerbangan Jakarta – Amsterdam di atas pesawat Garuda Indonesia, namun masih menyisakan pertanyaan siapa dalang pembunuhnya. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, seperti pembentukan TPF Kasus Munir dan beberapa orang telah dihukum, seperti Pollycarpus dan beberapa orang pejabat Garuda Indonesia, namun aktor intelektual dari aksi keji itu belum juga tersentuh oleh hukum.
Penyidikan juga pernah menjadikan mantan Deputi BIN, Mayor Jendral (Purn) Muchdi PR. sebagai tersangka, walaupun akhirnya divonis bebas pada Desember 2008.
Pembentukan TPF Kasus Munir pada tahun 2004 oleh pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi langkah penting dalam upaya pengungkapan kasus Munir. Namun sangat disayangkan, hasil penyelidikan TPF tersebut tidak pernah diungkapkan ke publik meskipun Keputusan Presiden (Keppres No. 111 tahun 2004) tentang pembentukan TPF mengamanatkan hal tersebut.
Tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Jokowi-JK bahkan belum melakukan tindakan apapun dalam upaya penuntasan kasus Munir. Bahkan pada masa pemerintahan Jokowi-JK ini, kewajiban untuk membuka hasil temuan (laporan) TPF kasus Munir, sebagaimana yang diamanatkan ketetapan ke-9 Keppres No. 111 tahun 2004, menemui jalan buntu.
Beberapa waktu lalu Mahkamah Agung menolak kasasi untuk membuka laporan TPF kasus Munir, padahal sebelumnya KIP telah memutuskan agar dokumen tersebut dibuka ke publik.
Lebih dari itu, di awal masa pemerintahan Jokowi – JK, justeru kado pahit yang diterima dalam penyelesaian kasus Munir, yaitu dengan membebaskan Pollycarpus dari penjara dengan memberikan pembebasan bersyarat hingga dia dapat menghirup udara bebas pada 28 November 2014. Tercatat bahwa Pollycarpus setidaknya menerima 12 kali remisi ketika menjalani masa hukuman di dalam penjara.
Penuntasan kasus pembunuhan Munir merupakan tolak ukur seberapa besar komitmen pemerintah Jokowi – JK terhadap penegakan HAM di Indonesia, khususnya perlindungan terhadap mereka yang berjuang dalam pemenuhan hak asasi manusia oleh negara. Sebaliknya, ketiadaan langkah yang secara tegas diambil oleh pemerintah Jokowi – JK dalam penuntasan kasus Munir dapat memperlihatkan rendahnya komitment pemerintah Jokowi – JK dalam pemenuhan hak asasi manusia.
Atas dasar hal tersebut di atas, kami mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk tetap pada komitmennya dalam menuntaskan kasus pembunuhan terhadap aktifis hak asasi manusia Munir, dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut; pertama mengambil langkah nyata untuk memenuhi janjinya dalam penuntasan Munir dan kasus pelanggaran HAM lainnya sebagaimana ada dalam janji Nawacita Jokowi –JK.
Kedua, membuka kepada publik hasil temuan tim pencari fakta (TPF) kasus Munir dengan meminta salinan dokumen tersebut baik kepada institusi negara seperti Kepolisian dan/ atau Kejaksaan, ataupun lansung kepada Presiden Republik Indonesia ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian Siaran Pers KontraS 7 September 2017 menyebutkan. (SUR).
Penyidikan juga pernah menjadikan mantan Deputi BIN, Mayor Jendral (Purn) Muchdi PR. sebagai tersangka, walaupun akhirnya divonis bebas pada Desember 2008.
Pembentukan TPF Kasus Munir pada tahun 2004 oleh pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi langkah penting dalam upaya pengungkapan kasus Munir. Namun sangat disayangkan, hasil penyelidikan TPF tersebut tidak pernah diungkapkan ke publik meskipun Keputusan Presiden (Keppres No. 111 tahun 2004) tentang pembentukan TPF mengamanatkan hal tersebut.
Tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Jokowi-JK bahkan belum melakukan tindakan apapun dalam upaya penuntasan kasus Munir. Bahkan pada masa pemerintahan Jokowi-JK ini, kewajiban untuk membuka hasil temuan (laporan) TPF kasus Munir, sebagaimana yang diamanatkan ketetapan ke-9 Keppres No. 111 tahun 2004, menemui jalan buntu.
Beberapa waktu lalu Mahkamah Agung menolak kasasi untuk membuka laporan TPF kasus Munir, padahal sebelumnya KIP telah memutuskan agar dokumen tersebut dibuka ke publik.
Lebih dari itu, di awal masa pemerintahan Jokowi – JK, justeru kado pahit yang diterima dalam penyelesaian kasus Munir, yaitu dengan membebaskan Pollycarpus dari penjara dengan memberikan pembebasan bersyarat hingga dia dapat menghirup udara bebas pada 28 November 2014. Tercatat bahwa Pollycarpus setidaknya menerima 12 kali remisi ketika menjalani masa hukuman di dalam penjara.
Penuntasan kasus pembunuhan Munir merupakan tolak ukur seberapa besar komitmen pemerintah Jokowi – JK terhadap penegakan HAM di Indonesia, khususnya perlindungan terhadap mereka yang berjuang dalam pemenuhan hak asasi manusia oleh negara. Sebaliknya, ketiadaan langkah yang secara tegas diambil oleh pemerintah Jokowi – JK dalam penuntasan kasus Munir dapat memperlihatkan rendahnya komitment pemerintah Jokowi – JK dalam pemenuhan hak asasi manusia.
Atas dasar hal tersebut di atas, kami mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk tetap pada komitmennya dalam menuntaskan kasus pembunuhan terhadap aktifis hak asasi manusia Munir, dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut; pertama mengambil langkah nyata untuk memenuhi janjinya dalam penuntasan Munir dan kasus pelanggaran HAM lainnya sebagaimana ada dalam janji Nawacita Jokowi –JK.
Kedua, membuka kepada publik hasil temuan tim pencari fakta (TPF) kasus Munir dengan meminta salinan dokumen tersebut baik kepada institusi negara seperti Kepolisian dan/ atau Kejaksaan, ataupun lansung kepada Presiden Republik Indonesia ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian Siaran Pers KontraS 7 September 2017 menyebutkan. (SUR).
No comments