PH : Terdakwa Steven Mohon Diputus Bebas.
Ir Tonin Tachta Singarimbun SH. |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Pengacara Ir. ToninTachta Singarimbun SH, selaku kuasa hukum terdakwa Liong Sauw Khim alias Steven, memohon kepada majelis hakim Untuk ; (1) Menolak Surat Tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).( 2) Mengabulkan Eksepsi terdakwa dan (3) Agar terdakwa diputus bebas (vrijspraak).
Atau setidak-tidaknya, perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum ( onslaag van racht vervolging).
Dan Apa bila majelis hakim berpendapat lain, maka dimohon untuk memberikan putusan yang seringan-ringannya kepada terdakwa, yaitu hukuman pidana percobaan. Pembelaan ini dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat , 29 Agustus 2017.
Pemintaan/permohonan yang dilakukan Pengacara Ir. Tonin Tachta Singarimbun SH, Ananta Rangkugo Singarimbun SH dan Dendy Emanda SH dari "ANDITA'S LAW FIRM" ini tentu saja mempunyai beberapa alasan atau dasar yang antara lain dinyatakan, selama persidangan terdakwa Steven berlangsung, berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Ditambahkan, kejadian pencakatran tidak ada seorang saksi yang melihat , dan seandainya ada pengakuan dari Yoeyen Sisca alias Sania yang melakukan terdakwa Steven, walaupun didukung dengan Visum Et Revertum (VER) yang telah disebut dalam Dakwaan dan surat Penuntutan, maka sudah sepatutnya yang mulia majelis hakim akan menyatakan perbuatan pidana tidak menuhi dua alat bukti, Quod Non. Dan dengan demikian juga terhadap pemukulan yang dilakukan terdakwa Steven terhadap korban Sania yang hanya didukung dengan oleh VER dan seorang saksi Jopie tanpa ada alat bukti lainnya, maka sudah sepatutnya pula majelis hakim menjatuhkan putusan bebas terdakwa sebagai akibat tidak Terbukti secara sah dan meyakinkan.
Pengakuan korban Sania, di pukul setelah ditarik dari mobil oleh terdakwa Steven. Sementara keterangan saksi lain , Franciscus Gozal alias Yopie mengatakan, pemukulan/ penamparan terjadi saat korban masih berada di dalam mobil dan dilanjutkan setelah korban ditarik keluar oleh terdakwa. Dan dalam keadaan ini maka " permintaan maaf" oleh saksi kepada terdakwa terjadi sebelum keluar mobil atau selagi masih didalam mobil, sementara saksi Yopie ada didalam mobil. Tapi dalam keterangannya tidak menerangkan tentang itu dalam BAP. Dan didalam persidangan pun tidak ada pembatalan isi BAP mengenai keterangan korban dan saksi Yopie.
Majelis hakim oleh pengacara terdakwa diminta untuk menggunakan pasal 174 UU NO. 8 tahun 1981 jo pasal 242 KUHP terhadap pemberi keterangan palsu tentang korban dalam keadaan sadar atau pingsan dengan alasan, keterangan korban dalam BAP NO. 19 mengatakan," Saya baru ingat/sadar pada hari Rabu tanggal 24 Agustis 2016 sekitar jam 00.30 wib sesampainya di apartemen saya".
Dalam sidang yang diketuai oleh hakim Agustinus tersebut, saksi Budiyono dalam BAP NO. 6 mengatakan, " Bahwa saya tidak memperhatikan korban Sania terluka atau tidak, setahun saya ketika didalam mobil Yopie sambil mengemudi berbicara memenangkan Sania untuk bersabar.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka Surat Tuntutan JPU harus ditolak karena tidak mendasar kepada hukum pidana setelah dibandingkan dalil hukum terdakwa yang dalam hal ini melakukan pembelaan diri, karena penganiayaan yang didahului oleh korban dengan cara mencakar, menggigit, memukul dan memenangkan.
Karena terdakwa melakukan pembelaan diri dari serangan korban, dan tidak adanya alat bukti yang dapat diakui guna menuhi ketentuan minimum dua alat bukti, yaitu VER, sehingga hanya ada satu alat bukti, majelis hakim tidak dapat memberikan keputusan sebagai mana ketentuan KUHAP pada pasal 183.
Juga tidak adanya bukti yang dihadirkan JPU di persidangan serta BAP yang menjadi dasar dakwaan tidak sempurna, maka majelis hakim dimohon untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Steven seperti tersebut pada awal tulisan ini.
Seperti diketahui baik terdakwa Steven ataupun korban Sania , dalam hal ini sama sama menjadi terdakwa di pengadilan. Oleh JPU masing masing dituntut hukuman selama satu tahun penjara karena didakwa melakukan penganiayaan. Peristiwa itu terjadi pada 23 Agustus 2016 di parkiran gedung Plaza Senayan Jakarta Pusat. Sidang ditunda satu minggu untuk replik Jaksa. (SUR).
Teks foto:
Atau setidak-tidaknya, perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum ( onslaag van racht vervolging).
Dan Apa bila majelis hakim berpendapat lain, maka dimohon untuk memberikan putusan yang seringan-ringannya kepada terdakwa, yaitu hukuman pidana percobaan. Pembelaan ini dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat , 29 Agustus 2017.
Pemintaan/permohonan yang dilakukan Pengacara Ir. Tonin Tachta Singarimbun SH, Ananta Rangkugo Singarimbun SH dan Dendy Emanda SH dari "ANDITA'S LAW FIRM" ini tentu saja mempunyai beberapa alasan atau dasar yang antara lain dinyatakan, selama persidangan terdakwa Steven berlangsung, berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Ditambahkan, kejadian pencakatran tidak ada seorang saksi yang melihat , dan seandainya ada pengakuan dari Yoeyen Sisca alias Sania yang melakukan terdakwa Steven, walaupun didukung dengan Visum Et Revertum (VER) yang telah disebut dalam Dakwaan dan surat Penuntutan, maka sudah sepatutnya yang mulia majelis hakim akan menyatakan perbuatan pidana tidak menuhi dua alat bukti, Quod Non. Dan dengan demikian juga terhadap pemukulan yang dilakukan terdakwa Steven terhadap korban Sania yang hanya didukung dengan oleh VER dan seorang saksi Jopie tanpa ada alat bukti lainnya, maka sudah sepatutnya pula majelis hakim menjatuhkan putusan bebas terdakwa sebagai akibat tidak Terbukti secara sah dan meyakinkan.
Pengakuan korban Sania, di pukul setelah ditarik dari mobil oleh terdakwa Steven. Sementara keterangan saksi lain , Franciscus Gozal alias Yopie mengatakan, pemukulan/ penamparan terjadi saat korban masih berada di dalam mobil dan dilanjutkan setelah korban ditarik keluar oleh terdakwa. Dan dalam keadaan ini maka " permintaan maaf" oleh saksi kepada terdakwa terjadi sebelum keluar mobil atau selagi masih didalam mobil, sementara saksi Yopie ada didalam mobil. Tapi dalam keterangannya tidak menerangkan tentang itu dalam BAP. Dan didalam persidangan pun tidak ada pembatalan isi BAP mengenai keterangan korban dan saksi Yopie.
Majelis hakim oleh pengacara terdakwa diminta untuk menggunakan pasal 174 UU NO. 8 tahun 1981 jo pasal 242 KUHP terhadap pemberi keterangan palsu tentang korban dalam keadaan sadar atau pingsan dengan alasan, keterangan korban dalam BAP NO. 19 mengatakan," Saya baru ingat/sadar pada hari Rabu tanggal 24 Agustis 2016 sekitar jam 00.30 wib sesampainya di apartemen saya".
Dalam sidang yang diketuai oleh hakim Agustinus tersebut, saksi Budiyono dalam BAP NO. 6 mengatakan, " Bahwa saya tidak memperhatikan korban Sania terluka atau tidak, setahun saya ketika didalam mobil Yopie sambil mengemudi berbicara memenangkan Sania untuk bersabar.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka Surat Tuntutan JPU harus ditolak karena tidak mendasar kepada hukum pidana setelah dibandingkan dalil hukum terdakwa yang dalam hal ini melakukan pembelaan diri, karena penganiayaan yang didahului oleh korban dengan cara mencakar, menggigit, memukul dan memenangkan.
Karena terdakwa melakukan pembelaan diri dari serangan korban, dan tidak adanya alat bukti yang dapat diakui guna menuhi ketentuan minimum dua alat bukti, yaitu VER, sehingga hanya ada satu alat bukti, majelis hakim tidak dapat memberikan keputusan sebagai mana ketentuan KUHAP pada pasal 183.
Juga tidak adanya bukti yang dihadirkan JPU di persidangan serta BAP yang menjadi dasar dakwaan tidak sempurna, maka majelis hakim dimohon untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Steven seperti tersebut pada awal tulisan ini.
Seperti diketahui baik terdakwa Steven ataupun korban Sania , dalam hal ini sama sama menjadi terdakwa di pengadilan. Oleh JPU masing masing dituntut hukuman selama satu tahun penjara karena didakwa melakukan penganiayaan. Peristiwa itu terjadi pada 23 Agustus 2016 di parkiran gedung Plaza Senayan Jakarta Pusat. Sidang ditunda satu minggu untuk replik Jaksa. (SUR).
Teks foto:
No comments