Mantan Atase Imigrasi KBRI Malaysia, Dwi Widodo Didakwa Korupsi.
Dwi Widodo |
Jakarta,BERITA-ONE.COM. Majelis hakim Tipikor Jakarta yang diketuai Diah Siti Basariah SH mulai menyidangkan mantan Atase Imigrasi KBRI di Kuala Lumpur Malaysia, Dwi Widodo yang melakukan korupsi hingga merugikan negara Rp 524 juta lebih dan memerima voucher hotel senilai Rp 10 juta lebih. Tim Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diketuai Wawan Yunarwanto Cs mengatakan, perbuatan terdakwa t melanggar UU Tipikor NO. 31 Tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001, Jumat, 11 Agustus 2017.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum( JPU) dikatakan, terdakwa yang menjabat dari tahun 2013-2016 tersebut, telah penyalahgunakan wewenangnya dengan cara menerima sejumlah uang karena jabatannya yang bertentangan dengan tugasnya dengan jalan menerima uang Rp524.350.000 dan juga voucher hotel senilai Rp10,8 juta dari sejumah perusahaan. Uang itu sebagai fee atas jasa dari terdakwa untuk mengurus permohonan calling visa di KBRI Kuala Lumpur yang berasal dari negara rawan, misalnya
Afghanistan, Guinea, Israel, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Niger, Nigeria, Pakistan dan Somalia, yang profesinya dosen atau pengajar, mahasiswa, tenaga ahli, investor atau pekerja tingkat manager beserta keluarganya yang berada di negara lain.
JPU mengungkapkan, dalam hal ini terdapat delapan perusahaan sponsor atau penjamin yang melakukan calling visa kepada terdakwa. Ke delapan perusahaan tersebut dimiliki oleh teman -teman dari terdakwa yakni PT Anas Piliang Jaya, PT Semangat Jaya Baru, PT Trisula Mitra Sejahtera, PT Sandugu International, PT Rasulindo, PT Atrinco Mulia Sejati, PT Afindo Prima Utama, dan PT Alif Asia Africa.
Dan ternyata Pemohon calling visa melalui perusahaan penjamin ternyata berprofesi sebagai pedagang. Terdakwa tetap mengeluarkan brafaks (berita faksimili) untuk pemohon calling visa meskipun tidak melakukan penelitian keabsahan, keaslian, dan kebenaran kelengkapan persyaratan calling visa dengan meminta imbalan kepada perusahaan-perusahaan sponsor atau penjamin.
Jaksa juga menyebutkan, terdakwa diduga menerima uang sejumlah RM 63.500 dari calo pengurusan paspor yakni Satya Rajasa Pane untuk pengurusan sejumlah paspor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di Malaysia. Dalam pengurusan paspor tersebut terdakwa menggunakan metode pengurusan reach out.
Sebagai Atase KBRI, terdakwa juga memberikan Satya pekerjaan pengurusan paspor kepada terdakwa yang kemudian disanggupi Dwi.Terdakwa yang juga menyarankan kepada Satya untuk menggunakan metode reach out yakni metode pelayanan pengurusan paspor bagi TKI di Malaysia yang paspornya hilang, rusak atau tidak memiliki paspor yang dilakukan di luar KBRI Kuala Lumpur.
Tarifnya sendiri ditentukan sebesar RM250 per paspor di luar biaya PNB , Setya tiap harinya bisa mengumpulkan antara 50 sampai 200 orang . Dari sini Satya juga mengambil keuntungan pribadinya antara RM 350 per paspor dengan bagian perusahaan Euro Jasmine Resources sebesar RM 10 per paspor, sebut JPU.
Uang dari hasil korupsi ini dipergunakan Setya secara pribadi, juga dipergunakan untuk Tunjangan Hari Raya (THR) bagi 82 orang staf/pegawai KBRI Kuala Lumpur sebesar RM39.500 termasuk di dalamnya untuk terdakwa Dwi Widodo, RM2.000.
Sidang ditunda Rabu pekan depan untuk mendengarkan keterangan saksi saksi, karena terdakwa dan para penasehat hukumnya tidak mengajukan eksepsi. (SUR).
Teks Foto: Terdakwa Dwi Widodo.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum( JPU) dikatakan, terdakwa yang menjabat dari tahun 2013-2016 tersebut, telah penyalahgunakan wewenangnya dengan cara menerima sejumlah uang karena jabatannya yang bertentangan dengan tugasnya dengan jalan menerima uang Rp524.350.000 dan juga voucher hotel senilai Rp10,8 juta dari sejumah perusahaan. Uang itu sebagai fee atas jasa dari terdakwa untuk mengurus permohonan calling visa di KBRI Kuala Lumpur yang berasal dari negara rawan, misalnya
Afghanistan, Guinea, Israel, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Niger, Nigeria, Pakistan dan Somalia, yang profesinya dosen atau pengajar, mahasiswa, tenaga ahli, investor atau pekerja tingkat manager beserta keluarganya yang berada di negara lain.
JPU mengungkapkan, dalam hal ini terdapat delapan perusahaan sponsor atau penjamin yang melakukan calling visa kepada terdakwa. Ke delapan perusahaan tersebut dimiliki oleh teman -teman dari terdakwa yakni PT Anas Piliang Jaya, PT Semangat Jaya Baru, PT Trisula Mitra Sejahtera, PT Sandugu International, PT Rasulindo, PT Atrinco Mulia Sejati, PT Afindo Prima Utama, dan PT Alif Asia Africa.
Dan ternyata Pemohon calling visa melalui perusahaan penjamin ternyata berprofesi sebagai pedagang. Terdakwa tetap mengeluarkan brafaks (berita faksimili) untuk pemohon calling visa meskipun tidak melakukan penelitian keabsahan, keaslian, dan kebenaran kelengkapan persyaratan calling visa dengan meminta imbalan kepada perusahaan-perusahaan sponsor atau penjamin.
Jaksa juga menyebutkan, terdakwa diduga menerima uang sejumlah RM 63.500 dari calo pengurusan paspor yakni Satya Rajasa Pane untuk pengurusan sejumlah paspor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di Malaysia. Dalam pengurusan paspor tersebut terdakwa menggunakan metode pengurusan reach out.
Sebagai Atase KBRI, terdakwa juga memberikan Satya pekerjaan pengurusan paspor kepada terdakwa yang kemudian disanggupi Dwi.Terdakwa yang juga menyarankan kepada Satya untuk menggunakan metode reach out yakni metode pelayanan pengurusan paspor bagi TKI di Malaysia yang paspornya hilang, rusak atau tidak memiliki paspor yang dilakukan di luar KBRI Kuala Lumpur.
Tarifnya sendiri ditentukan sebesar RM250 per paspor di luar biaya PNB , Setya tiap harinya bisa mengumpulkan antara 50 sampai 200 orang . Dari sini Satya juga mengambil keuntungan pribadinya antara RM 350 per paspor dengan bagian perusahaan Euro Jasmine Resources sebesar RM 10 per paspor, sebut JPU.
Uang dari hasil korupsi ini dipergunakan Setya secara pribadi, juga dipergunakan untuk Tunjangan Hari Raya (THR) bagi 82 orang staf/pegawai KBRI Kuala Lumpur sebesar RM39.500 termasuk di dalamnya untuk terdakwa Dwi Widodo, RM2.000.
Sidang ditunda Rabu pekan depan untuk mendengarkan keterangan saksi saksi, karena terdakwa dan para penasehat hukumnya tidak mengajukan eksepsi. (SUR).
Teks Foto: Terdakwa Dwi Widodo.
No comments