Richard SH : Surat Dakwaan JPU Batal Demi Hukum.
Rudianto Manurung SH Dan Richard Valentino Tamasoa SH. |
Jakarta, BERITA-ONE.COM.-Kuasa hukum terdakwa Henry Djuhari dan Libra Widianto, Richard Valentino Tamasoa, SH Cs mengatakan, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) baik dakwaan primer ataupun subsider, batal demi hukum. Karena, Surat dakwaan tidak menguraikan secara cermat, jelas, lengkap tentang rumusan unsur unsur tindak pidana berdasarkan pada pasal yang didakwakan.
Selain hal yang telah tersebut diatas, surat dakwaan tidak juga menguraikan perbuatan materiil yang didakwakan, Sehingga dakwaan JPU tidak dapat diterima karena perbuatan terdakwa bukan merupakan tindakan pidana korupsi, tapi termasuk perselisihan hutang piutang yang masuk dalam ranah hukum perdata. Dengan demikian dakwaan JPU prematur, katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, 19 Juli 2017.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Mas'ud SH, penasehat hukum terdakwa yang terdiri dari Rudianto Manurung SH, Richard Valentino Tamasoa SH, Effendi Saragih SH, Thergivson SH dan Jarmot Manyala. S,SH mengatakan lebih lanjut, surat dakwaan JPU tidak menguraikan dakwaan secara cermat, jelas dan lengkap, maka surat dakwaan JPU tidak memenuhi ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP.
Dengan demikian sudah seharusnya majelis hakim menyatakan surat dakwaan JPU NO. Reg Perkara/19/Pid.B. Sus. TPK/06/2017 tanggal 20 Juni 2017, batal demi hukum.
Tentang kerugian negara, penasehat hukum menilai, JPU tidak juga menguraikan secara pasti dalam surat dakwaan, maka tidak cermat, jelas dan tidak lengkap.
Alasannya Richard, instansi yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara, adalah Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan instansi lainya seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektirat/SKPD, tetap wewenang melakukan audit pengelolaan Keuangan Negara, namun tidak berwenang menyatakan adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian keuangan Negara. Oleh karenanya surat dakwaan JPU batal demi hukum.
Seperti tersebut dalam surat dakwaan JPU, bahwa terdakwa Henry Djuhari selaku Dirut PT Meranti Maritime (PT.MM) dan Libra Widianto Kepala Divisi Usaha dan Direktur Operasional PT. PANN (Persero) dan PT PANN Pembiayaan Maritim yang didakwa melakukan atau turut melakukan secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi yang merugikan keuangan negara, adalah tidak benar, karena perbuatan mereka adalah hutang piutang yang tunduk pada ranah hukum perdata. Hal ini dapat dilihat bahwa terdakwa Henry Djuhari dan PT. Meranti Maritime dalam keadaan Pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat N0. 88/Odt.sus-PKPU/2015/PN.Niaga.JKT. PST tanggal 22 Agustus 2016. Berdasarkan hal ini, perbuatan terdakwa yang melakukan perbuatan hukum dengan PT. PANN Multi Finance atau PT. PANN Pembiayaan Maritime jelas bukan merupakan perbuatan pidana korupsi.
Dakwaan JPU disebut prematur karena antara lain; Berdasarkan pasal 20 UU No. 30 tahun 2014, bila Libra Widianto yang merugikan keuangan negara haruslah diselesaikan melalui Pasal 20 UU NO.30 tahun 2014. Dan sampai Saat ini terdakwa Libra Widianto tidak pernah dinyatakan bersalah melakukan penyalahgunaan wewenang oleh aparat pengawasan intern.
Dengan landasan uraian diatas maka, surat dakwaan JPU yang mendakwa Henry Djuhari dan Libra Widianto bersalah melakukan penyalahgunaan wewenang, adalah jelas dakwaan yang prematur.
Berdasarkan uraian diatas majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, dimohon untuk antara lain ; menerima dan mengabulkan Eksepsi ini karena surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas serta tidak lengkap, dan surat dakwaan batal demi hukum.
Masih kata Richard, perbuatan tetdakwa bukan tindak pidana korupsi, namun perdata, dan merintahkan agar terdakwa di lepaskan dari tahanan. Bila hakim berpendapat lain, agar memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Seperti disebutkan dalam dakwaan JPU, bahwa terdakwa Henry Djuhari dan Libra Widianto diajukan kemejahijau Pengadilan Tipikor Jakarta karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar USD 18.183.446,21 dan Rp 21 juta lebih. Oleh karenanya terdakwa dipersalahkan melanggar UU Tipikor NO.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU NO. 31 Tahun 1999.
Sidang ditunda satu minggu untuk memberikan kesempatan kepada JPU TM Pakpahan SH Cs melakukan tanggapan terhadap eksepsi dari terdakwa ataupun penasehat hukumnya. (SUR).
Selain hal yang telah tersebut diatas, surat dakwaan tidak juga menguraikan perbuatan materiil yang didakwakan, Sehingga dakwaan JPU tidak dapat diterima karena perbuatan terdakwa bukan merupakan tindakan pidana korupsi, tapi termasuk perselisihan hutang piutang yang masuk dalam ranah hukum perdata. Dengan demikian dakwaan JPU prematur, katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, 19 Juli 2017.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Mas'ud SH, penasehat hukum terdakwa yang terdiri dari Rudianto Manurung SH, Richard Valentino Tamasoa SH, Effendi Saragih SH, Thergivson SH dan Jarmot Manyala. S,SH mengatakan lebih lanjut, surat dakwaan JPU tidak menguraikan dakwaan secara cermat, jelas dan lengkap, maka surat dakwaan JPU tidak memenuhi ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP.
Dengan demikian sudah seharusnya majelis hakim menyatakan surat dakwaan JPU NO. Reg Perkara/19/Pid.B. Sus. TPK/06/2017 tanggal 20 Juni 2017, batal demi hukum.
Tentang kerugian negara, penasehat hukum menilai, JPU tidak juga menguraikan secara pasti dalam surat dakwaan, maka tidak cermat, jelas dan tidak lengkap.
Alasannya Richard, instansi yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara, adalah Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan instansi lainya seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektirat/SKPD, tetap wewenang melakukan audit pengelolaan Keuangan Negara, namun tidak berwenang menyatakan adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian keuangan Negara. Oleh karenanya surat dakwaan JPU batal demi hukum.
Seperti tersebut dalam surat dakwaan JPU, bahwa terdakwa Henry Djuhari selaku Dirut PT Meranti Maritime (PT.MM) dan Libra Widianto Kepala Divisi Usaha dan Direktur Operasional PT. PANN (Persero) dan PT PANN Pembiayaan Maritim yang didakwa melakukan atau turut melakukan secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi yang merugikan keuangan negara, adalah tidak benar, karena perbuatan mereka adalah hutang piutang yang tunduk pada ranah hukum perdata. Hal ini dapat dilihat bahwa terdakwa Henry Djuhari dan PT. Meranti Maritime dalam keadaan Pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat N0. 88/Odt.sus-PKPU/2015/PN.Niaga.JKT. PST tanggal 22 Agustus 2016. Berdasarkan hal ini, perbuatan terdakwa yang melakukan perbuatan hukum dengan PT. PANN Multi Finance atau PT. PANN Pembiayaan Maritime jelas bukan merupakan perbuatan pidana korupsi.
Dakwaan JPU disebut prematur karena antara lain; Berdasarkan pasal 20 UU No. 30 tahun 2014, bila Libra Widianto yang merugikan keuangan negara haruslah diselesaikan melalui Pasal 20 UU NO.30 tahun 2014. Dan sampai Saat ini terdakwa Libra Widianto tidak pernah dinyatakan bersalah melakukan penyalahgunaan wewenang oleh aparat pengawasan intern.
Dengan landasan uraian diatas maka, surat dakwaan JPU yang mendakwa Henry Djuhari dan Libra Widianto bersalah melakukan penyalahgunaan wewenang, adalah jelas dakwaan yang prematur.
Berdasarkan uraian diatas majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, dimohon untuk antara lain ; menerima dan mengabulkan Eksepsi ini karena surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas serta tidak lengkap, dan surat dakwaan batal demi hukum.
Masih kata Richard, perbuatan tetdakwa bukan tindak pidana korupsi, namun perdata, dan merintahkan agar terdakwa di lepaskan dari tahanan. Bila hakim berpendapat lain, agar memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Seperti disebutkan dalam dakwaan JPU, bahwa terdakwa Henry Djuhari dan Libra Widianto diajukan kemejahijau Pengadilan Tipikor Jakarta karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar USD 18.183.446,21 dan Rp 21 juta lebih. Oleh karenanya terdakwa dipersalahkan melanggar UU Tipikor NO.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU NO. 31 Tahun 1999.
Sidang ditunda satu minggu untuk memberikan kesempatan kepada JPU TM Pakpahan SH Cs melakukan tanggapan terhadap eksepsi dari terdakwa ataupun penasehat hukumnya. (SUR).
No comments