Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Dituntut Hukuman 8 Tahun Penjara
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) Budi Bugroho, menuntut hukuman terhadap mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dengan hukuman penjara selama 8 tahun penjara potong dalam tahanan. Tuntutan Jaksa ini disampaikan di Pengadilan Tipikor Jakarta Jumat, 16 Juni 2017 kemarin.
Dalam requisotornya Jaksa meminta agar terdakwa Atut juga dihukum membayar denda sebesar RP 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menganggap terdakwa menerima suap dalam proyek pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Banten dan penyusunan anggaran tahun 2012.
Atut terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama, bersekongkol dengan adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan dan pelaku lainnya. Atut juga telah melakukan pemaksaan dengan menyertakan ancaman terhadap beberapa kepala SKPD untuk menyetorkan sejumlah uang kepadanya.
Untuk itu Jaksa menyatakan dakwaan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Seperti yang tersebut dalam dakwaan , terdakwa Arut didakwa memperkaya diri sendiri dengan menerima uang sebesar Rp3,8 miliar, sementara Wawan mendapat bagian sebesar Rp50 miliar. Uang korupsi juga dinikmati sejumlah pejabat Dinas Kesehatan Banten dan beberapa orang lainnya.
Masih kata jaksa, terdakwa Atut juga melakukan pemerasan terhadap empat kepala dinas di Pemprov Banten, sebesar Rp 500 juta. Uang itu digunakan olehnya dalam rangka mengadakan kegiatan Istighosah.
Hal-hal yang memberatkan, menurut Jaksa, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi, terdakwa turut menikmati hasil korupsi, terdakwa narapidana korupsi. Sementara yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, terdakwa mengakui perbuatannya dan terdakwa sudah mengembalikan uang.
Seperti kita ketahui, Atut juga di hukum karena telah melakukan penyuapan terhadap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar selama 4 tahun penjara, dan oleh Mahkamah Agung MA dinaikkan menjadi 7 tahun penjara, September 2014. (SUR).
Dalam requisotornya Jaksa meminta agar terdakwa Atut juga dihukum membayar denda sebesar RP 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menganggap terdakwa menerima suap dalam proyek pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Banten dan penyusunan anggaran tahun 2012.
Atut terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama, bersekongkol dengan adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan dan pelaku lainnya. Atut juga telah melakukan pemaksaan dengan menyertakan ancaman terhadap beberapa kepala SKPD untuk menyetorkan sejumlah uang kepadanya.
Untuk itu Jaksa menyatakan dakwaan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Seperti yang tersebut dalam dakwaan , terdakwa Arut didakwa memperkaya diri sendiri dengan menerima uang sebesar Rp3,8 miliar, sementara Wawan mendapat bagian sebesar Rp50 miliar. Uang korupsi juga dinikmati sejumlah pejabat Dinas Kesehatan Banten dan beberapa orang lainnya.
Masih kata jaksa, terdakwa Atut juga melakukan pemerasan terhadap empat kepala dinas di Pemprov Banten, sebesar Rp 500 juta. Uang itu digunakan olehnya dalam rangka mengadakan kegiatan Istighosah.
Hal-hal yang memberatkan, menurut Jaksa, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi, terdakwa turut menikmati hasil korupsi, terdakwa narapidana korupsi. Sementara yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, terdakwa mengakui perbuatannya dan terdakwa sudah mengembalikan uang.
Seperti kita ketahui, Atut juga di hukum karena telah melakukan penyuapan terhadap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar selama 4 tahun penjara, dan oleh Mahkamah Agung MA dinaikkan menjadi 7 tahun penjara, September 2014. (SUR).
No comments