Gelora Tarigan SH,MH: Dalam Menghukum Ahok Hakim Tidak Objektif, Dan Bisa Dilaporkan Ke KY
Gelora Tarigan SH,MH |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dilakukan majelis hakim diketuai Dwiarso Budi Santiarso terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selama 2 tahun penjara dan segera masuk,
memang menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Karena sebelumnya Jaksa menuntut 1 tahun penjara dengan percobaan 2 tahun dan tidak ditahan.
Putusan hakim Pengadilan Jakarta Utara itu oleh Pengacara Senior Gelora Tarigan SH,MH dinilai sebagai putusan yang bersifat Subjektif, tidak Obyekti, bahkan cenderung sebagai putusan yang tidak seperti biasanya sebagaimana seorang hakim memutus sebuah perkara .
Menurut Gelora, seharusnya putusan hakim itu mempunyai dua aspek, prosedural dan prosedural justice yang berisi substansi justice, tidak memiliki prosedural justice . Dalam putusan tersebut mencerminkan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang didalamnya ada unsur kepastian hukum dan kemanfaatannya.
Apabila kita melihat putusan PN Jakarta Utara dengan terdakwa BCP alias Ahok itu melalui media, jelas putusan tersebut dibuat dalam kondisi tidak normal.
memang menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Karena sebelumnya Jaksa menuntut 1 tahun penjara dengan percobaan 2 tahun dan tidak ditahan.
Putusan hakim Pengadilan Jakarta Utara itu oleh Pengacara Senior Gelora Tarigan SH,MH dinilai sebagai putusan yang bersifat Subjektif, tidak Obyekti, bahkan cenderung sebagai putusan yang tidak seperti biasanya sebagaimana seorang hakim memutus sebuah perkara .
Menurut Gelora, seharusnya putusan hakim itu mempunyai dua aspek, prosedural dan prosedural justice yang berisi substansi justice, tidak memiliki prosedural justice . Dalam putusan tersebut mencerminkan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang didalamnya ada unsur kepastian hukum dan kemanfaatannya.
Apabila kita melihat putusan PN Jakarta Utara dengan terdakwa BCP alias Ahok itu melalui media, jelas putusan tersebut dibuat dalam kondisi tidak normal.
Karena, menurut Gelora, hal itu tetjadi karena tidak menjiwai rasa keadilan dan kemanfaatan. Karenanya, dalam amar putusan, majelis hakim memerintahkan terdakwa segera ditahan. Padahal Ahok seorang Gubernur yang telah berbuat banyak kepada masyarakat Jakarta, seperti contohnya, memberikan KJP pada para siswa, mengumrohkan marbot, membangun masjid, dan lain sebagainya.
Dan sebelumnya Ahok tidak ditahan sejak ditingkat penyidikan , penuntutan. Dan baru ditahan pada vonis hakim dijatuhkan.
Jelas, putusan majelis hakim tersebut dibuat dalam kondisi tidak normal sebagaimana hakim di dalam memutus perkara pidana . Padahal dan sesungguhnya, setiap putusan hakim bukanlah balas dendam, tapi untuk memanusiakan manusia. Jadi harus memiliki rasa keadilan apalagi hakim merupakan wakil Tuhan yang bertanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat.
Gelora menyayangkan tindakan hakim yang melakukan penahanan terhadap Ahok, karena Ahok tidak mungkin melarikan diri, tidak mungkin menghilangkan barang bukti serta tidak mungkin mengulangi perbuatannya, sebagaimana alasan hakim dalam menahan Ahok. Sehingga pertimbangan majelis hakim demikian terlihat unsur subjektifnya.
Masih pendapat Gelora , apalagi putusan hakim PN Jakarta Utara tersebut tidak dibacakan seluruhnya, ini dapat dinilai sebagai perilaku hakim yang menyimpang dan bisa dilaporkan oleh masyarakat kepada Komisi Yudisial (KY).
"Coba ingat kasus Jessica, naskah putusan hakim dibacakan keseluruhannya.Gunanya, agar masyarakat tahu dan bisa menilai rasa keadilan kepada masyarakat.
Sekalipun hakim memiliki diskresi melekat pada dirinya, namun setiap putusan itu haruslah mengandung nilai Pancasila. Artinya, putusan hakim harus menyerap unsur ke Tuhanan, Kemanusian, dan Keadilan," tutur Gelora Tarigan SH,MH yang juga sebagai Tim Pemenangan dan Advokasi BaDja.
Oleh karena itu, upaya penangguhan penahanan yang diajukan tim penasehat hukum Ahok sebaiknya menjadi pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta.
Karena sesungguhnya, putusan pengadilan bukan sebagai bentuk balas dendam, tetapi justru sebaliknya, memanusiakan manusia, tambah pengacara senior tersebut. (SUR).
No comments