Kecenderungan Vonis Hukuman Mati Di Indonesia.

Jakarta,BERITA-ONE.COM-Pada catatan KontraS yang diluncurkan jelang peringatan 14 tahun hari perlawanan hukuman mati sedunia bulan Oktober 2016, KontraS telah mencatat bahwa setidaknya terdapat 35 kasus vonis hukuman mati.

Dua puluh lima di antaranya jatuh pada kejahatan narkotika, dan 10 kasus lainnya masuk pada kasus pembunuhan dan kejahatan seksual.Sebaran lokasi berada di wilayah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur, Banten dan Jawa Tengah.

Bulan-bulan seperti April dan Maret. Beberapa kasus hukuman mati yang mencolok seperti Yusman Telaumbanua, Teja Harsoyo (terkait kasus impor pil MDMA 1,2 juta Fredi Budiman), dan kejanggalan eksekusi mati yang terjadi pada Juli 2016 silam.

Pemantauan KontraS kemudian dilanjutkan pada rentang bulan Oktober 2016 hingga Maret 2017. Tercatat oleh kami setidaknya vonis mati diberikan pada 23 peristiwa.

Khusus pada rentang antara bulan Oktober sampai Desember 2016, tercatat 11 peristiwa, dengan penekanan karaktristik kasus sebagai berikut: 9 orang divonis mati untuk kepemilikan narkotika, dan 6 orang lainnya divonis mati akibat melakukan pembunuhan berencana.

Wilayah sebaran berada di Sumatera (Aceh, Lampung), Kalimantan (Kalimantan Barat, Timur), hingga Jawa (DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Semarang). Vonis mati dijatuhkan di 8 pengadilan negeri dan 3 pengadilan tinggi.

Sepanjang Januari-Maret 2017 terjadi 12 peristiwa vonis hukuman mati. Angka ini signifikan, mengingat vonis mati dijatuhkan dalam kurun waktu 3 bulan. Setidaknya terdapat 21 orang divonis mati. Tiga di antaranya adalah warga Taiwan. Kejahatan narkotika menempati vonis tertinggi dari penerapan hukuman mati. Dalam 3 bulan di awal 2017 tercatat setidaknya 8 kasus terkait dengan kejahatan narkotika.

Vonis dijatuhkan di setidaknya 10 pengadilan negeri (mulai dari Jawa Timur, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Barat).

Berangkat dari koreksi vonis hukuman mati kasus Yusman Telaumbanua yang telah dikabulkan oleh Mahkamah Agung pada 31 Januari 2017 untuk mencabut vonis mati dan melakukan pengurangan masa hukuman Yusman Telaumbanua sebanyak 5 tahun kurungan penjara; telah menunjukkan bahwa situasi peradilan yang tidak adil (unfair trial) masih menguat dengan ditemukannya fakta temuan bahwa Yusman Telaumbanua ketika divonis masih berada di bawah umur, adanya peristiwa penyiksaan yang dialami oleh Yusman Telaumbanua pada proses pemeriksaan perkara, dan lain sebagainya.

Evaluasi terhadap sistem peradilan yang masih menerapkan vonis hukuman mati harus segera dilakukan. Termasuk juga di dalamnya menghadirkan evaluasi terhadap proses eksekusi mati yang hingga kini belum pernah dilakukan, dengan melibatkan fungsi eksekutif, lembaga penegak hukum, badan pengawas yang memiliki mandat HAM seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan; dan juga termasuk organisasi-organisasi HAM seperti KontraS dan Amnesti Internasional untuk memberikan masukan-masukan konstruktif pada proses evaluasi ini. Demikian siaran Pers KontraS. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.