Pedagang Ilegal Satwa Liar Dilindungi Dapat Dijerat Pasal Pencucian Uang

Jakarta,BERITA-ONE.COM-Kejaksaan RI berkomitmen membantu pemberantasan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Noor Rachmad mengatakan, selain Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pedagang ilegal satwa liar dilindungi bisa dijerat dengan pasal pencucian uang. “Tidak hanya perorangan, korporasi yang melakukan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi juga bisa dipidana,” kata Jampidum di Jakarta, Senin (6/3).

Dalam paparannya menjelaskan , pasar gelap satwa liar dilindungi biasanya melibatkan korporasi maupun organisasi transnasional. Oleh sebab itu, kata Jampidum, dibutuhkan terobosan hukum untuk memberantasnya. Alternatif yang bisa ditempuh antara lain dengan mencantumkan jerat tambahan dalam dakwaan seperti Pasal Pencucian Uang maupun Pasal tentang Kepabeanan dan Pemalsuan Dokumen.

Masih kata Jampidum, pasal pencucian uang dapat digunakan apabila hasil kejahatan tersebut ditempatkan melalui rekening atau disamarkan untuk pembelian aset lain. Sedangkan Pasal mengenai Kepabeanan dan Pemalsuan Dokumen dapat dipakai apabila terdapat pelanggaran berupa ketidaksesuaian dokumen yang menyertai pengiriman atau perdagangan satwa liar dilindungi.

Untuk mewujudkan komitmennya memberantas perdagangan ilegal satwa liar dilindungi, Korps Adhyaksa membekali para jaksa dengan berbagai pelatihan. Kejaksaan juga membuat kesepakatan dengan para stakeholder, tak terkecuali Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS- IP). “Kami berkomitmen untuk bekerja sama meningkatkan kepedulian dan kemampuan para jaksa dalam menangani kasus perdagangan satwa liar dilindungi,” ujar Jampidum.

Selain pelatihan, Kejaksaan dan WCS- IP juga menjalin kerja sama terkait pertukaran data dan penyediaan ahli dalam persidangan. “Kami sadar bahwa kami tidak bisa bekerja sendiri. Kejahatan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi ini hanya bisa diberantas dengan bahu membahu, agar tercipta keputusan hukum yang berkeadilan,” kata Jampidum. 

Puspenkum Kejagung mengatakan, selama tahun 2016, ada 25 perkara sumber daya hayati yang ditangani oleh Kejaksaan. Rinciannya adalah 2 perkara berada pada tahap SPDP, 3 perkara berada pada tahap P19, 15 perkara sedang dalam proses sidang dan 5 perkara sudah putus. Jumlah ini meningkat 100 persen dari tahun 2014, dimana Kejaksaan hanya menangani 12 perkara, tambahnya. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.