OC.Kaligis Tak Rela Mati Di Penjara, Ajukan Dua Saksi Mantan Hakim Agung Dalam PK

Jakarta,BERITA-ONE.COM-Advokat kondang di  negeri ini,  Prof. DR.OC. Kaligis SH (OCK) yang  oleh Mahkamah Agung dihukum 10  tahun penjara dan  mengajukan  Peninjauan Kembali (PK), menggandeng  dua saksi ahli mantan hakim agung , di Pengadilan Tipikor Jakarta 13 Maret 2017.

Dua hakim agung yang dimaksut adalah Prof. DR. Laica Narzuki dan DR.  Arbiyoto. Menurut  pemohon, dihadirkan dua orang saksi ini merupakan bagian dari sejumlah saksi yang diharapkan bisa membebaskan atau meringankan hukuman baginya." Karena saya tidak rela membiarkan diri saya  mati dalam penjara", katanya pada wartawan.

Dalam keterangannya dihadapan majelis hakim yang diketuai Jhon Hasalan Butarbutar tersebut saksi ahli Prof DR. Leica Narzuki antara lain mengatakan; bahwa keadilan itu harus bisa dicerna oleh akal sehat. Sebagai contoh,  seorang pelaku utama dalam suatu kasus pidana, hukumannya lebih berat dari pada yang bukan pelaku utama. "Sekali lagi saya tegaskan, keadilan itu harus bisa dicerna oleh akal sehat", kata Prof tersebut.

Sementara itu DR. Arbiyoto SH menjawab pertanyaan mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi  (MK) sifatnya final dan mengikat. Jika terjadi berbedaan pendapat dalam praktek, maka bagi terdakwa diberikan hal yang paling menguntungkan.

Seperti diketahui,   OCK dihukum ditingkat pertama hanya 5,5 tahun, dan ditingkat banding naik  menjadi 7 tahun, kemudian  diperberat oleh hakim agung Artidjo ditingkat kasasi menjadi 10 tahun penjara. Hal ini  membuat OCK yang saat ini berusia 76 tahun  mengajukan upaya hukum luar biasa, yaitu  Peninjauan Kembali (PK).

"Saya bukan pelaku utama , dan yang lain hanya dihukum ringan, tapi kenapa saya dihukum paling berat. Saya tak sudi mati didalam penjara, makanya saya harus melawan." ungkap OCK usai  sidang.

Direncanakan, sidang Senin mendatang  OCK akan  mengajukan saksi  ahli diantaranya mantan Ketua Mahkamah Konsititusi (MK)  Hamdan Zoulva. (SUR)

Teks foto: OCK dan dua sahabatnya, Suryadi SH dan  Drs. Emil  S.

No comments

Powered by Blogger.