Gerak Aceh Minta KPK Kawal Program Dana Aspirasi Anggota DPRA T.A 2017
BANDA ACEH-BERITA-ONE.COM-Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengawal program aspirasi yang diusul anggota DPRA dalam APBA 2017.
Pasalnya, total dana untuk program aspirasi ini mencapai Rp 917 miliar lebih yang dititipkan pada 32 SKPA (2.977 paket kegiatan).
Permintaan itu disampaikan oleh Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani SH didampingi Kepala Divisi Investigasi dan Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjong dalam konferensi pers di Sekretariat Bersama (Sekber) Jurnalis Aceh, Banda Aceh, Selasa (7/3). “Saya dan masyarakat Aceh berharap KPK menaruh perhatian lebih untuk Aceh,” katanya.
Askhalani juga merincikan di antara 32 Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang paling banyak menerima titipan aspirasi dewan ini, termasuk sebaran paket berdasarkan daerah pemilihan atau dapil. Menurut Askhalani, mekanisme dan model pengusulan anggaran dengan menitipkan seluruh usulan aspirasi kepada SKPA dinilai sebagai modus agar jika dilacak dan dibedah menggunakan pendekatan dokumen perencanaan seolah-olah dana ini milik SKPA. Cara ini, sebut dia, sudah menjadi rahasia publik dan konon disebut sebagai cara baru “merampok” dana publik berkedok aspirasi.
Askhalani juga menilai usulan perencanaan program aspirasi DPRA menyalahi aturan sejak awal karena tidak ada dasar hukum. Menurutnya, berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 79 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (Migas) dan Otonomi Khusus (otsus) melarang mengusulkan kegiatan yang nilainya di bawah Rp 500 juta, tetapi hasil aspirasi dewan yang diusulkan rata-rata di bawah Rp 500 juta).
Apalagi, sambungnya, Aceh saat ini menjadi salah satu daerah prioritas tentang pencegahan terintegrasi dengan penindakan dari KPK . Menurutnya, sejauh ini cukup banyak temuan dan laporan masyarakat Aceh kepada KPK terkait kasus yang dananya bersumber dari APBA, tetapi belum satupun mendapat prioritas. Karena itu, pihaknya menantang KPK untuk menindak setiap kasus bersumber dari APBA.
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani juga meminta Gubernur Aceh mengevaluasi secara menyeluruh usulan program aspirasi DPRA tahun 2017, sekaligus meminta pertanggungjawaban kepala SKPA yang menampung seluruh aspirasi yang bersumber dari anggota DPRA.
Ia juga menyatakan mendukung Gubernur Aceh untuk berkoordinasi dengan KPK guna menelaah secara mendalam usulan aspirasi itu. Sebab, ditakutkan dana ini akan dijadikan salah satu proses mengerogoti uang publik dan keberhasilannya tidak dapat diukur secara nyata. Seharusnya, APBA bisa dipakai untuk pembangunan fundamental untuk keberlanjutan masa depan Aceh seperti membangun pabrik atau jalan.
“Saya mencontohkan, apakah betul saat ini masyarakat gampong di Aceh masih membutuhkan anggaran untuk membangun parit? Seingat saya, anggaran dari alokasi dana desa cukup tinggi di masing-masing gampong dan itu bisa digunakan untuk membangun parit, jembatan kecil atau gorong-rong. Tidak perlu lagi dari APBA. Menurut kami ini mengada-ngada,” ulasnya. (SU)
Pasalnya, total dana untuk program aspirasi ini mencapai Rp 917 miliar lebih yang dititipkan pada 32 SKPA (2.977 paket kegiatan).
Permintaan itu disampaikan oleh Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani SH didampingi Kepala Divisi Investigasi dan Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjong dalam konferensi pers di Sekretariat Bersama (Sekber) Jurnalis Aceh, Banda Aceh, Selasa (7/3). “Saya dan masyarakat Aceh berharap KPK menaruh perhatian lebih untuk Aceh,” katanya.
Askhalani juga merincikan di antara 32 Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang paling banyak menerima titipan aspirasi dewan ini, termasuk sebaran paket berdasarkan daerah pemilihan atau dapil. Menurut Askhalani, mekanisme dan model pengusulan anggaran dengan menitipkan seluruh usulan aspirasi kepada SKPA dinilai sebagai modus agar jika dilacak dan dibedah menggunakan pendekatan dokumen perencanaan seolah-olah dana ini milik SKPA. Cara ini, sebut dia, sudah menjadi rahasia publik dan konon disebut sebagai cara baru “merampok” dana publik berkedok aspirasi.
Askhalani juga menilai usulan perencanaan program aspirasi DPRA menyalahi aturan sejak awal karena tidak ada dasar hukum. Menurutnya, berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 79 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (Migas) dan Otonomi Khusus (otsus) melarang mengusulkan kegiatan yang nilainya di bawah Rp 500 juta, tetapi hasil aspirasi dewan yang diusulkan rata-rata di bawah Rp 500 juta).
Apalagi, sambungnya, Aceh saat ini menjadi salah satu daerah prioritas tentang pencegahan terintegrasi dengan penindakan dari KPK . Menurutnya, sejauh ini cukup banyak temuan dan laporan masyarakat Aceh kepada KPK terkait kasus yang dananya bersumber dari APBA, tetapi belum satupun mendapat prioritas. Karena itu, pihaknya menantang KPK untuk menindak setiap kasus bersumber dari APBA.
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani juga meminta Gubernur Aceh mengevaluasi secara menyeluruh usulan program aspirasi DPRA tahun 2017, sekaligus meminta pertanggungjawaban kepala SKPA yang menampung seluruh aspirasi yang bersumber dari anggota DPRA.
Ia juga menyatakan mendukung Gubernur Aceh untuk berkoordinasi dengan KPK guna menelaah secara mendalam usulan aspirasi itu. Sebab, ditakutkan dana ini akan dijadikan salah satu proses mengerogoti uang publik dan keberhasilannya tidak dapat diukur secara nyata. Seharusnya, APBA bisa dipakai untuk pembangunan fundamental untuk keberlanjutan masa depan Aceh seperti membangun pabrik atau jalan.
“Saya mencontohkan, apakah betul saat ini masyarakat gampong di Aceh masih membutuhkan anggaran untuk membangun parit? Seingat saya, anggaran dari alokasi dana desa cukup tinggi di masing-masing gampong dan itu bisa digunakan untuk membangun parit, jembatan kecil atau gorong-rong. Tidak perlu lagi dari APBA. Menurut kami ini mengada-ngada,” ulasnya. (SU)
No comments