Andy Syamsul Zakaria SH,MH : Perkara OTT Kemenhub Sepantasnya Dibebaskan.

Jakarta,BERITA-ONE.COM-Pengacara Senior Andy Syamsul Zakaria  SH, MH berpendapat, sepantasnya perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan  (Kemenhub) yang terjadi  beberapa bulan  lalu dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Menurut pendapat penasehat hukum terdakwa Meizy Sielfiana ini mengatakan bahwa  sampai persidangan  Rabu 8 Maret 2017  lalu, belum ada seorang saksi yang mengatakan kalau terdakwa melakukan pungli dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Seksi (Kasi)  di Direktorat Perhubungan laut (Ditjen Hupla), Kementerian Perhubungan.

Di katakan Andy Syamsul ZakariaSH, MH,  uang dalam amplop yang sering diberikan para pemohon pengurusan sertifikat kapal atau dokumen (yang disebut uang pungli) disangkal saksi sebagai uang suap, sebab pemberian uang tersebut sifatnya sebagai ucapan terimakasih para pengusaha kepada terdakwa Meizy, karena pengurusan ijin/dokumen sudah selesai.

" Sehingga, klien saya yang didakwa menerima  suap berkisar Rp 50 juta atau dibawah Rp 100 juta saya nilai prematur,  karena  dikatakan kasus gratifikasi atau pungli,” katanya kepada wartawan baru baru ini.

Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum Retno SH mendakwa  Meizy Sielfiana melakukan pungutan liar (pungli) terkait pengurusan ijin kapal di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.

Bebetapa bulan lalu terdakwa tertangkap tim gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri melakukan  OTT terkait pungli di Dirjen Hubla Kemenhub .  Polisi juga menangkap 2 oknum PNS Kemenhub lainnya,  yakni Endang dan Abdul.

Cara oknum PNS dalam melakukan aksinya/pungli  tersebut dengan memperlambat birokrasi dalam pelayanan kepada pemohon. Perlambatan pelayanan membuat masyarakat terpaksa memberikan sejumlah uang agar proses tersebut dipercepat.

Terdakwa dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, pasal 5 ayat (2), dan atau pasal 11 dan atau pasal 12 huruf a dan b dan atau pasal 13 UU RI No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pengacara Andy Syamsul Zakaria SH,MH mengatakan, di Kementerian Perhubungan ada PP No.15 Tahun 2006. Dalam PP tersebut disebut bahwa sipemohon/pemilik kapal, nahkoda, atau bos yang bertanggungjawab dalam perusahaan kapal berkewajiban mengeluarkan dana transportasi dan akomodasi.

Dana itu  untuk transpor atau akomodasi bagi karyawan yang sedang mengurus atau melaksanakan tugas administrasi negara. Artinya uang itu untuk staf yang melakukan pekerjaan di luar kantor melakukan monitoring kapal terkait karena ingin dikeluarkan sertifikat kapalnya. Oleh karenanya staf terdakwa berhak menerima uang transpor dan akomodasi yang dananya berasal dari mereka.

Daalam perkara ini semua harus jeli,  yaitu polisi, jaksa, bahkan pengadilan yang dalam hal ini majelis hakim, karena ketika diterapkan Pasal 11 PP No. 15 Tahun 2016 maka tidak ada pelanggaran atau perbuatan melawan hukum  yang dilakukan  terdakwa, kata Andy Syamsul Zakaria SH,MH.

Pengacara terdakwa Mezy  ini mempersoalkan bahwa di instansi ini tidak ada juklis berupa standar operasionalnya. Sampai majelis hakim juga mempertanyakan berapa besar biaya transpor, biaya akomodasi itu. Tapi pihak Kementerian Perhubungan yang dipanggil sebagai saksi tidak bisa menjelaskan. “Berarti mereka berhak mendapat dana,” imbuh pengacara senior And Syamsul Zakaria SH,MH.

Berdasarkan hal  ini perlu ada pendalaman secara ‘paripurna’ perkara ini,  supaya orang yang melaksanakan tugas administrasi negara yang sudah turun temurun jangan dianggap ini melakukan  tindakan inkonstitusional karena dia juga memegang jabatan ini memang (dia) sudah diberikan penugasan. Bukan melakukan perbuatan melawan hukum.

Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, juga dijelaskan dan paling ekstrim lagi disebut bahwa, si pemohon/pemilik kapal wajib memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan para pengurus (pegawai/staf).
Ada lagi PP No. 51 Tahun 2002 Tentang Pelayaran mengatur tentang itu bahwa karyawan punya kewenangan untuk mendapatkan dana untuk biaya transportasi dan akomodasi.

“Ada tiga yang mengatur tentang  petunjuk pengurusan sertifikat kapal. Jadi kalau begini apa namanya tindakan terdakwa inkonstitusional?” kata Andy  Syamsul Zakaria SH,MH penuh tanya.

Menyangkut uang/amplop yang diterima terdakwa dari pemohon, menurut fakta sidang di Pengadilan, selanjutnya didistribusikan kepada staf untuk turun ke lapangan melakukan pengukuran kapal. “Kasihanlah kalau umpamanya saya disuruh mengukur kapal ke Surabaya dikasi hanya Rp 500.000. Kira kira masuk akal engga? Kalau bapak kasi saya Rp 10 juta ya saya bisa bernafas lega di jalan. Karena itu saya ingatkan harus dibedakan antara pemberian dengan biaya fasilitas,” tambah pengacara  yang  juga  dikenal sebagai  pengurus DPP Partai Golkar tersebut.

Katanya  lagi,  "Masalah ini  harusnya  betul-betul diselidiki dulu,   ada dana pungli itu atau tidak. Saya bukan melawan hukum. Tapi,  kalau memang terdakwa tidak bersalah maka itu harus dinyatakan bebas.

Kalaupun harus diberikan sanksi , sangsi  administrasi saja, lantaran ada kesalahan administratif dapat dilakukan pergeseran jabatan karena ini adalah kerja secara institusi bukan perorangan, ", kata Andy  Syamsul Zakaria SH MH di Pengadilan Tipikor Jakarta,  beberapa waktu lalu. (SUR).

No comments

Powered by Blogger.