Politik Dinasti, Pemerintah Minta DPR Turun Tangan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo |
Jakarta,BERITA-ONE.COM-Mengenai kasus dugaan korupsi di daerah yang dianggap lantaran adanya politik dinasti memang perlu penyelesaian secara komprehensif. Undang-undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebelumnya telah memuat klausus soal larangan tersebut, namun dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Saat ini sudah ada sejumlah penyelewengan karena masalah tersebut. Beberapa tokoh mengkambinghitamkan politik dinasti sebagai akar masalah korupsi. Seperti halnya operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Klaten Sri Hartini karena dugaan gratifikasi penempatan jabatan perangkat daerah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sebelumnya juga sudah mengatakan, politik dinasti tak bisa dijadikan vonis maraknya korupsi yang ada sekarang ini. Setiap orang memiliki hak tersebut tanpa dibatasi ikatan kekeluragaan. Kasus yang melibatkan dinasti politik hanya kebetulan di sejumlah daerah.
“Sekarang beberapa tokoh masyarakat minta politik dinasti tidak boleh. Tapi ini kan sudah putusan MK. Sudah kita larang dalam UU Pilkada, tapi MK membolehkannya,” kata Tjahjo di Jakarta, Rabu (4/1).
Saat ini kondisi tersebut, kata dia bergantung pada DPR bila ingin membicarakannya bersama MK. Dengan alasan, dinasti politik memang benar menyebabkan munculnya kasus korupsi. Apalagi kebetulan yang terjerat OTT adalah daerah yang memang memanfaatkan sistem dinasti di kelembagaan pemerintah.
“Kalau pemerintah tidak mungkin melakukan lobik ke MK. Silahkan DPR kalau dianggap politik dinasti jadi penyebab kepala daerah menyeleweng,” ujar Tjahjo.
Sedangkan terkait organisasi perangkat daerah (OPD), Direktur Jendral (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sumarsono mengatakan dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2016 OPD, secara sistem dianggap sudah benar.
Bila dalam konteks suap menyuap jabatan, kata dia lebih disebabkan karena prilaku invidu. Kemudian, penempatan OPD tetap harus mengacu pada seleksi, bukan penunjukkan langsung. Sumarsono menyatakan, tak ada yang keliru dari PP ini. Ia tekankan masalahnya ada pada orang per orangnya.
Humas Kemendagri mengatakan“Ini bukan pengawasan yang kurang, tapi faktor individu yang memanfaatkan peluang yang ada. Apalagi Saber Pungli dan pakta integritas sudah dilakukan. Bahkan kepala daerahnya di Klaten sudah dilatih di KPK. Ini soal mentalitas profesional dan bersih,” kata dia.(SUR).
Teks foto : Mendagri Tjahjo Kumolo.
Saat ini sudah ada sejumlah penyelewengan karena masalah tersebut. Beberapa tokoh mengkambinghitamkan politik dinasti sebagai akar masalah korupsi. Seperti halnya operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Klaten Sri Hartini karena dugaan gratifikasi penempatan jabatan perangkat daerah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sebelumnya juga sudah mengatakan, politik dinasti tak bisa dijadikan vonis maraknya korupsi yang ada sekarang ini. Setiap orang memiliki hak tersebut tanpa dibatasi ikatan kekeluragaan. Kasus yang melibatkan dinasti politik hanya kebetulan di sejumlah daerah.
“Sekarang beberapa tokoh masyarakat minta politik dinasti tidak boleh. Tapi ini kan sudah putusan MK. Sudah kita larang dalam UU Pilkada, tapi MK membolehkannya,” kata Tjahjo di Jakarta, Rabu (4/1).
Saat ini kondisi tersebut, kata dia bergantung pada DPR bila ingin membicarakannya bersama MK. Dengan alasan, dinasti politik memang benar menyebabkan munculnya kasus korupsi. Apalagi kebetulan yang terjerat OTT adalah daerah yang memang memanfaatkan sistem dinasti di kelembagaan pemerintah.
“Kalau pemerintah tidak mungkin melakukan lobik ke MK. Silahkan DPR kalau dianggap politik dinasti jadi penyebab kepala daerah menyeleweng,” ujar Tjahjo.
Sedangkan terkait organisasi perangkat daerah (OPD), Direktur Jendral (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sumarsono mengatakan dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2016 OPD, secara sistem dianggap sudah benar.
Bila dalam konteks suap menyuap jabatan, kata dia lebih disebabkan karena prilaku invidu. Kemudian, penempatan OPD tetap harus mengacu pada seleksi, bukan penunjukkan langsung. Sumarsono menyatakan, tak ada yang keliru dari PP ini. Ia tekankan masalahnya ada pada orang per orangnya.
Humas Kemendagri mengatakan“Ini bukan pengawasan yang kurang, tapi faktor individu yang memanfaatkan peluang yang ada. Apalagi Saber Pungli dan pakta integritas sudah dilakukan. Bahkan kepala daerahnya di Klaten sudah dilatih di KPK. Ini soal mentalitas profesional dan bersih,” kata dia.(SUR).
Teks foto : Mendagri Tjahjo Kumolo.
No comments