Jaringan Koruptor UPS DKI Jakarta Diduga Juga Merambah Korupsi Sampai Ke Batam
direktur CV Adikersa & CV Parameswara, pemasok barang |
Batam,BERITA-ONE.COM-Gerakan Penumpas Koruptor (GPK) melaporkan dugaan korupsi di Batam, yakni dalam pengadaan laboratorium bahasa untuk SD/SMP dan pengadaan sarana pembelajaran di Politeknik Negeri Batam.
Dugaan korupsi di Batam yang dilaporkan GPK pada Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau adalah:
1. Pengadaan Alat Laboratorium Bahasa Multimedia E-Learning Berbasis TIK SD/SMP (1 Paket) dengan kode lelang 1556026 senilai Rp. 1.400.000.000,00 dengan penyedia barang CV Parameswara yang beralamat di Jl. Rungkut Harapan D/23 – Surabaya.
2. Pengadaan Peningkatan dan Pengembangan Sarana Pembelajaran Politeknik Negeri Batam dengan kode lelang 1782026 senilai Rp 29.851.356.000,00 dengan penyedia CV Adikersa yang beralamat di jl. Jemur andayani 50 Blok E 52-53 Ruko Surya Inti Permata – Surabaya
Erward Martinu ketua GPK menyatakan bahwa dugaan ada rekayasa dalam kasus ini adalah bahwa dalam dua pengadaan tersebut penyedia barangnya adalah dua perusahaan yang berbeda yakni CV Parameswara dan CV Adikersa. Tapi ternyata direktur dua perusahaan tersebut orangnya sama, yakni Adek Dwi Putranto.
Selain perusahaan2 tersebut ternyata adalah perusahaan2 yang terkait dalam kasus korupsi UPS (Uninterruptible Power Supply) DKI Jakarta, ternyata vendor atau distributor yang mensuplai barang pada CV Adikersa dan CV Parameswara di Batam, adalah juga perusahaan yang berfungsi sebagai vendor dalam kasus korupsi UPS DKI, yakni perusahaan milik Harry Lo yang saat ini menjadi tersangka dalam kasus UPS DKI Jakarta tersebut.
"Jadi ada indikasi bahwa jaringan koruptor UPS DKI Jakarta, juga merambah dan menggerogoti uang negara sampai ke Batam", ujarnya.
Dengan terbongkarnya identitas perusahaan2 tersebut, maka bisa dilihat bahwa dalam pengadaan laboratorium bahasa SD/SMP dan pengadaan sarana pembelajaran di Poltek Negeri Batam ada dugaan kuat telah terjadi persekongkolan dan markup harga.
"Misalnya saja dalam penentuan HPS untuk item barang monitor lebar, bisa dicari di internet bahwa produk dengan spesifikasi tersebut harganya adalah sekitar Rp. 50-60 juta. Dugaan markup atau penggelembungan harga bisa dilihat bahwa harga untuk satuan barang itu dibuatkan HPS sekitar Rp. 200 - 300 juta. Ini juga bisa dilihat pada item barang2 yang lain", tutur Erward.
"Sehingga dalam pengadaan laboratorium bahasa SD/SMP dan sarana pembelajaran Poltek Negeri Batam itu dugaan penggelembungan harga diperkirakan mencapai 5-6 kali lipat dari harga pasar" Sambungnya.
Untuk itu GPK berharap agar Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau bisa mengusut tuntas kasus ini, karena ada indikasi uang negara dihamburkan untuk membeli barang dengan kualitas kurang bagus dengan harga yang sangat mahal. Sehingga barang yang dibeli tidak bisa dipakai sesuai kebutuhan, karena rusak dan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sedangkan direktur CV Adikersa yang juga direktur CV Parameswara, Adek Dwi Putranto ketika dihubungi ponselnya 0813XXXXX belum memberikan tanggapan (BT)
Dugaan korupsi di Batam yang dilaporkan GPK pada Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau adalah:
1. Pengadaan Alat Laboratorium Bahasa Multimedia E-Learning Berbasis TIK SD/SMP (1 Paket) dengan kode lelang 1556026 senilai Rp. 1.400.000.000,00 dengan penyedia barang CV Parameswara yang beralamat di Jl. Rungkut Harapan D/23 – Surabaya.
2. Pengadaan Peningkatan dan Pengembangan Sarana Pembelajaran Politeknik Negeri Batam dengan kode lelang 1782026 senilai Rp 29.851.356.000,00 dengan penyedia CV Adikersa yang beralamat di jl. Jemur andayani 50 Blok E 52-53 Ruko Surya Inti Permata – Surabaya
Erward Martinu ketua GPK menyatakan bahwa dugaan ada rekayasa dalam kasus ini adalah bahwa dalam dua pengadaan tersebut penyedia barangnya adalah dua perusahaan yang berbeda yakni CV Parameswara dan CV Adikersa. Tapi ternyata direktur dua perusahaan tersebut orangnya sama, yakni Adek Dwi Putranto.
Selain perusahaan2 tersebut ternyata adalah perusahaan2 yang terkait dalam kasus korupsi UPS (Uninterruptible Power Supply) DKI Jakarta, ternyata vendor atau distributor yang mensuplai barang pada CV Adikersa dan CV Parameswara di Batam, adalah juga perusahaan yang berfungsi sebagai vendor dalam kasus korupsi UPS DKI, yakni perusahaan milik Harry Lo yang saat ini menjadi tersangka dalam kasus UPS DKI Jakarta tersebut.
"Jadi ada indikasi bahwa jaringan koruptor UPS DKI Jakarta, juga merambah dan menggerogoti uang negara sampai ke Batam", ujarnya.
Dengan terbongkarnya identitas perusahaan2 tersebut, maka bisa dilihat bahwa dalam pengadaan laboratorium bahasa SD/SMP dan pengadaan sarana pembelajaran di Poltek Negeri Batam ada dugaan kuat telah terjadi persekongkolan dan markup harga.
"Misalnya saja dalam penentuan HPS untuk item barang monitor lebar, bisa dicari di internet bahwa produk dengan spesifikasi tersebut harganya adalah sekitar Rp. 50-60 juta. Dugaan markup atau penggelembungan harga bisa dilihat bahwa harga untuk satuan barang itu dibuatkan HPS sekitar Rp. 200 - 300 juta. Ini juga bisa dilihat pada item barang2 yang lain", tutur Erward.
"Sehingga dalam pengadaan laboratorium bahasa SD/SMP dan sarana pembelajaran Poltek Negeri Batam itu dugaan penggelembungan harga diperkirakan mencapai 5-6 kali lipat dari harga pasar" Sambungnya.
Untuk itu GPK berharap agar Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau bisa mengusut tuntas kasus ini, karena ada indikasi uang negara dihamburkan untuk membeli barang dengan kualitas kurang bagus dengan harga yang sangat mahal. Sehingga barang yang dibeli tidak bisa dipakai sesuai kebutuhan, karena rusak dan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sedangkan direktur CV Adikersa yang juga direktur CV Parameswara, Adek Dwi Putranto ketika dihubungi ponselnya 0813XXXXX belum memberikan tanggapan (BT)
No comments