Gubernur DKI Jadi Saksi Di Penghadilan Tipikor.
JAKARTA
BERITA-ONE.COM-Walau jam sudah menunjukan pukul 4 sore, Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tersebut, memenuhi panggilan
penegak hukum untuk menjadi saksi terdakwa Arisman Widjaja, Presdir PT.
Agung Podomoro Land (PT. APL) di Pengadilan Tipikor Jakarta, 25 Juli
2016.
Dalam sidang yang diketuai majelis hakim Sumpeno
SH tersebut Ahok mengatakan Balekda yang dipimpin M. Tofik tdak
setuju dengan permintaannya tentang kontrobisi tambahan sebesar 15% pada
pengembamg dalam pembangunan pulau reklamasi. Alasannya, pengembang keberatan
dengan sarat tersebut. "Saya merasa heran , karena tidak ada
pengembang yang keberatan dengan sarat tersebut ", katanya.
Mantan bupati Belitung itu
menambahkan, kalau saya ketemu dengan pengembang tidak ada yang keberatan,
termasuk pak Arisman yang berkali kali ketemu. Malah Agung Podoro Land
yang membangun. Dan saya malah merasa heran.kalau ada pengembang yang
keberatan, kata Ahok
Ahok menambahkan, tentang munculnya angka 15%,
konstribusi pengembang untuk DKI Jakarta, dan sementara M. Toufik
menginginkan 5%, Ahok merasa aneh dengan konstribusi ini. Saya marah,
bulan maret lalu, katanya. Pada bu Teti saya bilang, ini gila. Ini bisa
dipidana korupsi. Balikin, bilang dia gila. Kalau 13 pulau laku semua
Pemprov DKI dapat 48 triliun dan bisa untuk.membangun rusun 120 ribu unit.
Sementara itu, Sunny Tanuwidjaja, staf Ahok
mengatakan dia mengaku pernah berkomunikasi demgan M Sanusi
melalui telepon menanyakan Raperda yang belum diketuk ketuk, sebab
M Sanusi sebagai komosi D DPRD DKI yang dianggap paling tahu soal teknis
pembahasan Raperda yang diajukan Pemprov ke Dewan. Saya yang banyak
kepada beliau. Dan dia menjawab, masalah tanah reklamasi, para pengembamg
ingin.memgurus pembelian tersebut.
Para saksi yang dihadirkan kemarin sebanyak lima
orang, diantaranya Ahok dan Sunny. Mereka menjadi saksi dalam
kasus Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja
ini karena terbongkarnya M. Sanusi yang tertangkap tangan oleh KPK
karena terima suap Rp 2 milyar bebarapa waktu lalu.
Kini Arisman diadili dengan dakwaan
melakukan penyuapan terhadap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad
Sanusi. Jaksa Ali Fikri dalam dakwaannya mengatakan,"Suap yang
dilakukan terdakwa dengan maksut supaya pegawai negeri atau penyelenggara
negara untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatanya" . Perbuatan terdakwa melanggar pasal 5 ayat (1) UU No. 31
tahun 1999 tentang Tipikor dan yang telah diubah menjadi UU NO.20 tahun 2001.
Suap yang diberikan oleh pengembang perumahan raksasa sebesar Rp 2 milyar tesebut berkaitan dengan pembahasan memgenai peraturan daerah tentang reklamsi teluk Jakarta.
Oleh Arisman, M. Sanusi yang merupakan ketua
komisi D DPRD DKI itu diharapkan bisa membantu mempercepat pembahasan dan
pengesahan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Strategis (RTRKPS)
Jakarta Utara.Selain itu, suap diberikan agar Sanusi mengakomodasi pasal-pasal
sesuai keinginan Ariesman, agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan
pembangunan di Pulau G, kawasan reklamasi,Pantura Jakarta. Hal diperlukan
sebagai landasan hukum agar dapat mendirikan bangunan pada tanah
teklamasi tersebut.Desember 2015, dilakukan pembahasan mengenai Raperda RTRKSP
oleh tim dari Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta dan
setengah bulan kemudian terjadi pertemuan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta.
Pertemuan itu dihadiri Ariesman, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, M
Sanusi, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan anggota Balegda Provinsi
DKI Jakarta Mohamad Sangaji alias Ongen.Pertemuan dihadiri pula Ketua
Fraksi PKS di DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin dan Sugianto Kusuma alias Aguan,
selaku Chairman Agung Sedayu Group.
Masih kata Jaksa, dalam pertemuan itu
dibahas mengenai percepatan pengesahan Raperda RTRKSP. Sanusi
mengatakan dalam pertemuan itu, ada pasal yang memberatkan
pengembang. Lalu menyarankan agar kontribusi tambahan diatur dalam Pergub.
Awal Maret 2016, Ariesman kembali bertemu dengan Sanusi di Kantor Agung
Sedayu Group, Mangga Dua, Jakarta Jakarta Pusat ,yang dihadiri Aguan dan
Direktur Utama PT Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma. Ariesman secara
langsung meminta agar Sanusi mengubah draf pasal tambahan kontribusi sebesar 15
persen.Pada 3 Maret 2016. Pada pertemuan berikutnya Ariesman keberatan dengan
kontribusi 15 persen.Dan sanggup memberikan uang Rp 2,5 miliar kepada Sanusi,
apabila pasal kontribusi tambahan dimasukan dalam pasal penjelasan dengan
menggunakan konversi.
Atas permintaan bos Agung Podomoro retsebut
Sanusi kemudian mengubah rumusan penjelasan Pasal 110 ayat 5 yang semula
"cukup jelas" menjadi "tambahan konstribusi adalah kontribusi
yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen),
yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara Gubernur dan
pengembang". Lalu anggota dewan yang terhormat itu, Sanusi, menyerahkan
memo berisi tulisan penjelasan pasal tersebut kepada Heru Wiyanto, Kepala
Bagian Perundang-undangan Sekwan DPRD DKI Jakarta. Tulisan tersebut kemudian dimasukan
dalam tabel masukan Raperda, dan diserahkan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama atau Ahok.
Namun, Ahok yang membaca tabel masukan tersebut
menyatakan menolak, dan menuliskan disposisi kepada Ketua Balegda DPRD DKI
Mohamad Taufik, dengan catatan yang bertuliskan "Gila, kalau seperti ini
bisa pidana korupsi". Disposisi Ahok itu menjadi kenyataanya ketika
KPK melakukan OTT terhadap Sanusi yang sedianya akan maju dalam
Pilkada Gubernur DKI tahun depan untuk bersaing dengan Ahok.(SUR)
No comments